Kajianberita.com
Beranda Uncategorized Tahukah Kamu, Awal Penyakit Asam Urat Terdeteksi pada Zaman Mumi

Tahukah Kamu, Awal Penyakit Asam Urat Terdeteksi pada Zaman Mumi

Ilustrasi penyakit asam urat. (kajianbeita/rssiloam)

MEDAN – Ternyata, jejak awal asam urat terdeteksi pada mumi zaman Mesir Kuno yang hidup sekitar 2640 SM. Saat itu dinamakan podagra, yang diartikan oleh Hippokrates di abad ke-5 SM sebagai penyakit yang membuat manusia tidak dapat berjalan.

Ungkapan Hippokrates bukan tanpa alasan. Sebab, dia melihat kalau banyak orang yang mengalami keluhan seperti itu, setelah bangun tidur persendiannya kaku.

Biasanya, penderita asam urat atau gout menyerang orang-orang kaya yang sering mengonsumsi makanan mahal dan alkohol. Karena itu, asam urat juga disebut sebagai ‘penyakit raja’.

Sudah tidak terhitung berapa juta manusia meninggal akibat komplikasi penyakit ini. Sebut salah satunya Benjamin Franklin.

Franklin adalah politisi Amerika Serikat. Dia juga dikenal sebagai pejuang yang membebaskan AS dari tangan kolonialis Inggris.

Upaya ini mengantarkannya menjadi salah satu pendiri atau founding father yang menandatangani teks proklamasi AS, Declaration of Independence.

Tak hanya politik, Franklin juga menggeluti dunia kesehatan. Sebagai ilmuwan, dia turut berkontribusi memberi masukan salah satunya tentang pola konsumsi manusia atau diet.

Namun, kontribusinya itu justru tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Faktanya dia adalah sosok penyakitan.

Seperti dilansir CNBC, Lina Gensel secara khusus membahas kesehatan Franklin dalam riset “The Medical World of Benjamin Franklin” (Royal Society, 2005).

Dalam penelusuran Lina, Franklin mulai penyakitan sejak usia 50 tahun. Di usia tersebut dia beberapa kali pernah mengirim surat kepada keluarganya tentang penyakit yang dialaminya.

Selain masalah pernapasan yang memang sudah dideritanya sejak masih muda, tiap bangun tidur dia selalu merasa sakit di bagian kaki dan tangan. Kelak, diketahui kalau nama penyakitnya adalah asam urat.

Namun, rasa sakit itu hilang-timbul. Alhasil, dia cukup melupakannya. Terlebih dia juga sibuk sehingga tidak ada cukup waktu untuk memikirkan sakitnya.

Parahnya, pada saat bersamaan, Franklin tidak menjaga asupan makanan. Dia sering makan daging dan kerap mabok. Wine adalah minuman favoritnya. Gaya hidup ini kemudian jadi bom waktu bagi diri Franklin sendiri.

Dari segi medis masa kini, asam urat memang menghantui manusia seumuran Franklin. Dia malah masuk kategori rentan: laki-laki, sudah tua, dan kerap bersentuhan dengan zat kimia.

Saat memasuki kepala tujuh, barulah dia mulai merasakan sakit teramat. Asam uratnya jadi lebih sering kambuh. Lantas dia menjalani terapi tradisional ketika berkunjung ke Paris.

Namun, itu semua terlambat. Tingginya kadar asam urat berdampak pada komplikasi. Ginjalnya rusak. Sudah ada batu di ginjal Franklin yang terbentuk dari proses pengkristalan.

Pada usia 82 tahun, Franklin sudah tidak kuat. Tidak hanya sakit persendian, dia juga sering mengalami nyeri di bagian perut bawah, serta kencing darah dan batu.

Akibatnya dia lebih sering menghabiskan waktu di tempat tidur.

Dokter menduga ini dari batu ginjalnya yang semakin membesar. Namun, dokter tidak berani melakukan tindakan operasi pengangkatan batu.

Akibatnya, dia terpaksa harus menahan rasa sakit teramat di usia tua. Dia pun tobat dan ingin mengubah gaya hidupnya.

“Ketika makan, saya sudah menghindari wine dan daging. Sekarang lebih sering olahraga ringan,” katanya dalam surat kepada temannya di tahun 1787.

Hingga akhirnya, pertarungan Franklin melawan asam urat berakhir pada 17 April 1790. Di tanggal tersebut dia meninggal dunia dengan diagnosis pneumonia dan kerusakan ginjal yang tentu akibat asam urat. (*)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan