Bawaslu akan Kumpulkan Semua Kades di Sumut untuk Diminta Tidak Berpihak pada Pilkada
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menginstruksikan kepada seluruh jajaran Bawaslu di Sumatera utara agar mengumpulkan kepala desa (kades) guna melakukan sosialisasi pencegahan keberpihakan terhadap pasangan calon dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Selain wilayah Sumut, perintah yang sama juga disampaikan Bawaslu untuk wilayah Indonesia lainnya.
Anggota Bawaslu RI Puadi mengatakan keberpihakan kepala desa menjadi salah satu permasalahan yang banyak terjadi jika mengacu terhadap pengalaman pada Pilkada 2020, sehingga daerah perlu gencar menyerukan tentang netralitas kepada aparatur pemerintahan di tingkat paling bawah tersebut.
Persoalan ini paling menonjol di Sumatera Utara. Banyak kepala daerah incumbent yang maju lagi pada Pilkada 2024 memaksa para kepala desa untuk mendukungnya.
Kasus paling menonjol terjadi di Kota Medan saat pemilu yang lalu. Bukan hanya Kepala Desa saja yang diminta berpihak, tapi juga kepala lingkungan (Kepling).
Pada Pilkada 2024 ini diperkirakan aksi yang sama akan terjadi, apalagi Bobby Nasution kembali mencalonkan diri pada Pilgubsu. Mencuat kabar kalau Pj Gubernur Sumut dan Pj kepala daerah di tingkat Kabupaten/kota sudah dimobilisasi para kepala desa untuk mendukung Bobby Nasution. Ironisnya tidak hanya para pejabat daerah yang bermain, ada juga petinggi Polisi.
Hal ini yang diminta Bawaslu agar jangan sampai terjadi. Bawaslu meminta agar seluruh kepala desa di semua wilayah dipanggil untuk diminta jangan mau berpihak pada Pilkada mendatang. Kepala Desa yang berpihak akan berpotensi terkena sanksi hukum.
“Tindak pidana yang banyak terjadi berkaitan tentang keberpihakan para kepala desa,” kata Puadi saat Rapat Koordinasi Sentra Gakkumdu se-Sumatera Utara di Medan, Sumatera Utara, Kamis 29 Agustus, disitat Antara.
Sejauh ini Bawaslu sudah melakukan sosialisasi dengan konsep klinik penegakan hukum. Hal itu merujuk timbulnya masalah keberpihakan dari kepala desa, di Pilkada 2020 juga sempat terjadi kasus politik uang serta pencoblosan lebih dari satu kali.
Untuk itu, menurutnya, Bawaslu juga telah mematangkan regulasi bersama DPR RI, melalui perubahan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2020 guna mencegah potensi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi selama tahapan Pilkada.
Sejauh ini, dia mengatakan Bawaslu sudah memetakan kerawanan di seluruh provinsi dan kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pilkada. Pemetaan itu menurutnya di bagi ke dalam beberapa tahap, mulai dari tahap pencalonan, kampanye, pemungutan suara, hingga penghitungan suara.
Menurutnya, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari unsur Bawaslu, kepolisian hingga kejaksaan, rajin berkoordinasi satu sama lain guna mencegah celah pelanggaran pemilu, di samping melakukan pencegahan.
“Nah, pada hari ini (29/8) memasuki hari terakhir pendaftaran. Saya mengajak pada jajaran para pengawas pemilu untuk konsentrasi mengawasi tahapan pencalonan tersebut,” kata dia.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Kepala Desa adalah sasaran penguasa pada setiap Pemilu dan Pilkada. Mereka ditekan untuk meminta warga di desanya memilih kandidat tertentu. Jika tidak, jabatan mereka sebagai kepala desa akan terancam. Bisa jadi akan dicopot.
Begitu juga dengan kepala lingkungan, wajib harus memenangkan kandidat tertentu. Malah para Kepling dipatok target untuk memberikan suara minimal 100 suara di setiap TPS yang ada di wilayahnya. Dan biasanya yang memaksa para pemerintah desa ini adalah pihak penguasa. Tidak heran jika tekanan terhadap kepala desa dan Kepling ini disebut sebut sebagai senjata bagi penguasa untuk menang dalam setiap Pemilu. (Voi)