Banjir Medan Membuat Tim Bobby Kalap, Lalu Berusaha Cari Alasan Menyalahkan Pihak Lain
Banjir besar yang melanda Kota Medan baru-baru ini masih menyisakan kegelisahan bagi walikota Medan, Bobby Nasution dan para pendukungnya. Mereka benar-benar kalap karena tidak mampu untuk membela diri dari berbagai kecaman warga. Apalagi di media sosial beredar video tatkala Bobby berkampanye pada Pilkada 2020 lalu dengan ucapan, “ Kalau ingin Medan bebas dari banjir, pilihkan Bobby-Aulia,” ujar Bobby Nasution.
Pada kenyataannya, Bobby tidak mampu membuktikan janjinya itu. Yang terjadi, banjir di Kota Medan kian parah. Sampai-sampai kantor Gubernur Sumut di Jalan Diponegoro yang selama ini tidak pernah tersentuh banjir, justru menjadi salah satu pusat genangan air.
Liciknya, tim Bobby mulai mencari celah untuk menyalahkan orang lain dari kehancuran wajah Kota Medan itu. Mereka menuding faktor penyebab banjir adalah akibat kegagalan dari pihak lain, termasuk Edy Rahmayadi saat sebagai Gubernur Sumut.
Padahal Gubernur Sumut sama sekali tidak berurusan dengan masalah penanganan banjir Kota Medan. Urusan menata wajah kota sepenuhnya merupakan tanggungjawab Walikota.
Pada saat Edy Rahmayadi menjabat gubernur, faktor kelemahan penanganan banjir di Kota Medan sudah terlihat jelas, sehingga pada Juli 2019 Edy Rahmayadi harus turun tangan membentuk kelompok kerja (Pokja) yang melibatkan lintas organisasi untuk bekerjasama menangani masalah ini. Sampai-sampai tim kelurahan juga terlibat dalam pokja itu. Pokja bekerja sampai akhir tahun 2022.
Saat Pokja dibentuk, penanganan banjir di Kota Medan mulai membaik. Edy Rahmayadi berharap program itu dapat diteruskan Pemko Medan.
Masalahnya, Bobby tidak punya pemahaman yang cukup dalam menata wajah kota sehingga ia tidak peduli dengan keberlanjutan kinerja Pokja itu. Alhasil, dua tahun kemudian, banjir besar melanda sebagian besar wajah kota Medan. Kantor Gubernur Sumut sampai merasakan imbasnya.
Karuan, kepemimpinan Bobby banyak mendapat kecaman dari publik. Berbagai caci maka diarahkan kepada Bobby melalui kolom komentar instagramnya.
Para buzzer yang dibentuk untuk membela Bobby sampai kewalahan membalas komentar tersebut. Mereka berusaha melawan setiap komentar buruk terhadap Bobby, tapi tetap saja gagal karena kecaman datang bertubi-tubi.
“Dasar pemimpin karbitan,” ujar @djajuli dalam komentarnya di Instagram @#bobbynst.
“Selamat ikut kembali Pilkada 2024, tapi jangan sampai menang ya. Jadi hancur Sumut ini,” tulis @finshu.
Merasa tidak mampu menghadapi kecaman tersebut, tim pemenangan Bobby Nasution mulai melakukan perlawanan. Mereka lantas mencari-cari alasan untuk menuding Edy Rahmayadi sebagai salah satu pihak penyebab gagalnya penanganan banjir di Sumut.
Mereka mengundang media tertentu untuk menyudutkan Edy Rahmayadi. Serangan ini tentu saja sangat aneh, sebab Edy Rahmayadi sudah lebih dari satu tahun meninggalkan tugas sebagai gubernur Sumut. Kalaupun ia pernah membentuk Pokja penanganan banjir, tugas kelompok itu sudah berakhir pada 2022. Pokja itu sifatnya membantu Pemko Medan, bukan mengambil alih tugas Pemko Medan.
Tidak heran jika serangan kepada Edy Rahmayadi sebagai penyebab banjir Medan membuat banyak orang terbahak-bahak. “Ada-ada saja tim Bobby itu!” ujar Rizal, salah seorang pegiat lingkungan di Sumut.
Selama menjabat sebagai walikota, Bobby nasution tidak hanya gagal menangani persoalan banjir. Ia juga sukses merusak wajah kota Medan. Lapangan Merdeka hancur lebur, Stadion Teladan rusak parah, Proyek Islamic Center tak jelas.
Sekarang malah warga Medan diadu dengan juru parkir sehingga pertengkaran antara warga dan juru parkir merupakan pemandangan yang terjadi di Medan sehari-hari. Wajah Medan di tangan Bobby Nasution benar-benar sangat memprihatinkan.
Belakangan ini Bobby dan pendukungnya mulai akrif mengampanyekan program bus Listrik yang ada di Kota Medan. Mereka berharap kehadiran bus itu menjadi gambaran suksesnya kepemimpinan Bobby selama ini.
Namun bagi warga yang cerdas tentunya paham bahwa program bus listrik di Medan bukanlah karya Pemko Medan. Program itu adalah proyek dari pusat milik Kementerian Perhubungan yang dijalankan di sejumlah kota besar di Indonesia.
Selain Kota Medan, operasional bus listrik juga dijalankan di Kota Jakarta, Semarang, Makassar, Surabaya, dan Bandung.
Hanya saja Bobby mencoba menumpang nama di balik kehadiran bus itu dengan menempel slogan #Medanberkas di dinding bus tersebut. Padahal kehadiran bus itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan program Bobby Nasution. ***