Aktivis HAM Swedia soal Paludan Bakar Al Quran: Mengerikan Bak Nazi
Aktivis hak asasi manusia (HAM) Swedia, Helene Sejlert, menyebut aksi politikus ekstremis sayap kanan, Rasmus Paludan, yang membakar Al Quran sebagai pola mengerikan Nazi.
“Pembakaran Al Quran adalah pola yang mengerikan dari pembakaran buku-buku (seperti) yang dilakukan Nazi, di mana ‘yang berbeda’ dijelek-jelekkan dan orang atau sesuatu yang ‘tidak murni’ harus dimusnahkan,” kata Sejlert seperti dikutip Anadolu Agency, Rabu (1/2).
Nazi sendiri merupakan partai yang dibentuk diktator Jerman, Adolf Hitler, yang memicu Perang Dunia II. Nazi memiliki ideologi fasis yang menganggap ras Aria atau kulit putih berada di atas ras-ras lain.
Partai itu juga menyebarkan anti-semitisme, anti-Yahudi, hingga memberangus kelompok-kelompok penganut agama lain yang berbeda pandangan dengan ideologi Nazi.
Pernyataan itu dilontarkan setelah Paludan beraksi dengan membakar kitab suci umat Islam di Stockholm, 21 Januari lalu.
]Menurut Sejlert, Paludan menggunakan retorika Nazi dalam memandang umat Muslim.
“Ini adalah retorika yang digunakan Paludan [dan ekstremis lainnya] saat menangani apa yang dilihatnya sebagai ‘masalah Muslim,'” ujar Sejlert.
Sejlert mengatakan pada dasarnya hanya ada sedikit pengetahuan mengenai cara menangani dan memerangi rasisme dan Islamofobia di Swedia.
Dia berujar kasus Paludan “merupakan cerminan dari masyarakat tempat kita hidup dan sebuah perpanjangan dari kebencian yang tumbuh di setiap sudut jalan”.
Kebencian-kebencian itu pun menurutnya acapkali menyasar umat Islam.
Sejlert juga mengatakan aksi semacam itu kerap mendapat “tumpangan gratis dari media” yang memberi mereka wadah untuk menyebarkan sentimen rasisme dan Islamofobia. Ia menambahkan, topik itu makin berada di titik didih setelah masuk media sosial.
“Saat emosi semakin liar, batas normal kesopanan dilanggar, kata-kata yang digunakan menjadi semakin emosional dan penuh kebencian terhadap ‘yang lain’ dan mulai menarik kelompok yang lebih luas,” kata Sejlert.
Sejlert menyesalkan sikap Swedia yang memberikan izin kepada Paludan dengan dalih “hak demokrasi” dan “kebebasan berekspresi”. Sebab, hal itu menurutnya cuma memancing kekhawatiran kelompok agama lain.
“Tindakannya (Paludan) itu rasisme, Islamofobia, dan anti-semitisme. Jika hukum tidak bisa menghentikannya, jelas ada yang salah dengan hukum,” kata Sejlert.
“Kelompok besar sekarang takut untuk mengatakan bahwa mereka adalah Muslim atau Yahudi. Meningkatkan kebencian terhadap kelompok-kelompok ini tentu juga menjadi tujuan fanatik seperti Paludan,” imbuh dia.
Sejlert kemudian mengatakan Swedia sebetulnya bisa mencegah situasi meradang ini terjadi jika mereka “bertindak lebih bijak dan adil”.
“Swedia seharusnya bertindak lebih bijak dan lebih adil. Swedia mestinya memberi contoh untuk tidak lebih menyakiti sebagian besar populasinya,” ucap Sejlert.
Hukum di Swedia sendiri pun menurutnya “sudah jelas”. Polisi juga mestinya bisa menyetop provokasi atas dasar masalah keamanan. “Karena tindakan kebencian sangat mungkin mengakibatkan kekerasan,” tegas dia.
Aksi Rasmus Paludan membakar Al Quran di Stockholm dan Denmark terus dihujani kecaman. Bukan hanya ke Paludan, kecaman juga datang kepada Swedia.
Swedia dikecam karena membiarkan penistaan agama itu terjadi. Sejumlah pihak menyesalkan dalih kebebasan berpendapat yang diklaim Swedia soal aksi politikusnya itu.
Paludan sendiri selama ini dikenal sebagai tokoh anti-imigran dan anti-Islam. Dia sudah lama bakar-bakar Al Quran kala berunjuk rasa. Tercatat, Paludan sudah lima kali bakar Al Quran sejak pertama kali melakukannya pada 2019 silam. (cnn/*)