Mengkritisi Sistem Pemilu hingga Soal Target Demokrat Sumut pada Pemilu 2024
MEDAN- Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sumut, M.Lokot Nasution membuka ruang diskusi bersama awak media, di Democratic Cafe, Jalan Sudirman, Medan, Senin (27/2/2023) sore.
Perbincangan bak seorang teman berlangsung hangat sore itu. Dari pembahasan Pemilihan Umum (Pemilu) menggunakan sistem terbuka atau tertutup, target partai di bawah kepemimpinannya saat ini, hingga keinginannya meraih niat mulia membanggakan emak di rumah.
Lokot Nasution mengajak bertukar pemahaman bagaimana awak media memandang Pemilu proporsional terbuka dan tertutup dari kacamata media.
Lokot pun berpendapat bahwa pemilihan umum menggunakan sistem terbuka masih produk terbaik yang dilahirkan oleh Presiden ke- 6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Karena dengan sistem ini, masyarakat memiliki kebebasan dalam menentukan sosok yang diinginkannya untuk menjadi wakilnya kelak di parlemen,” katanya.
Dirinya bahkan membandingkan jika negara menerapkan sistem proporsional tertutup.
Lokot menilai rakyat hanya diberi kesempatan untuk mencoblos partai tanpa mengetahui siapa calon yang akan dipilihnya nanti.
Mengingat, partailah yang nantinya akan menentukan siapa yang akan menduduki kursi yang diperoleh berdasarkan suara yang dikonversi menjadi kursi di parlemen.
“Ini kan namanya memilih kucing dalam karung. Sosok yang ditetapkan partai nantinya untuk duduk, tidak tertutup kemungkinan adalah bekas koruptor, bekas pembunuh dan lain. Itu kan tidak kita harapkan,” kata Lokot yang juga didampingi Kepala Bakomstrada Sumut, Chairil Huda, Ketua Bappilu DPD Demokrat Sumut Khairul Mukmin Tambunan dan beberapa pengurus lainnya.
Lokot mengaku miris dengan cara berfikir dari para pihak yang berupaya mengubah kembali sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.
Padahal, hal ini menjadi bentuk kemunduran dari sistem pemilu terbuka yang diperjuangkan lewat darah dan air mata pada saat reformasi.
BACA JUGA : Pemilu Sistem Tertutup, Lokot Nasution: Bisa Jadi yang Terpilih Koruptor atau Mantan Pembunuh
Apalagi sambung Lokot, jika alasannya adalah biaya politik yang dianggap lebih besar dengan sistem terbuka.
“Kalau isunya adalah karena biaya mahal jika menerapkan proporsional terbuka. Maka menurut kami itu adalah alasan yang tidak tepat. Sebab, pada saat reformasi 98, ada nyawa yang dikorbankan. Jadi nggak bisa dibandingkan biaya dengan nyawa,” ungkapnya.
Disinggung apakah Demokrat takut dengan sistem proporsional tertutup, Lokot memastikan tidak.
Sebab, Partai Demokrat memiliki sosok-sosok dengan elektabilitas yang mumpuni.
“Kita nggak takut, hanya saja kita harus memperjuangkan sistem yang menurut kita terbaik bagi rakyat Indonesia,” ucapnya.