Kajianberita.com
Beranda Daerah Lima Tahun di Bawah Kepemimpinan Affan Alfian Bintang, Kota Subulussalam Merosot Tajam

Lima Tahun di Bawah Kepemimpinan Affan Alfian Bintang, Kota Subulussalam Merosot Tajam

Wajah Kota Subulussalam yang tidak mengalami perkembangan selama lima tahun terakhir

Subulussalam layak menjadi perhatian nasional, sebab kota ini memiliki luas wilayah terbesar di Indonesia. Menurut  BPS, luas Kota Subulussalam mencapai 1.391 km² dengan  populasi berkisar 92.671 jiwa. Meski tercatat sebagai kota terbesar, namun selama di bawah kepemimpinan Affan Alfian Bintang- Salmaza hasil Pilkada 2019, pembangunan kota ini seakan diam tak bergerak. Bukannya maju, malah Kota Subulussalam kian tertinggal.

Tidak ada sesuatu yang signifikan yang dilakukan kepala daerah  untuk membangun Subulussalam selama lima tahun terakhir. Juga tak ada satupun program pembangunan yang bisa diandalkan di kota itu. Ironisnya, Subulussalam justru terkenal dengan angka stunting yang sangat tinggi di Aceh. Bahkan salah satu yang tertinggi di Indonesia.

Sampai akhir 2023, stunting di Subulussalam mencapai 47,90 persen. Angka ini mengalami kenaikan dibanding 2022 yang kala itu berkisar 41,80 persen. Kenaikan ini menunjukkan  Pemko Subulussalam sama sekali tidak memberi perhatian bagi kesehatan anak dan generasi muda.

Stunting merupakan penyakit yang mengganggu pertumbuhan anak sejak kecil. Stunting tidak hanya membuat tubuh anak lebih pendek, tapi juga dapat menurunkan tingkat kecerdasan anak. Hal itu yang membuat sumber daya manusia Indonesia menjadi tidak kompetitif di banding negara lain. Stunting merupakan penyakit masa depan yang bisa merusak kualitas generasi muda.

Penanganan stunting sudah menjadi program prioritas nasional sejak lima tahun terakhir. Namun Pemko Subulussalam sama sekali tidak peduli dengan program ini sehingga sekarang ini kota itu tercatat memiliki angka stunting cukup tinggi di Indonesia.

Angka stunting Kota Subulussalam sangat jauh dibanding angka stunting nasional yang kini justru menurun menjadi 21,6 persen. Buruknya stunting di Kota Subulussalam semakin memperberat langkah Aceh  menurunkan stunting di provinsi itu hingga ke titik 14 persen.

Tidak heran jika Kota Subulussalam menjadi salah satu yang mendapat warning dari Kementerian Dalam Negeri. Pemko ini juga mendapat peringatan dari Pemerintah Aceh agar menurunkan angka stuntingnya. Namun Walikota Affan Alfian Bintang sama sekali tidak  peduli dengan peringatan itu. Bisa jadi ia tidak paham dengan masalah stunting, sehingga tidak paham dalam penanganan penyakit itu.

Tak heran jika kecaman masyarakat Kota Subulussalam kepada Affan Alfian dan Salmaza  mencuat di mana-mana. Hal ini mendorong masyarakat untuk tidak mau lagi memilih keduanya pada Pilkada 2024.

Sistem Pemerintahan di Kota Subulussalam kian kacau balau setelah Affan Alfian sebagai walikota tidak lagi kompak dengan wakilnya Salmaza. Affan Alfian cenderung ingin mengendalikan sendiri sistem pemerintahan tanpa melibatkan wakilnya. Hal itu yang membuat sistem Pemerintahan tak berjalan sebagaimana semestinya. Di mata masyarakat, Affan lebih dikenal sebagai pengusaha ketimbang paham di bidang pemerintahan.

Ironisnya lagi, sistem kontrol dari DPR Kota Subulussalam tidak berjalan  mengingat Ketua DPRK setempat dijabat oleh Ade Fadly Pranata Bintang yang tidak lain merupakan anak dari  Affan Alfian Bintang.

Banyak anggota DPRK kesal dengan sistem kontrol yang lemah itu. Tidak jarang suara kritis anggota DPRK selalu dihambat oleh Ketua DPRK. Kondisi ini tentu bisa dipahami, sebab sebagai ketua DPRK,  Ade Fadly Pranata Bintang tentu ingin melindungi ayahnya dari sikap kritis anggota dewan.

Akibatnya, sistem pemerintahan di kota Subulussalam berjalan sangat buruk karena factor kekuasaan keluarga yang sangat dominan.  Bukan hanya satu orang saja anak dari Affan Alfian yang duduk di DPRK, tapi dua. Selain Ade Fadly Pranata Bintang yang menjabat ketua DPRK, ada pula Ade Rizky Bintang yang duduk di Fraksi Hanura.  Partai Hanura memang tampil unggul di Kota Subulussalam pada Pemilu 2019 bekat dukungan finansial keluarga Bintang.

Suksenya Partai Hanura di kota itu membuat keluarga Bintang sangat dominan dalam sistem Pemerintahan. Padahal keluarga ini adalah pendatang dari Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

Affan Alfian Bintang dijuluki sebagai Walikota terburuk dalam sejarah oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Subulussalam.

Sayangnya kekuasaan keluarga Bintang itu tidak dapat disandingkan dengan  kekuatan politik  untuk memajukan Kota Subulussalam. Sampai-sampai Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Subulussalam (AMPes) menjuluki Affan Alfian sebagai Walikota Terburuk dalam sejarah Kota Subulussalam.

Survei yang dilakukan AMPeS terhadap tingkat kepuasaan masyarakat menunjukkan kalau masyarakat  Kogta Subulussalam yang puas atas kinerja Affan Alfian-  Salmaza hanya 9,74 persen. Sedangkan 90,26 persen lainnya merasa kecewa.

Bahkan tidak sedikit ASN di Pemko Subulussalam kesal dengan gaya kepemimpinan kedua tokoh itu. Sejak terbentuk pada 2007, baru di masa kepemimpinan Affan Alfian-Salmaza,  ASN di Kota Subulussalam pernah mengalami penundaan gaji. Defisit Kota Subulussalam juga melambung tinggi mencapai lebih Rp 200 miliar. Sampai-sampai ASN di kota itu pernah mogok kerja. Sungguh memprihatinkan.!

Selama masa kepemimpinan Affan Alfian-Salmaza bukan hanya stunting saja yang merosot, pertumbuhan ekonomi juga menurun. Begitu juga Indeks Pembangunan manusia (IPM) Kota Subulussalam yang kian anjlok, dari 65,27 pada tahun 2021 menjadi 69,66 pada 2023.  IPM merupakan parameter untuk mengukur akses penduduk terhadap pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Data-data itu menunjukkan betapa buruknya kondisi Kota Subulussalam dalam lima tahun terakhir. Itu sebabnya rakyat Subulussalam sangat tidak sabar menunggu berakhirnya masa kepemimpinan Affan Alfian dan Salmaza yang akan digantikan oleh seorang Pj Walikota pada April mendatang.***

Fajar Affandi (pengamat Otonomi Daerah Aceh)

 

 

 

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan