Kagumi Sikap Kesatria Edy Rahmayadi, Ketua Parkindo Sumut: Kita harus Dukung Beliau..!
Medan – Ketua Partisipasi Kristen Indonesia (Parkindo) Sumut Gelmok Samosir SH MH mengagumi sikap Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang tidak mau lepas tangan atas kesalahan anak buahnya saat terungkapnya kesalahan data pegawai pada pelantikan pejabat Eselon III dan IV beberapa waktu lalu.
“Gubernur Edy tetap mengaku paling bertanggungjawab dalam kasus itu. Ini adalah sikap seorang sosok pemimpin sejati,” tegas Gelmok.
Ia berpendapat, seharusnya masyarakat Sumatera Utara kagum dengan sikap kesatria seperti ini. Sudah jarang ada pejabat seperti itu di Indonesia. Edy Rahmayadi tidak mau hanya sekedar menyalahkan anak buahnya, meskipun semua orang tahu, Edy Rahmayadi sama sekali tidak tahu menahu soal kesalahan data tersebut.
“Pelajaran penting yang bisa kita petik dari kasus itu adalah bagaimana Guberrnur Edy sama sekali tidak terlibat dalam menitipkan nama-nama untuk pejabat yang akan dilantik. Ia serahkan semua kebijakan itu kepada tim penilai BKD dan Baperjakat Sumut,” kata Gelmok.
Dari pembelajaran ini Gelmok memastikan tidak ada suap menyuap dalam penentuan posisi pejabat itu. Kalaupun ada kasus di belakang layar, Gelmok memastikan Gubernur Edy Rahmayadi sama sekali tidak terlibat.
“Dalam posisi ini saya yakin Gubernur Edy orang yang bersih,” tegasnya.
Sebab kalau saja Edy Rahmayadi sejak awal terlibat mengintervensi nama-nama pejabat yang akan dilantik, Gelmok memastikan tidak akan ada kesalahan. Tim BKD dan Baperjakat pasti akan bergerak cepat mengecek secara akurat nama-nama pejabat yang akan dilantik.
Yang justru disesalkan Gelmok adalah munculnya tuntutan agar Edy Rahmayadi mundur dari jabatannya sebagai Gubernur hanya karena kesalahan data pada pelantikan itu.
“Ini tuntutan dari orang-orang yang tidak punya intelektual yang memadai. Sebab masalah kesalahan seperti itu adalah hal yang mudah diperbaiki. Tidak sepantasnya kemudian menuntut Gubernur mundur,” tambah Direktur Sumatera Legal Lawfirm ini.
Kalau orang yang intelek, tambah Gelmok, pasti cenderung mendorong agar Gubernur melakukan evaluasi intensif kepada pejabatnya atas kesalahan yang dilakukan.
Satu hal yang perlu menjadi perhatian Gelmok adalah posisi ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang terkesan diam saja menyikapi kasus ini. Baperjakat yang diketuai oleh Sekda Arief S Trinugroho harusnya paling bertanggungjawab.
“Ini Baperjakatnya kok diam saja,” tambah Gelmok. Padahal Baperjakat ini adalah sosok pemimpin yang dipilih oleh Pemerintah pusat, khususnya Menteri Dalam Negeri.
“Jika ada yang dituntut mundur, harusnya ya, Ketua Baperjakat itu, bukan Gubernur,” tegas Gelmok.
Untuk itu ia berharap, orang-orang yang mengaku sebagai pengamat harusnya cerdas melihat situasi ini.
“Saya pastikan orang-orang yang menuntut Gubernur Edy mundur adalah orang yang tidak berintelektual yang tidak tahu sistem pemerintahan ,” ujar Pembina pusat Ormas Pemuda Batak Bersatu (PBB) ini.
Untuk diketahui, pernyataan Gelmok ini sehubungan dengan mencuatnya kabar kalau Gubernur Edy Rahmayadi telah melakukan kesalahan kala melantik pejabat yang sudah meninggal untuk menduduki posisi eselon III dan IV di Pemprovsu pada 21 Februari lalu.
Belakangan Ketua Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Syafruddin mengakui kalau kesalahan itu terjadi karena adanya data yang tidak up to date di sejumlah Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD). Data itu sudah diperbaiki sehari setelah pelantikan.
“Jadi masalahnya sebenarnya sudah beres. Tidak ada lagi masalah terkait data pejabat itu,” kata Syafruddin.
Hanya saja, sampai sekarang masih banyak yang ‘menggoreng’ berita ini dengan berbagai ramuan guna memanas-manasi situasi. Bahkan ada media nasional yang menjadikan kasus ini sebagai headline, padahal data pelantikan itu sudah diperbaiki.
“Ini yang saya herankan. Hanya kesalahan sepele yang mudah diperbaiki, tapi terus dipersoalkan sampai-sampai dianggap Gubernur harus mundur,” kata Gelmok.
Namun ia memahami kalau memang tahun ini adalah tahun politik, sehingga masalah biasa pun bisa digoreng untuk kepentingan politik tertentu. (*)