Pertemuan Surya Paloh dan AHY Kian Mengkrucutkan ke Satu Nama Pendamping Anies

Pertemuan Ketua Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono Rabu (22/2/2023) memunculkan beragam pandangan politik. Ada analisis kalau pertemuan itu sekedar memperkuat soliditas Koalisi Perubahan yang merupakan gabungan tiga partai pengusung Anies Baswedan pada Pilpres mendatang.
Ada pula yang beranggapan pertemuan itu mulai menjurus ke arah pembahasan calon wakil pendamping Anies.
Yang tahu pasti tentunya hanya Surya Paloh dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Namun analisis tentu saja terus bergentangan membahas makna di balik pertemuan itu. Apalagi sejak awal Surya Paloh menyatakan kalau pertemuannya dengan AHY sudah diberitahukan kepada PKS.
Elit PKS tidak ikut dalam pertemuan itu, karena mereka sibuk mempersiapkan Rakernas yang berlangsung pada 24-26 Februari. Lagipula, Kamis (23/2/2023), PKS akan menyampaikan deklarasi atas dukungan mereka kepada Anies Baswedan.
Dari sini bisa dipahami kalau PKS sudah merestui substansi pertemuan antara Surya Paloh dan AHY itu. Lantas substansi apa yang dimaksud?
Mencuat spekulasi kalau substansi itu adalah pembahasan soal wakil yang akan mendampingi Anies Baswedan. Sampai saat ini wakil itu memang belum ditentukan. Ada pernyataan bahwa hanya Anies yang berhak menentukan wakilnya.
Tentu itu pernyataan politis. Bagaimanapun juga, suara partai pengusung akan sangat berpengaruh bagi Anies dalam mengambil keputusan.
Sejauh ini sudah mencuat tiga nama yang disebut-sebut sebagai kandidat kuat pendamping Anies, yaitu Wakil Majelis Syuro PKS Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Timur Khofinah Indar Parawansa dan ketua Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dari tiga nama ini, sebenarnya nama Khofifah Indar Parawandi mulai tersingkir sebagai ia mengadakan pertemuan khusus dengan Prabowo Subiyanto. Di sisi lain, Khofifah juga bukan merupakan politisi dari salah satu partai Koalisi Perubahan pendukung Anies.
Perbincangan saya dengan politisi PKS Nasir Djamil jelas menggambarkan bagaimana minimnya dukungan PKS untuk menyetujui Khofifah sebagai pendamping Anies.
“Mengapa Khofifah? Kita kan sudah mendukung Anies sebagai calon presiden, padahal Anies sejauh ini bukan kader partai dari salah satu pendukungnya. Begitu juga Khofifah, bukan kader partai. Kan aneh sekali kalau presiden dan wakil presiden yang kita dukung bukan dari salah satu partai pengusung ini,” katanya.
Saya tentu sangat setuju dengan pandangan itu. Sejak awalnya saya beranggapan sangat kecil kemungkinan Koalisi Perubahan memasangkan Anies dengan Khofifah. Apalagi dalam pandangan Islam tradisional masih kental anggapan kalau perempuan kurang mendapat dukungan dari ulama untuk sebagai tampil pemimpin.
Menggandengkan Anies dan Khofifah bukan hanya ‘harakiri’ bagi koalisi perubahan, tapi juga menunjukkan betapa lemahnya sistem pengkaderan di partai itu.
Dengan alasan ini, maka kandidat wakil Anies tinggal mengarah kepada dua nama, yaitu Ahmad Heryawan alias Aher dan AHY.
Jika dua nama ini yang dibandingkan, tentu AHY lebih popular di tingkat arus bawah ketimbang Aher. Selain figurnya sudah dikenal secara luas, ia juga merupakan pemimpin sebuah partai dengan tingkat elektabilitas yang cukup tinggi.
Namun PKS tentu tidak mau kadernya dianggap lebih lemah. Kalaupun mereka setuju elektabilitas AHY lebih besar ketimbang Aher, para politisi PKS tidak akan mudah mengakui hal ini.
Hal ini wajar, sebab kalau kursi calon wakil presiden mereka lepaskan kepada Demokrat, efeknya juga tidak akan baik kepada tingkat elektabilitas partai. Bagaimana pun juga PKS pasti ingin tampil menonjol dalam koalisi itu dalam rangka mendongkrak suara partai.
Tapi memaksakan Aher sebagai pendamping Anies juga tidaklah terlalu seksi untuk meraih kemenangan. Aher mungkin saja cukup terkenal di Jawa Barat, naman di daerah lain, namanya tidak terlalu menonjol.
Dari berbagai survei yang dilakukan lembaga independent, nama Aher juga tidak pernah masuk sebagai nominasi kandidat kuat untuk posisi wakil presiden.
Dengan semua pertimbangan itu, maka sosok AHY adalah kandidat yang paling ideal untuk mendampingi Anies. Hanya saja, tentu PKS tidak akan melepas peluang ini begitu saja, tanpa ada konsekuensi yang harus diberikan Demokrat kepada partai mereka.
Dari percakatan dengan sejumlah elit politis di Demokrat dan PKS, saya mendapat kabar kalau ada memang konsekuensi yang harus diberikan Demokrat kepada PKS jika AHY yang tampil sebagai pendamping Anies.
Saya tidak bisa jabarkan konsekuensi yang dimaksud. Tapi paling tidak hal itu akan membuat PKS lebih legowo sehingga akhirnya kedua partai sepakat memberi peluang kursi calon wakil presiden kepada AHY.
Pertemuan Surya Paloh dan AHY di Kantor DPP Partai Demokrat Rabu siang (22/2/2023) adalah sebuah bentuk penegasan kalau Demokrat dan PKS sudah mendapatkan titik temu soal calon wakil Anies. Adapun kedatangan Surya Paloh hanya untuk memastikan bahwa AHY siap maju.
Itu sebabnya, usai pertemuan itu, Surya Paloh menyebut kalau peluang AHY sebagai calon wakil presiden sangat besar. Kalaupun ada embel-embel menunggu keputusan Anies, itu hanya Bahasa politis saja untuk mengghargai Anies sebagai figur utama yang ditonjolkan.
Mungkin hanya tinggal menunggu waktu saja untuk mendeklarasikan pasangan Anies dan AHY maju pada Pilpres mendatang. Majunya dua kandidat ini pasti akan menarik perhatian para pemilik suara, terutama para pemilih Islam.
Agar bisa menang, tentunya pasangan Anies dan AHY perlu menunjukkan keberpihakan mereka pada semangat nasionalisme agar pemilih non muslim juga dapat mereka garap. (*)
Ahmady Warga pinggiran di Namorambe, Deli Serdang