Kajianberita.com
Beranda Headline Kehadiran Koalisi Besar Membuat posisi PDIP Terpojok, Koalisi Perubahan Lebih Diuntungkan

Kehadiran Koalisi Besar Membuat posisi PDIP Terpojok, Koalisi Perubahan Lebih Diuntungkan

Presiden Joko Widodo dan pimpinan partai politik yang akan menginisiasi terbentuknya Koalisi Besar

Silaturrahmi para tokoh partai politik yang berlangsung di Kantor Partai Amanat Nasional (PAN) pada Minggu (2/4/2023) melahirkan gagasan baru untuk membentuk koalisi besar yang melibatkan partai pendukung Pemerintah, yakni PAN, Golkar, PKB, Gerindra, dan PPP.

Meski tidak dijelaskan secara vulgar, namun dapat dipahami gagasa pembentukan Koalisi Besar itu  mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo. Koalisi ini disebut-sebut akan mengusung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden. Sementara untuk posisi wakil masih dalam pembahasan.

Yang menarik, PDIP tidak terlibat sama sekali dalam Koalisi ini. Langkah ini menunjukkan kalau Jokowi mulai  berani bersikap berbeda dengan partainya.

PDIP sendiri sepertinya akan berjalan dengan permainannya sendiri, sebab sebagai partai besar dengan perolehan suara lebih dari 20 persen di parlemen, mereka memiliki kemampuan mengusung calon presiden.

Dengan terbentuknya Koalisi Besar itu, hampir bisa dipastikan kalau calon presiden yang muncul pada Pemilu mendatang terdiri dari tiga pasang.

Koalisi Perubahan yang merupakan gabungan Partai Nasdem, Demokrat dan PKS sudah terlebih dahulu memastikan untuk mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden. Pendampingnya kemungkinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Deklarasi Pasangan Anies dan AHY akan berlangsung usai lebaran nanti.

Sedangkan Koalisi Besar yang didukung Jokowi sudah tentu mengarahkan suaranya Kepada Prabowo Subianto. Calon pendampingnya sampai sekarang masih menjadi pembahasan.

Setidaknya ada tiga nama yang mencuat, yakni Ketua PKB Muhaimin Iskandar,  Menteri BUMN Eric Thohir  dan juga Gubernur Jawa tengah Ganjar. Namun Jokowi nampaknya lebih condong ke Erick Thohir setelah Ganjar memiliki noda politik karena ia salah satu yang menyampaikan usulan menolak kehadiran Israel  pada Piala Dunia U-20 di Indonesia.

Penolakan Ganjar itu termasuk yang membuat FIFA harus membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah. Jokowi sempat sakit hati dibuatnya, karena perjuangan Indonesia mendapatkan status tuan rumah bukanlah hal mudah. Besar kemungkinan nama Ganjar tidak akan didorong oleh Jokowi.

Bagaimana dengan PDIP?  Dengan terbentuknya Koalisi Besar yang dibacking Jokowi itu,  tak bisa dibantah posisi PDIP kian terjepit.

Sampai sekarang belum ada tanda-tanda kemana arah dukungan PDIP untuk calon presiden yang mereka usung. Ganjar yang sempat digadang-gadang akan diusung PDIP, posisinya masih melayang-layang tidak menentu.

Sementara nama Puan Maharani belum juga mampu menundukkan hati masyarakat. Berbagai survei menunjukkan kalau nilai elektabilitas Puan sangat anjlok, kalah jauh dibanding dua kandidat lainnya.

Kalaupun nantinya PDIP akan mengusung Ganjar Pranowo, mungkin peluang menang akan menipis sebab sebagian besar dukungan itu telah direbut oleh Koalisi Besar. Karena itu, gagasan pembentukan Koalisi Besar ini sebenarnya merupakan salah satu langkah Jokowi yang berpotensi menjatuhkan posisi PDIP.

Apalagi kalau berkaca dari sejarah Pemilu sejak era reformasi, terlihat jelas bahwa belum ada partai yang bisa memenangkan Pemilu Presiden tanpa berkoalisi dengan partai lain. Kalaupun survei menyebutkan nilai elektabilitas PDIP masih tinggi, namun untuk Pemilu Presiden, mereka akan tertatih-tatih dengan hadirnya Koalisi Besar ini.

Kalau saja PDIP tetap berjalan dengan keinginannya sendiri, yang justru sangat diuntungkan adalah Koalisi Perubahan, karena kekuatan mereka lebih solid. Sementara kekuatan partai pendukung pemerintah akan terpecah.  Sudah tentu hal ini membuat posisi Anies Baswedan berada di atas angin.

Salah satu opsi terbaik bagi PDIP adalah  bergabung dengan koalisi yang ada. Kalau scenario ini berjalan, opsi yang memungkinkan bagi PDIP adalah bergabung dengan koalisi besar yang digagas Jokowi. Mereka harus mengalah tunduk kepada  gagasan yang dibangun Jokowi dan kelompoknya.

Masalahnya, PDIP tidak mungkin bisa menggeser posisi Prabowo dari kursi calon presiden yang diusung Koalisi besar itu. Paling PDIP hanya bisa mendapatkan posisi bakal calon wakil presiden. Kalau opsi ini yang diambil, nama Ganjar mungkin sosok yang mereka andalkan.

Tapi secara elektabilitas, keputusan merapat dalam Koalisi Besar akan memperlemah PDIP, sebab mereka berada di bawah bayang-bayang Gerindra yang menjadi motor utama koalisi itu. Hal inilah yang membuat pisisi PDIP dalam dilema.

Kalau mereka maju sendiri,  posisinya akan lemah sebab sebagian besar kekuatan politik mereka telah dipindahkan Jokowi ke Koalisi Besar. Tapi kalau tetap maju sendiri, peluang menang akan tipis.

Berkaca kepada karakter Megawati yang selama ini menolak berada di bawah bayang-bayang Jokowi, maka bisa saya Yakini kalau  hubungan PDIP dan Jokowi tidak akan baik-baik saja. Apalagi Jokowi sendiri pun cukup sakit hati dengan kebijakan partainya yang berperan besar membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.

Karena itu sangat menarik melihat langkah PDIP ke depan. Kalaupun mereka tetap maju dengan kekuatan sendiri, sebenarnya hal itu sangat baik bagi demokrasi, karena akan membuat Pemilu semakin berwarna.

Semuanya tergantung Kepada ketua Umumnya Megawati. PDIP hanya diberi dua opsi,  mengalah dan tunduk Kepada keinginan Jokowi untuk mendukung Prabowo, atau maju sendiri dengan peluang yang tipis.

Ahmady, warga pinggiran Desa Namorambe, Deli Serdang

 

 

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan