Jelang Pilkada 2024, Isu Keretakan Kepala Daerah ada di Mana-Mana, Bukan Hanya Sumut
Sorotan terhadap ketidak akuran antara Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan wakilnya Musa Rajekshah mendapat sorotan dari DPR RI. Namun sorotan itu dinilai janggal, sebab isu keretakan kepala daerah bukanlah hal yang baru di negeri ini. Bahkan mayoritas pemerintahan di Indonesia memiliki pasangan kepala daerah yang tidak lagi harmonis.
Keretakan antara kepala daerah dan wakil itu itu terjadi diduga meruncing karena masing-masing pimpinan daerah tersebut sedang membangun kekuatan politik menjelang Pilkada 2024.
Ketua Pokja Rumah Demokrasi, Zainudin Kismit mengungkapkan, perselisihan antara kepala daerah dan wakilnya sangat sering terjadi sehingga merupakan hal biasa. Bahkan pada 2015 lalu, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hampir 91 persen hubungan kepala daerah dan wakilnya mengalami keretakan.
Ketidakharmonisan tersebut terutama saat awal dan pasca pemenangan pemilihan kepala daerah (pilkada). Apalagi ketika menuju pemilu atau pilkada, maka gesekannya akan semakin meruncing.
“Penyebab dari gesekan tersebut umumnya karena komunikasi yang tidak baik antara para pejabat serta komitmen politik yang tidak dijalankan diantara keduanya,” kata Zainuddin Kismit.
Selain itu, penyebab lain menurutnya yakni adanya konflik kepentingan yang bermuara pada urusan ekonomi pribadi maupun kelompok-kelompok pemenangan. Sehingga berkontribusi memperuncing konflik diantara kepala daerah dan wakilnya.
Lalu faktor ketidakmengertian tugas masing-masing juga bisa mengakibatkan kepala daerah menganggap wakilnya tidak bisa kerja maksimal. Sementara, wakilnya beranggapan justru kepala daerah tidak memberi wewenang dan kepercayaan lebih.
“Sikap saling curiga ini biasanya semakin kuat dipertengahan masa jabatan karena berpengaruh kepada perebutan basis pemilih menjelang pilkada mendatang,” katanya.
Zainuddin menyebutkan hal yang tidak bisa dipungkiri yakni kepala daerah dan wakilnya akan memiliki hasrat politik untuk mencalonkan dirinya sebagai yang nomor satu dikemudian hari.
Menurut Zainuddin, kondisi ini tidak hanya di Sumut, tapi hamper di semua provbinsi lain, termasuk di Kalimantan. Untuk wilayah Kalbar misalnya, menjelang Pilkada 2024 ini telah banyak ditemukan sinyal-sinyal keretakan diantara kepala daerah dan wakilnya tersebut.
Hal itu terlihat dari polemik akibat pemasangan baliho yang tidak mencantumkan wakil kepala daerah pada kegiatan Pemprov. Begitupun pada tingkat kabupaten kota ada juga yang tidak mengalami keharmonisan dalam periodesasinya.
“Harmonisasi kepala daerah dan wakilnya hanya terlihat pada daerah yang kepala daerahnya telah masuk pada periode kedua, sedangkan wakilnya baru periode pertama, maka tidak ada kepentingan untuk maju kembali bersaing dengan wakilnya,” jelasnya.
Yang dikuatirkan dari kesenjangan antara kepala daerah dan wakilnya tersebut adalah manakala berpengaruh pada kebijakan-kebijakan daerah yang memerlukan kesepakatan bersama. Lalu juga berpengaruh besar terhadap kebijakan pelayanan di daerah.
Dalam hal ini, gubernur atau Bupati harus bisa melakukan Tindakan tegas. Sebab bagaimana pun juga Gubernur dan Bupati adalah pihak yang bertanggungjawab dalam mengambil keputusan. Oleh sebab itu, menurut para pengamat hukum, meskipun pasangan kepala daerah tidak lagi harmonis, namun gubernur atau BUpati harus bertindak tegas agar kinerja pemerintahan tetap berjalan. (*)