Walikota Pematang Siantar Tidak Gentar Menghadapi Pemakzulan, Sebab DPRD Terbukti Pernah Gagal

Sikap para anggota DPRD Pematang Siantar terhadap Walikota dr Susanti Dewayani sungguh sangat garang. Hanya karena masalah perbedaan pendapat soal rotasi ASN, para anggota dewan itu langsung memutuskan untuk memecat Susanti dari jabatan walikota.
Tidak tanggung-tanggung, dari 28 anggota DPRD yang hadir pada sidang paripurna Senin (20/3/2023), sebanyak 27 di antaranya setuju membubuhi tandatangan untuk pemberhentian Susanti dari jabatan Walikota. Hanya satu yang menolak, yaitu anggota DPRD dari Fraksi PAN, Nurlela Sikumbang.
Hari itu juga surat rekomendasi pemecatan Susanti dikirim ke Mahkamah Agung untuk ditelaah lebih lanjut. Putusan MA yang nantinya akan menentukan apakah pemecatan itu diterima atau tidak.
Akar masalah pemecatan itu mencuat karena perbedaan pendapat yang sepele antara eksekutif dan legislative. Di mata para anggota DPRD itu, sejak memimpin pada Februari 2021, Susanti telah melakukan beberapa kesalahan, antara lain:
- Susanti Dewayani bersalah karena melakukan rotasi, mutasi dan demosi ASN pada September 2022 tahun lalu.
- Melakukan pelanggaran dalam pengangkatan dan pemberhentian ASN dari jabatannya. Susanti dianggap melanggar UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN, UU Nomor 30 Tahun 2014, PP Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020, Perpres Nomor 116 Tahun 2022.
Susanti sendiri tidak gentar menghapi tekanan politik itu. Ia menganggap langkah pemakzulan (pemberhentian) dirinya itu sebuah tindakan yang tidak bijaksana tanpa melihat realita yang ada.
Padahal, katanya, persolaan rotasi ASN di lingkup Pemko Pematang Siantar telah ditangani oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Ia sendiri telah mengembalikan 8 orang PNS berdasarkan keputusan Wali Kota Pematang Siantar nomor 800/1368/XII/WK-THN 2022 tentang pengangkatan pegawai Negeri Sipil ke dalam jabatan Administrator dan pengawas di Lingkungan Pemko Pematang Siantar pada tanggal 30 Desember 2022.
“Dapat kami sampaikan usul pernyataan pendapat yang diajukan oleh anggota DPRD Kota Pematang Siantar hari ini tidak relevan diajukan karena permasalahan pengangkatan PNS dalam jabatan tersebut telah dalam penyelesaikan oleh Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia yang merupakan lembaga yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional sebagaimana diatur dalam Undang-undang” terang dr Susanti.
Ia menambahkan, Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian Badan Kepegawaian Negara telah mengundangnya hadir untuk menyampaikan klarifikasi pada 18 November 2022 di ruang rapat Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian BKN Jakarta membahas rotasi yang ia lakukan.
Baca juga: Ini Sosok dr Susanti, Walikota Perempuan Pertama Siantar yang Diusulkan DPRD untuk Dipecat
Berdasarkan pertemuan tersebut pembahasan dilanjutkan kembali melalui rapat zoom yang dilaksanakan pada 14 Desember, di mana yang hadir pada waktu itu adalah Wali Kota, Plt Inspektur dan Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah. Sementara dari BKS hadir Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian Bapak DR Otok Kuswandaru S.Sos, M.Si.
Dari pembahasan yang sudah berjalan, persoalan rotasi pejabat itu dianggap telah selesai. Namun di mata anggota DPRD, masalah itu dianggap merupakan cacat yang tidak bisa dimaafkan. Hal ini yang membuat anggota dewan itu memutuskan untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) membahas langkah pemakzulan Walikota.
Pembentukan Pansus ini sempat mendapat sorotan masyarakat, pasalnya panitia Pansus menghabiskan uang Rp 500 juta untuk biaya pertemuan ini dan itu. Padahal panitia itu hanya berjumlah 9 orang Anggota DPRD.
Namun para anggota DPRD itu tidak peduli dengan kritikan massa. Libido mereka untuk memecat Susanti begitu kuat, sampai-sampai mereka mengerahkan massa untuk berkali-kali mendemo Susanti di kantor Pemko. Sebagaimana yang sudah direkayasa, aksi massa itu menuntut Susanti mundur.
Ironisnya lagi, aksi massa itu sempat menyebarkan fitnah yang tidak mendasar. Misalnya, Susanti disebut menerima gratifikasi saat merotasi pejabat. Yang lebih ironis lagi, suami Susanti disebut-sebut terlibat dalam rotasi pejabat itu.
Semua tuduhan itu sama sekali tidak disertai bukti yang kuat. Susanti hanya bisa mengelus dada. Ia paham betul ada rekayasa yang mencoba merusak namanya di ruang public.
“Sungguh menyakitkan fitnah yang mereka tebarkan,” ujar Susanti.
Dalam menghadapi tekanan itu, Susanti i tidak pernah merasa takut.
“Saya sudah menjalankan kebijakan yang benar. Kalaupun ada kesalahan, semua sudah diperbaiki,” katanya.
Di kalangan masyarakat Pematang Siantar beredar kabar kalau hasrat DPRD memecat Susanti tidak lepas dari permainan orang dalam di lingkungan Pemko. Orang-orang dalam ini adalah titipan dari anggota DPRD itu sendiri.
Saat posisi mereka digeser dari jabatan yang sekarang, orang dalam itu lantas mengadu ke anggota dewan sehingga serangan pun di arahkan ke Susanti.

Pernah gagal Memecat Walikota
Sebenarnya bukan sekali ini saja DPRD Siantar melakukan pemakzulan kepada walikotanya. Sebelumnya kasus yang sama pernah dilakukan para anggota dewan itu kepada Hefriansyah, walikota periode 2017-2022. Kasusnya pun hampir sama. Anggota DPRD yang menjadi actor utamanya juga masih sama dengan yang berkuasa saat ini.
Upaya pemakzulan Herfiansyah terjadi pada rapat paripurna Jumat 28 Februari 2020, dipimpin oleh ketua DPRD Siantar, Timbul Margan Lingga dari Fraksi PDIP. Sosok ini pula yang juga memimpin rapat saat pemecatan Susanti.
Namun upaya DPRD Siantar itu ditolak mentah-mentah oleh Mahkamah Agung. Dalam putusannya MA mengatakan bahwa semua tuduhan yang diarahkan kepada Herfiansyah sama sekali tidak terbukti.
Sekarang, ulah yang sama dilakukan anggota DPRD itu. Motornya tentu saja para politisi PDIP, sebab partai ini yang paling menguasai kursi di DPRD Pematang Siantar. Dari 30 anggota dewan, delapan kursi milik PDIP, menyusul 5 kursi dikuasai Golkar serta 4 kursi milik Nasdem.
Para politisi itu kembali membuat sensasi dengan memecat Susanti dari jabatan walikota. Tidak jelas apakah usaha ini akan membawa hasil.

Namun kalau saja gagal, maka para anggota dewan itu pantas dicap sebagai politisi yang busuk. Mereka terlalu memaksa diri untuk memecat walikota hanya karena orang-orang binaan mereka di eksekutif harus dirotasi.
Susanti sendiri sampai saat ini tetap aktif menjalankan kebijakan pemerintahan. Bahkan sehari setelah muncul rekomendasi pemakzulan dari DPRD, ia kembali melakukan rotasi.
Mungkin saja para anggota DPRD itu semakin kepanasan, sebab bukan tidak mungkin orang-orang mereka Kembali menjadi bagian yang dimutasi itu. (faz)