Prabowo, Erick dan Ganjar Tebar Pesona Dimana-mana, Kok Hanya Anies yang Dipersoalkan Bawaslu?
Independensi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas pelaksaan Pemilu di Indonesia mulai mengundang keraguan banyak orang. Pasalnya, lembaga ini terkesan pilih kasih dalam bersikap. Terbukti dari dari empat sosok yang disebut-sebut bakal mengisi bursa calon presiden dan wakil Presiden, hanya gerak Anies Baswedan yang begitu diwaspadai mereka.
Saat Anies bersilaturrahi ke Jawa Timur dalam dua hari ini terakhir ini, Bawaslu begitu aktif memberi peringatan agar Anies tidak berlebihan bertemu pendukungnya. Sampai-sampai mereka menyebarkan pesan singkat melalui jaringan SMS blast kepada banyak orang tentang pentingnya mewaspadai perjalanan Anies bertemu pendukungnya.
Tapi saat ditanya apa dasar Bawaslu melarang Anies, mereka tak kuasa menjawabnya. Sejauh ini tidak ada satu pun pasalnya yang dilanggar Anies. Toh, ia belum sah mendaftar sebagai calon presiden, sebab masa pendaftaran belum dibuka.
Dengan demikian batasan-batasan tentang kampanye seharusnya belum berlaku untuk Anies.
Yang mengherankan, justru Bawaslu seakan menganggap saat ini sudah masuk masa kampanye, sehingga batasan itu diberlakukan untuk Anies.
Di sisi lain, Ganjar, Prabowo dan Erick Thohir, tiga sosok yang digadang-gadang bakal melaju pada Pemilu mendatang juga melakukan hal yang sama.
Malah Prabowo dan Erick selalu menggunakan fasilitas negara dalam melakukan silaturahmi k berbagai daerah. Mereka berdalih perjalanan mereka itu dalam kapasitas sebagai menteri. Walau alasan ini sangatlah janggal.
Untuk Prabowo misalnya, apa urusannya seorang Menteri Pertahanan melakukan perjalanan mengurus sioal pertanian di desa-desa. Prabowo pun kerap berkunjung ke daerah dengan dalih pertemuan dengan para Babinsa.
Padahal sebagai Menteri Pertahanan semestinya Prabowo focus pada kebutuhan militer, bukan urusan lapangan. Soal pengamanan lapangan di bidang pertahanan, tentu otoritasnya ada di tangan Panglima TNI atau Kepala Staf Militer. Bukan urusan seorang Menteri Pertahanan.
Erick Thohir tidak kalah lucunya. Ia kerap melakukan perjalanan ke Indonesia dengan dalih mengunjungi sejumlah BUMN yang ada di berbagai daerah. Padahal semua BUMN ini sudah ada pimpinannya. Tapi Erick kerap berdalih bahwa ia ingin melihat kondisi BUMN tersebut.
Sikap Erick ini mendapat banyak cibiran dari sejumlah politisi. Sampai-sampai mantan wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah menyampaikan kegeramannya terhadap tingkat Erick tersebut.
“Lihat tuh si Menteri BUMN. Katanya ketemu petani pupuk untuk memastikan kualitas pupuk tersebut. Woi… Itu buka urusan lu..! Urusan lu tu ngeberesin perusahaannya supaya tidak bangkrut,” kritik Fahri Hamzah melalui video yang diunggah Politisi Partai Demokrat Panca Laksana melalui akun twitternya #republikDagelan@panca66 pada Kamis, 14 Juli 2022.
Dalam video tersebut lagi-lagi Fahri keras mengkritik Erick Thohir dengan mengatakan bahwa BUMN bangkrut semua sedangkan Menteri BUMN sibuk keliling.
“Ini perusahaan bangkrut semua, dianya melenggang ke mana-mana,” tegur Fahri Hamzah. Bahkan Fahri juga menyebut Erick Thohir berpolitik dengan iklan.
“Begitu di Lombok, Presiden senang, gak ada masalah, iklan jor-joran, BUMN bangkrut pun menjadi pengiklan utama. Begitu di Jakarta begitu penyelenggaranya gak disukai oleh otoritas politik distop gak ada satu pun yang pasang iklan,” tegur Fahri Hamzah.
“BUMN-nya tambah mampus menterinya tambah populer,” ujar Erick.
Ganjar pun tidak kalah gencarnya berkunjung ke berbagai daerah. Ia beberapa kali datang ke Sumatera, ke Jawa Timur, Jakarta dan berbagai daerah lain dengan berbagai macam dalih. Ujung-ujungnya kehadirannya di daerah itu dihadiri oleh massa yang dimobilisasi para pendukungnya. Kelompok pendukung Ganjar juga sudah eksis bekerja di berbagai daerah.
Anehnya, untuk semua yang dilakukan Ganjar, Erick Thohir maupun Prabowo, Bawaslu sama sekali tidak pernah bersuara.
Begitu juga dengan spanduk Puan Maharni yang bertebaran di mana-mana yang menegaskan bahwa ia adalah calon presiden terbaik sebagai pengganti Jokowi. Bawaslu seakan tutup mata dengan semua itu.
Lain hal kalau yang melakukannya adalah Anies Baswedan, Bawaslu begitu garang bersuara, walau tidak punya dasar hukum. Sampai-sampai pengamat hukum Refly Harun terheran-heran dengan perilaku Bawaslu ini. Mereka ingin membatasi, tapi tak berani bertindak.
“Ya, kalau memang Anies bersalah, kenapa tidak ditindak. Tangkap saja. Aneh sekali Bawaslu ini. Makluk apa sih itu, mungkin Organisasi Tanpa Bentuk,” kata Refly dalam channel Youtubenya.
Namun Refly memastikan, Bawaslu tidak akan berani bertindak apapun terhadap aksi Anies, sebab mereka tidak punya dasar hukum untuk memberi tindakan. Jika memang tidak punya dasar hukum, semestinya Bawaslu diam saja.
Independensi yang diragukan
Sikap Bawaslu yang aneh ini tidak hanya memunculkan keheranan banyak orang, tapi mulai menunjukkan kalau Bawaslu diragukan sebagai lembaga independen. Jelas sekali terkesan kalau lembaga ini sangat berpihak kepada penguasa.
Dan semua orang tahu, kubu penguasa di negeri ini sangat alergi dengan Anies Baswedan. Mantan Rektor Universitas Paramadina ini dianggap musuh karena ia sosok yang cerdas, komunikatif, diplomatik, tapi notabene sangat kritis terhadap Pemerintah.
Dalam kacamata penguasa, Anies Baswedan adalah bagian dari oposisi yang harus dienyahkan.
Tak bisa dipungkuri, dendam itu bermula saat Anies berhasil menyingkirkan Basuki Djahaja Purnama alias Ahok pada Pilkada Jakarta 2017. Tidak terbantahkan lagi, Jokowi dan pendukung koalisi Pemerintahan — kala itu dimotori oleh PDI-P, Golkar dan PKB — adalah pendukung Ahok yang berpasangan dengan Syaful Djarot. Koalisi ini begitu kecewa, kandidat yang mereka usung ini akhirnya terjungkal.
Kekalahan itu rupanya masih menyisakan dendam, apalagi kepemimpinan Anies dianggap cukup berhasil di Jakarta. Populi Center, lembaga survei yang dikenal tidak begitu dekat dengan Anies, mendapatkan data bahwa 83,5 persen warga Jakarta puas atas kepemimpinan Anies sebagai Gubernur.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), sebuah lembaga yang juga angat kritis terhadap kepemimpinan Anies selama ia menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Survei lembaga itu menyebutkan bahwa Anies unggul tipis pada sejumlah simulasi survei elektabilitas capres 2024. Anies memperoleh elektabilitasi sebesar 47,8 persen, sedangkan Ganjar 43,9 persen. Prabowo di urutan ketiga.
Karuan, gerakan untuk mencerca Anies semakin diperkuat oleh kelompok-kelompok yang anti dengannya.
Belakangan muncul pula survei-survei yang menyatakan suara dukungan Anies kalah dibanding Prabowo dan Ganjar. Opini tentang kegagalan Anies selama memimpin Jakarta juga mereka kumandangkan. Sampai-sampai KPK mulai bergerak mencari celah untuk menggiring Anies dalam kasus korupsi.
Kunjungan Anies berbagai daerah yang selalu mendapat sambutan dari masyarakat pun mereka persoalkan. Dengan berbagai cara Bawaslu ‘dipaksa’ untuk mencari kesalahan atas kunjungan itu. Belakangan Bawaslu pernah pula berdalih kalau Anies melanggar etika. Namun etika apa yang dilanggar, mereka tidak bisa jelaskan.
Pun ketika menyebar kabar terkkit SMS Bawaslu yang membatasi gerakan Anies di Jawa Timur, lembaga itu membantah kalau SMS itu dari mereka. Mereka mengaku tidak tahu menahu soal SMS itu, meski jelas-jelas tulisan Bawaslu ada pada nama si pengirim SMS tersebut.
Apapun bantahan itu, perilau Bawaslu yang terkesan begitu anti dengan Anies menunjukkan adanya keanehan terhadap lembaga itu. Sikap Bawaslu ini menjadi tanda-tanda betapa tidak ringannya perjalanan Anies dalam berkompetisi pada Pemilu 2024 mendatang.
Saya katakan berat, sebab yang dilawan bukan hanya pesaingnya, tapi juga penyelenggara Pemilu. Sikap Bawaslu terhadap Anies menjadi alasan bagi saya untuk mengatakan lembaga itu tak ubahnya bagian dari koalisi pengusaha yang ingin menghempaskan laju Anies pada Pilpre mendatang.
Lalu bagaimana dengan KPU? Setali tiga uang.
Ketua KPU yang sekarang adalah mantan pengurus elit di Ormas Barisan Ansor (Banser). Jika berbicara tentang Banser, tentunya rakyat Indonesia akan tahu ke mana arah politik organisasai itu pada Pemilu mendatang. **
Ahmady, warga pinggiran tinggal di Desa Narorambe, Deli Serdang