Kajianberita.com
Beranda Politik Bawaslu Wanti-wanti Lembaga Survei : Sajikan Sesuai Fakta, Bukan Pesanan

Bawaslu Wanti-wanti Lembaga Survei : Sajikan Sesuai Fakta, Bukan Pesanan

Anggota Bawaslu Puadi saat menghadiri peluncuran Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia (Aseppsi) di Jakarta, Kamis (19/1/2023). (kajianberita/bawaslu)

JAKARTA – Jelang pemilihan umum, lembaga survei makin menjamur. Kondisi ini menjadi perhatian Badan Pengawas Pemilihan umum (Bawaslu).

Lembaga pengawas pemilu ini meminta lembaga survei menyajikan hasil yang sesuai bukan atas pesanan politik.

“Survei tidak di larang sepanjang sesuai dengan prinsip metodologi ilmiah, jangan sampai ada tendensi. Jangan sampai ada tendensi-tendensi yang banyak palsunya, dan tidak sesuai,” ucap Anggota Bawaslu Puadi dalam peluncuran Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia (Aseppsi), Kamis (19/1/2023).

Puadi beharap, lembaga survei dapat berkembang dengan mengedepankan prinsip integritas, tranpsparan, dan independen.

Dia pun menjelaskan aturan norma perundang-undangan mengenai batasan bagi lembaga survei.

Lembaga survei, jelas dia, merupakan bagian dari partisipasi masyarakat yang diatur dalam ketentuan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 338 hingga Pasal 450.

Berdasarkan Pasal 488 poin kedua item c dan d disebutkan partisipasi masyarakat dalam pemilu dapat berupa survei atau jajak pendapat tentang pemilu dan penghitungan cepat hasil pemilu.

Hanya saja, Puadi mengingatkan ada hukum pengumuman hasil survei saat masa tenang.

Berdasarkan Pasal 509 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 pengumuman hasil survei atau jajak pendapat pada masa tenang dapat dipidana dengan ancaman kurungan satu tahun serta ancaman denda sebesar Rp12 juta.

“Hanya saja kemudian dimaknai oleh dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yakni putusan nomor 9 Tahun 2009 dan 24 Tahun 2014 yang pada intinya tidak dilarang sepanjang sesuai dengan sesuai dengan prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi,” sebutnya seperti dilansir situs resmi Bawaslu.

Puadi pun menjelaskan mengenai penghitungan cepat berdasarkan putusan MK nomor 9 Tahun 2009 dan 24 Tahun 2014 tersebut menunjukkan pertimbangan hukum MK.

Yakni yang menyatakan tidak ada data yang akurat untuk menunjukan bahwa quick count (penghitungan cepat) mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan keresahan.

Menurutnya dalam dua putusan MK tersebut harus diingat bahwa quick count bukanlah hasil resmi, namun masyarakat berhak mengetahui.

“Oleh sebab itu, menurut Mahkamah pengumuman hasil quick count begitu selesai pemungutan suara adalah sesuai dengan hak konstitusional bahkan sejalan dengan ketentuan Pasal 28F UUD 1945,” urai lelaki kelahiran Bekasi, 4 Januari 1974 tersebut.

Dia melanjutkan, pengaturan quick count selanjutnya mengalami perubahan norma.

Yakni dari yang sebelumnya hanya boleh dilakukan paling cepat pada hari berikutnya dari hari pemungutan suara, menjadi hasil penghitungan cepat pemilu.

Ini bisa dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat sesuai Pasal 449 ayat (5) UU 7/2017.

“Bawaslu sendiri punya kwenangangan dalam penanganan kode etik dan pidana pemilu apabila lembaga survei diduga melanggar prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi. Jadi jangan ada tendensi dan manipulasi,” terang dia.

Puadi pun menjabarkan tiga kriteria bagi lembaga survei agar ideal dalam pemilu. “Pertama, menjadi pihak yang dapat memitigasi membesarnya polarisasi menjelang dan pasca-pemilihan presiden (Pilpres) 2024 nanti,” tuturnya.

Kedua, lanjut dia, lembaga survei dapat menunjukkan tanggung jawab moral dengan berkontribusi nyata melahirkan satu gagasan politik ideal.

Ketiga, imbuhnya, setelah melahirkan satu gagasan politik, lembaga-lembaga survei ini lalu duduk bersama dengan para pemangku kepentingan.

“Seperti pemerintah, KPU, dan Bawaslu untuk menyusun satu model pertarungan politik yang sehat bagi para kontestan Pemilu 2024,” ungkapnya.

Perlu diketahui, Aseppsi yang berdiri secara legal pada 8 November 2022 ini merupakan asosiasi dari enam lembaga survei. Yakni Skala Survei Indonesia (SS), Poligov, Litbang Sinpo, Simteris, Suara Politik Publik, dan Stakom Nusantara. (*)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan