Tiga Nama Bersaing Dapatkan Rekomendasi PDIP di Pilkada Medan, Akhyar Nasution Posisi Teratas
Dari semua partai yang meraih kursi di DPRD Medan, PDIP merupakan partai besar yang belum memutuskan sosok yang akan didukung pada Pemilihan walikota (Pilkada) Medan 2024. Ada tiga nama yang mencuat untuk mendapatkan dukungan itu, yakni Akhyar Nasution, Ridha Dharmajaya dan Rahudman Harahap.
Dari ketiga nama itu, sosok yang bersaing ketat tampaknya mengarah pada dua nama, yakni Akhyar Nasution dan Ridha Dharmajaya. Sementara peluang Rahudman lebih kecil karena terkait persoalan hukum yang dialaminya di masa lalu.
Meski demikian Rahudman sepertinya tidak mau menyerah. Terbukti, selama sepekan ini ia terus mondar mandir di kantor DPP PDIP Jakarta guna melobi pihak-pihak tertentu guna mendapatkan dukungan. Semangat Rahudman itu ditopang dengan keuangannya yang cukup besar. Lagipula ia merasa sudah terdaftar sebagai kader PDIP Sumut.
Sejauh ini, dari ketiga nama itu, posisi Akhyar Nasution lebih menonjol karena ia punya banyak pendukung di tingkat elit DPP PDIP. Kabarnya tokoh-tokoh sepuh partai, seperti Panda Nababan, termasuk Sekjen Hasto Kristianto memihak kepadanya. Dukungan kepada Akhyar dianggap sebagai upaya rekonsiliasi kedua pihak pasca Pilkada 2020 lalu.
Akhyar Nasution pada dasarnya adalah kader sejati PDIP. Bahkan ia tergolong sosok reformis yang aktif membela Megawati saat dirongrong kekuasaan Soeharto pada masa Orde Baru. Ayahnya juga merupakan pengurus PNI di tingkat cabang Kota Medan dan pendukung fanatic ajaran Soekarno.
Secara genetic, Akhyar Nasution adalah kader PDIP murni. Ia merintis karir politik di partai itu sejak mahasiswa, mulai dari pengurus ranting, pengurus cabang hingga pengurus DPD PDIP Sumut. Akhyar pada dasarnya merupakan politisi senior yang cukup disegani di PDIP karena perjalanan karirnya yang panjang di partai itu.
Hubungan Akhyar dan PDIP mulai mengeruh setelah munculnya sosok Bobby Nasution yang mengandalkan kekuatan mertuanya, Presiden Joko Widodo. Bobby yang awalnya tidak berpengalaman dalam partai politik, lantas dikarbit untuk menjadi kader PDIP. Beberapa hari kemudian PDIP membuat pernyataan mendukung Bobby maju pada Pilkada Kota Medan 2020.
Tak pelak lagi, hadirnya sosok anak ingusan Bobby Nasution telah merusak hubungan Akhyar Nasution dengan PDIP. Apalagi saat itu Akhyar menjabat sebagai Pj Walikota Medan. Naiknya Akhyar sebagai Wakil walikota Medan — kemudian promosi sebagai Pj Walikota Medan pasca ditangkapya walikota Dzulmi Eldin oleh KPK pada Oktober 2020 – membuat peluangnya maju pada Pilkada 2020 sangat besar. Dalam kacamata normal, seharusnya PDIP mendukung Akhyar maju kembali pada Pilkada Medan 2020.
Namun karena pengaruh Jokowi yang mendorong menantunya naik sebagai walikota Medan, merusak langkah politik Akhyar bersama PDIP. Merasa harga dirinya direndahkan, Akhyar kemudian memilih keluar dari partai itu untuk tetap maju pada Pilkada Medan dengan mengandalkan dukungan dari Partai Demokrat dan PKS.
Sayangnya, perjuangan Akhyar gagal karena ia dikalahkan secara curang oleh tangan-tangan penguasa. Tak bisa dibantah, Pilkada Kota Medan 2020 pada dasarnya bukanlah persaingan Akhyar melawan Bobby Nasution, tapi bersaing Akhyar melawan jaringan penguasa. Ia dicurangi di sana sini. Kala itu semua elemen negara bermain untuk memenangkan Bobby Nasution.
Setelah dikalahkan secara paksa, Akhyar kemudian bergabung sebagai pengurus Partai Demokrat Sumut. Seraya tetap berpolitik, ia banyak terlibat dalam kegiatan lingkungan dan aktif dalam organisasi sosial masyarakat.
Namun semangat Marhaens yang mengalir pada dirinya terap tidak bisa dihilangkan, sehingga Akhyar pun merasa bahwa ia sebenarnya tidak cocok bergabung ke partai lain, selain PDIP. Oleh karena itu, pasca Pemilu 2024 ada upaya Akhyar untuk bergabung kembali ke partai yang membesarkannya itu. Terlebih PDIP mengaku menyesal telah mendukung Bobby Nasution pada Pilkada Medan 2020.
PDIP merasa dirugikan sebab pada akhirnya Bobby Nasution telah berkhianat kepada partai itu. Tidak hanya Bobby, semua keluarga Jokowi telah mengkhianati PDIP. Padahal mereka semua naik ke pentas politik berkat dukungan PDIP.
Rasa menyesal PDIP itu membuka kembali peluang terjalinnya hubungan mesra antara Akhyar Nasution dengan PDIP. PDIP menyesal telah menghukum Akhyar, sedangkan Akhyar juga menyesal telah meninggalkan PDIP.
Hubungan keduanya mulai erat menjelang Pilkada 2024 ini. Ada keinginan sejumlah elit DPP PDIP di tingkat pusat untuk mendorong kembali Akhyar Nasution maju pada Pilkada Kota Medan. Selain berpengalaman, citra Akhyar sebagai mantan walikota juga sangat baik.
Meski sempat ada upaya penguasa untuk menjerat Akhyar dalam kasus korupsi, tapi tidak pernah sekalipun bisa ditemukan bukti-bukti kalau ia terlibat penyalahgunaan kewenangan. Akhyar merupakan sosok yang bersih dari segala manipulasi kekuasaan saat menjabat sebagai Wakil Walikota Medan, Pj Walikota dan kemudian dilantik sebagai Walikota Medan selama sepekan.
Namun langkah Akhyar maju pada Pilkada 2024 di Kota Medan mendapat saingan dari Ridha Dharmajaya, dosen Fakultas Kedokteran USU yang mendapat dukungan dari sejumlah pengurus di tingkat DPD PDIP Sumut. Tak bisa disangkal, persaingan kedua tokoh ini menjadi perdebatan ketat hingga tingkat DPP PDIP di Jakarta.
Sempat muncul usulan agar Akhyar maju sebagai walikota didampingi Ridha sebagai wakilnya. Namun pihak Ridha menolak. Mereka ngotot tetap maju sebagai calon walikota.
Sampai saat ini persaingan kedua nama ini masih jadi perbincangan di tingkat DPP PDIP. Meski demikian, nama Akhyar sedikit di atas angin karena dalam beberapa survei, elektabilitasnya lebih tinggi . Sedangkan nama Rahudman sepetinya sudah out dari persaingan.
Paling tidak pekan depan PDIP harus telah memutuskan siapa dari dua nama itu yang akan mereka dukung maju merebut posisi walikota Medan. Jika PDIP mendukung Akhyar maju pada PIlkada Medan, peluang merebut kursi walikota tentunya akan lebih besar sebab selain senior dan berpengalaman, Akhyar sosok nasionalis yang diterima lapisan masyarakat Kota Medan. ***