Kajianberita.com
Beranda Politik NU Punya Strategi Agar Pemilu 2024 Tidak Bawa Perpecahan Bangsa

NU Punya Strategi Agar Pemilu 2024 Tidak Bawa Perpecahan Bangsa

Zannuba Ariffah Chafson atau Yenny Wahid. (kajianberita/nu)

SOLO – Nahdlatul Ulama (NU) punya strategi agar pelaksanaan Pemilu 2024 tidak akan membawa perpecahan bangsa. Hal ini diungkap Tokoh NU, Zannuba Ariffah Chafson atau Yenny Wahid.

“Itu yang paling penting bagi NU untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” katanya seperti dilansir Tempo.

Yenny menyatakan siapapun calon pemimpin yang akan maju nantinya, NU akan mengambil peran untuk ikut menjaga kondusivitas.

“Yang penting lagi kita menjaga suasana tetap dingin, menjaga rasionalitas politik, dan untuk memastikan itu kami juga mengimbau semua calon jangan menggunakan isu-isu politik identitas,” ucap dia.

Di usianya yang sudah mencapai 1 abad ini, Yenny menegaskan dalam NU tidak ada pembahasan politik.

“Karena NU melampaui politik praktis. NU ini usianya lebih tua dari usia Republik, jadi politiknya politik kebangsaan. Jadi kita adalah satu dari stakeholder NKRI,” katanya.

Sehingga yang menjadi tugas utama NU adalah menjadi salah satu pilarnya Indonesia.

“Mau politiknya seperti apapun, politisinya silatnya (tingkahnya) seperti apapun, tugas NU adalah menyangga bangsa dan negara agar tetap utuh tegak berdiri,” katanya lagi.

Karena itu, Yenny bilang meskipun saat ini telah memasuki tahun politik, tidak ada persiapan dari NU untuk menghadapi penyelenggaraan Pemilu 2024 itu. Hanya punya strategi agar Pemilu 2024 tidak membawa perpecahan bangsa.

Sebagai informasi NU adalah organisasi Islam Indonesia yang pernah menjadi partai politik di Indonesia. Wikipedia melansir, NU memiliki anggota berkisar dari 40 juta (2013) hingga lebih dari 95 juta (2021) yang menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia.

NU juga merupakan badan amal yang mengelola pondok pesantren, sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit serta mengorganisir masyarakat untuk membantu peningkatan kualitas hidup umat Islam.

NU didirikan pada 31 Januari 1926 di Kota Surabaya oleh seorang ulama dan para pedagang untuk membela praktik Islam tradisionalis (sesuai dengan akidah Asy’ariyah dan fiqih Mazhab Syafi’i) dan kepentingan ekonomi anggotanya

Pandangan keagamaan NU dianggap “tradisionalis” karena menoleransi budaya lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.Hal ini membedakannya dengan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah, yang dianggap “reformis” karena membutuhkan interpretasi yang lebih literal terhadap Al-Qur’an dan Sunnah. (*)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan