Rocky Gerung Tantang Pakde Kecam Putusan PN, Berani?
JAKARTA– Sejumlah kritikan dan kecaman hadir dari berbagai kalangan terkait putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) soal penundaan Pemilu.
Setelah sebelumnya Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyerukan melawan putusan tersebut, kini Eks Dosen Universitas Indonesia, Rocky Gerung ikut bersuara.
Melalui cuitannya di Twitter, Rocky Gerung menyentil seseorang yang ia sebut Pakde. Kendati tak merinci lebih dalam siapa Pakde yang dimaksudnya.
“Berani Pakde kecam putusan itu?” ujar Rocky, dikutip dari cuitannya di Twitter, Jumat (3/3/2023).
Rocky bahkan melanjutkan cuitannya jika Pakde yang ia sebut tak berani, maka patut diduga dialah sosok di balik putusan kontroversional PN Jakpus.
“Bila tak ada, diduga ia di belakangnya,” kata Rocky. banyak yang menduga, Pakde yang dimaksud Rocky adalah Jokowi yang oleh para pendukungnya pernah diminta untuk memperpanjang masa jabatannya.
BACA JUGA : Tengku Oyong, Hakim Aneh yang Batalkan Pemilu Pernah Lama Bertugas di PN Medan
“Cerita negeri Wakanda,” lanjut pria yang juga berstatus sebagai pendiri Setara Insitute ini.
Sebelumnya. PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima dengan memutuskan menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025.
Putusan tersebut membuat penyelenggaraan Pemilu 2024 terancam gagal terlaksana sesuai jadwal alias tertunda.
Keputusan ini berawal dari gugatan perdata Partai Prima kepada KPU pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. PN Jakpus mengeluarkan putusan pada Kamis lalu.
Menanggapi hal itu, Mahfud MD melalui cuitannya di Twitter menyebut putusan tersebut mesti dilawan.
“Vonis PN Jakpus tentang penundaan pemilu ke tahun 2025 harus dilawan, karena tak sesuai dengan kewenangannya,” tegasnya.
BACA JUGA : Gugatan Prima Dikabulkan, PN Jakpus Perintahkan KPU Tunda Pemilu Hingga 2025
Menurutnya, penundaan Pemilu di luar yurisdiksi PN Jakpus. Ia mencontohkan, pengadilan militer yang memutus kasus perceraian.
“Hakim pemilu bukan hakim perdata. Vonis itu bertentangan dgn UUD 1945 dan UU bahwa Pemilu dilakukan setiap 5 tahun,” ucapnya lagi. (*)