Di China Pengantin Baru dapat Cuti 30 Hari
CHINA – Khawatir pada resesi seks. sejumlah provinsi di China mendorong pernikahan dan meningkatkan angka kelahiran yang terus menurun. Langkah ekstrimnya memberikan cuti selama 30 hari kepada pengantin baru.
Pemberian cuti hingga 30 hari diharapkan bisa jadi insentif kepada warga China di tengah kekhawatiran resesi seks yang melanda China dan sejumlah negara tetangga seperti Korea dan Jepang.
Resesi seks adalah kondisi saat seseorang atau pasangan enggan memiliki anak, atau memilih untuk memiliki sedikit anak.
Dikutip dari Reuters, Provinsi Gansu dan provinsi pengahasil batu bara Shanxi kini memberikan cuti pernikahan 30 hari.
Sementara itu, Provinsi Shanghai memberikan cuti pernikahan 10 hari dan Provinsi Sichuan masih hanya tiga hari.
“Memperpanjang cuti menikah adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan tingkat kesuburan,” kata dekan Institut Penelitian Pengembangan Sosial, Southwestern University of Finance and Economics, Yang Haiyang.
Menurut Yang, sejumlah kebijakan diperlukan untuk mencegah resesi seks, termasuk subsidi perumahan dan cuti melahirkan bagi laki-laki.
Populasi China dilaporkan turun tahun lalu untuk pertama kalinya dalam enam dekade.
Ini merupakan titik balik yang diperkirakan akan menandai dimulainya periode penurunan panjang.
Tahun lalu, China mencatat tingkat kelahiran terendah, yaitu 6,77 kelahiran per 1.000 orang. Sebagian besar penurunan adalah hasil dari kebijakan “satu anak” yang diberlakukan antara tahun 1980 dan 2015.
Selain itu, lonjakan biaya pendidikan juga membuat banyak orang China memilih hanya memiliki satu anak atau bahkan tidka memiliki anak.
Pemerintah China sebelumnya juga telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengatasi penurunan populasi ini. Salah satunya adalah menawarkan subsidi keuangan dan tunjangan lain untuk keluarga.
Di beberapa kota, pemerintah menjanjikan subsidi untuk keluarga dengan tiga anak, sementara kota lain memberikan subsidi untuk mendorong warga membeli rumah dan mendorong orang berkeluarga. Sayangnya, kebijakan itu kurang berhasil.
Banyak pemuda tetap memilih untuk melajang, karena gaya hidup yang penuh tekanan dan tuntutan dalam kehidupan sehari-hari.
Para perempuan muda China juga lebih banyak berfokus mengejar karier dan kehidupan pribadinya, dibandingkan membangun keluarga. (*)