Kasus Penganiayaan oleh Taruna Akmil kian Memanas, Ada Tuduhah Soal Tawaran uang Damai
Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh seorang taruna Akademi Militer (Akmil) terhadap mahasiswa kedokteran UISU, Teuku Shehan Arifa Pasha kian memanas. Penganiayaan yang dilakukan ZE alias Zuan ini memaksa Kasat Narkoba Polresta Deliserdang, Kompol Zulkarnain terlibat. Hal ini bisa dimaklumi, sebab Kompol Zulkarnain adalah ayah dari pelaku, Zuan.
kasus penganiayaan ini semakin alot setelah Shehan selaku korban mengadu ke Denpom Kodam I/BB. Karuan, pengaduan itu tentu saja membuat keluarga Zulkarnaen kelabakan. Upaya damai pun terus mereka upayakan. Selain itu, Zulkarnaen berupaya membela anaknya.
Sesuai versi anaknya, pelaku penganiaya bukanlah Zuan, tapi Zofan, anak kandungnya yang lain yang merupakan adik dari Zuan.
“Saya tanya ke anak saya (Zuan) waktu keesokan harinya ngantar dia ke bandara, karena mau balik ke Magelang,” kata Zulkarnain sebagaimana dikutip dari Tribun-medan, Rabu (15/3/2023).
“Saat ditanya itu, Zuan mengaku ia tidak memukul. Katanya nggak ada cuma narik adiknya. Adiknya Zofan yang mukul,” cerita Zulkarnaen.
Tidak jelas apakah cerita itu demi untuk menyelamatkan karir anaknya yang saat ini sedang mengikuti pendidikan di Magelang, atau sesuai fakta. Namun versi Shehan selaku korban, yang paling berperan memukulnya adalah Zuan.
Bahkan sampai sekarang Shehan tidak tahu akar masalahnya sehingga mobilnya diberhentikan dan kemudian ia dikeroyok dua orang, yakni Zuan dan adiknya Zofan. Hal ini yang sudah ia adukan ke Polrestabes Medan dan Denpom.
Kasus penganiayaan itu terjadi 18 Februari lalu tidak jauh dari Pintu Gerbang Komplek taman Setiabudi, Medan. Shehan mengaku melihat ada enam orang teman Zuan kala itu, tapi yang menganiayanya cuma dua orang. Sedangkan empat teman Zuan lainnya hanya menonton penganiayaan itu tanpa mau melerai.
Zulkarnaen mengaku anaknya memang bersalah dalam masalah ini. Ia pun meminta bantuan orang lain untuk mendamaikan kasus ini.
Ia lantas menghubungi kerabat anak – anaknya yang bisa memediasi kedua belah pihak.
“Empat hari setelah itu, ketemulah kami pihak orang tua dan juga ada teman anak saya sebagai mediator namanya Fathir,” sambungnya.
Zulkarnain menuturkan, dengan bantuan pihak mediator, malam itu mereka sudah bertemu dan sepakat untuk berdamai.
“Akhirnya saya buka suara, saya bilang begini, saya atas nama keluarga anak saya minta maaf sebesar – besarnya,” ungkapnya.
Masih menurut cerita Zulkarnaen, malam itu kedua belah pihak sepakat untuk berdamai. Ia pun kemudian menawarkan upa – upa (acara keselamatan) dan biaya pengobatan korban.
Sayangnya, kesepakatan malam itu tidak sempat tertulis karena keadaan sudah terlalu larut malam. Mereka pun sepakat melanjutnya untuk membuat surat perdamaian keesokan harinya.
Dijelaskannya, dirinya sempat memberikan uang Rp 15 juta kepada orangtuanya korban melalui mediator yang ditunjuk. Namun, kala itu orangtuanya ini menolak pemberian uang tersebut.
Keesokan harinya, Zulkarnaen mengaku mendapat kabar bahwa pihak keluarga korban meminta uang damai Rp300 juta. Padahal malam itu sudah sepakat berdamai, dan tidak ada disebutkan yang segitu.
Namun cerita versi Zulkarnaen ini berbeda dengan versi keluarga korban.
Menurut paman korban, Teuku Yose Mahmudin Akbar kepada wartawan Selasa (14/3/2023), pihak mereka sama sekali tidak pernah menyebut angka damai. Malah sejak awal mereka setuju upaya damai yang lebih sederhana.
“Sejak awal kami sudah mencoba usaha damai awalannya, kami mencoba mencari titik temu antara pihak pelaku dengan korban, tetapi tidak ada titik temu. Sekarang setelah kasusnya diadukan ke Dendom, baru mereka yang sibuk minta damai,” kata Yose sebagaimana dikutip dari tribun-medan.com.
Pria yang juga berprofesi sebagai dokter ini membeberkan alasan mengapa belum menerima tawaran damai dari pihak pelaku dan keluarganya. Mereka kesal, sebab pelaku bertindak sangat arogan. Bahkan keluarga dan korban sampai saat ini belum tahu apa alasan pasti dari pelaku menganiaya Shehan.
“Bagaimana mungkin kami memaafkan perilaku arogan seperti itu. Mereka telah memukul anak kami hingga menderita lemban dan luka. Setelah kami bawa ke ruang hukum, mereka baru sibuk minta maaf dan minta damai denhgan menawarkan uang, mulanya senilai Rp 10 juta, lalu dinaikan lagi menjadi Rp 15 juta,” ungkap Teuku Yose.
Permintaan damai dari keluarga pelaku, menurut Teuku Yose, sangat tidak beretika. Akibat sikap yang tidak beretika itu, sehingga kelurga korban memutuskan membawa masalah ini ke ranah hukum.
“Anak kami sebagai korban juga gejala-gejala nya tidak makin baik, makanya kami putuskan untuk melanjutkan kasus ini, mudah-mudahan dapat yang terbaik,” ujarnya.
Yose menjelaskan, keluarga juga telah menyerahkan bukti CT Scan dari Rumah Sakit yang menunjukkan keterangan soal luka yang dialami korban kepada pihak penyidik Dandenpom I/5 Medan.
Lebih lanjut, dia sebagai Paman berharap agar kasus tersebut diproses sesuai dengan ketentuan hukum agar korban mendapatkan keadilan. (*)