Ekonom Faisal Basri Berpulang, Ia Sempat Bertekad Membantu Kampanye Edy Rahmayadi di Pilgubsu 2024
Kabar itu sangat mengejutkan para pegiat ekonomi dan lingkungan Indonesia. Kamis pagi ini (5/9/2024) Ekonom ternama Faisal Basri bin Hasan Basri Batubara telah berpulang setelah mendapat perawatan selama empat hari di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta. Faisal merupakan ekonom berdarah Mandailing yang merupakan cucu dari Adam Malik Batubara, wakil presiden Indonesia (1978-1983).
Nama Faisal belakangan ini kerap menjadi perbincangan karena ia begitu berani membeberkan kebobrokan ekonomi nasional di masa Pemerintahan Joko Widodo. Bahkan ia merupakan orang pertama yang membongkar keterlibatan menantu Jokowi, Bobby Nasution dalam kasus penyelundupan nikel ke China.
“Saya berani mengatakan itu karena saya punya data. Saya tidak asal ngomong saja,” katanya. Malah Faisal menegaskan kalau ia mendapat data itu dari KPK.
“Jadi KPK sebenarnya sudah tahu soal permainan anak dan menantu Jokowi merusak bisnis di negeri ini. Cuma saja mereka belum berani bertindak,” katanya.
Di masa Pemerintahan Jokowi, semua sistem negara memang berada di bawah kendali penguasa, termasuk KPK, Kejaksaan, Kapolisian dan lainnya. Para politisi juga tersandera dengan berbagai kasus sehingga tidak ada yang berani melawan Jokowi.
“Itulah liciknya Jokowi ini, semuanya bisa ia sandera,” ujar Faisal Basri.
Ketika mendengar Bobby Nasution akan bersaing pada kontestasi Pemilihan gubernur Sumatera Utara pada Pilkada 2024, Faisal Nasution terlihat cukup geram. Ia merasa ambisi menantu Jokowi itu harus dihentikan.
“Kita jangan membiarkan Sumut hancur di tangan dinasti politik Jokowi. Kita harus menghadang itu,” tekadnya.
Rencananya Faisal Basri akan datang lagi ke Medan pada akhir September untuk mendukung pencalonan Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut. Langkah itu ia lakukan karena ia tidak rela Sumatera Utara berada di bawah kenali dinasti politik Jokowi.
“Saya ini asli darah Sumatera Utara. Kampung saya di Mandailing sana. Saya tidak rela daerah ini rusak oleh pemimpin karbitan yang terlibat berbagai manipulasi,” katanya.
Di sisi lain ia mengaku mengenal sosok Edy Rahmayadi sebagai pemimpin yang punya konsep pembangunan nyata. Edy juga sangat memberi perhatian pada kebijakan otonomi daerah sehingga kewenangan daerah dalam mengendalikan sistem pemeritnahan lebih kuat.
“Saya dan Pak Edy pernah berbincang cukup lama waktu ada acara di USU beberapa tahun lalu. Saya melihat visinya terhadap otonomi daerah sangat kuat,” ujar Faisal.
Faisal Basri memang merupakan ekonom yang sangat gigih memperjuangkan kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Belakangan ini ia memberi perhatian khusus kepada isu tambang. Ia mengkritik keras sistem perizinan itu karena telah banyak dirampok oleh Pemerintah pusat.
“Negeri kita rusak, salah satunya karena permainan tambang. Keluarga Jokowi termasuk salah satu pemainnya,” ujar Faisal Basri.
Persoalan tambang ini yang membawa Faisal pada 28 Agustus lalu berangkat melakukan peninjauan ke Dairi. Ada izin tambang baru yang keluar di sana. Sebagai ahli ekonomi yang terlibat kerjasama dengan beberapa NGO, Faisal merasa penting untuk mendapatkan langsung data tambang itu di lapangan.
Faisal sempat dua hari menginap di Sidikalang sebelum ia menuju Medan pada Jumat, 30 Agustus 2024 untuk berangkat kembali ke Jakarta pada keesokan harinya. Saya dan sahabat saya Irman sempat menemuinya di Hotel JW Marriot beberapa jam sebelum ia terbang ke Jakarta pada Sabtu siang 31 Agustus 2024.
Kala itu terlihat sekali kalau kondisi kesehatan Faisal Basri cukup menurun. Saat berjalan dari lift menuju lobby, ia sempat sempoyongan. Hampir saja terjatuh, tapi ia tetap berusaha tegak.
Rencananya kami akan mengajak ia menikmati masakan khas Medan di kawasan kota. Tapi karena kesehatannya tidak mendukung, Faisal meminta sebaiknya ngobrol di restoran hotel saja.
“Mata saya agak kabur. Saya malah sempat kehilangan orientasi saat turun dari lift tadi. Saya kira hari sudah malam, tak taunya masih siang,” ujarnya.
Faisal turun dari kamarnya seraya membawa koper dan rangsel karena segera berangkat siang itu kembali ke Jakarta.
“Nanti antar saya ke stasion kereta ya,” ujarnya.
“Tenang bang, kami antar langsung ke Bandara Kualanamu,” ujarku.
“Nggak usah, saya lebih suka naik kereta. Lebih pasti, lebih santai,” katanya.
Kami pun sempat berbincang ringan di restoran sambil menikmati lontong ala JW Marriot yang tentu saja tidak seenak lontong di pinggir jalan.
“Kesehatan saya menurun sejak dua bulan terakhir ini. Ada yang mengatakan kalau saya mungkin terkena guna-guna karena terlalu sering mengkritik penguasa,” katanya.
Entah itu bercanda atau tidak, Faisal Basri menyampaikan keluhan itu dengan sangat serius. Saat makan satu suap lontong yang tersaji di atas meja, Faisal Basri sempat terbatuk dan muntah. Namun ia berusaha menelan kembali muntahnya itu. Mungkin ia berusaha membuat kami tenang.
Tampak sekali ia berusaha untuk tetap nyaman saat berbincang. Melihat kondisinya yang kurang fit, aku dan Irman tidak banyak cerita yang berat-berat. Kami lebih perhatian pada fisiknya yang cukup menurun. Suaranya pun sangat pelan sehingga perlu konsentrasi penuh untuk bisa mendengar setiap ucapannya.
Kebetulan Irman masih memiliki hubungan saudara cukup dekat dengan beliau. Mereka sempat berbincang menanyakan kabar kerabat yang lain. Keduanya sama-sama berasal dari tanah Mandailing.
Faisal Basri sejatinya bermarga Batubara. Namun ia enggan melekatkan marga itu pada namanya. Semua anak-anaknya juga tidak ada yang mencantumkan marga Batubara pada nama mereka.
Aku sempat bercanda, “ Bang, kalau abang tinggal di Sumut, pasti abang sudah dimarahi para tokoh adat di sini. Harusnya dipakailah marga itu,”
Faisal menjawab santai, “Aku tak mau marga itu terlalu diobral murah. Biarkan dia melekat pada darah dan sejarah. Tapi semua anak saya tahu kalau kami adalah Batubara asal Mandaling,” katanya.
Saat asyik berbincang, Faisal Basri beberapa kali terlihat mengeluh soal perutnya yang terasa sakit. Bahkan ia sempat tertidur di kursi seraya tangannya bersender di atas handle koper yang ada di sampingnya. Saya dan Irman tidak berani mengganggu lagi. Tanda-tanda kelelahan tampak sekali pada dirinya.
Selang 10 menit kemudian, ia terbangun dari tidurnya. Kami pun tak mau mengajaknya berbicara panjang lebar lagi karena waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 wib. Sementara pesawatnya akan berangkat ke Jakarta pada pukul 16.44 wib.
“Bang, sebaiknya kita berangkat sekarang saja. Yuk kami antar ke stasion kereta,” ujar Irmansyah.
Kami pun beranjak menuju mobil yang parkir di belakang. Aku terpaksa harus memegang kopernya karena Faisal Basri terlihat agak kesulitan berjalan. Sesampai di gerbang stasion di Jalan Jawa, aku segera meminta satpam untuk mengawalnya naik ke atas. Itulah momen pertemuan kami terakhir dengan ekonom ternama itu.
Ketika kami berpisah di stasion kereta, Irman sempat mengingatkan Faisal segera memeriksakan diri ke dokter. Faisal mengangguk setuju. Setelah kondisinya normal, Faisal berjanji segera kembali ke Medan untuk menghadiri beberapa pertemuan di kampus.
“Pokoknya kalian tentukan saja tanggalnya lebih awal, saya siap datang. Saya akan paparkan kebobrokan ekonomi Indonesia di masa Pemerintahan Jokowi ini kepada para mahasiswa di Medan,” ujarnya.
Kami memang sudah berencana membawa Faisal Basri memberikan kuliah umum di 5 kampus di Sumut. Kami sangat yakin, akan ada banyak sekali informasi menarik yang bisa ia sampaikan, termasuk soal penyelundupan nikel yang melibatkan menantu Jokowi, Bobby Nasution.
Namun rencana itu akhirnya kandas setelah Kamis pagi (5/9/2024) aku mendengat kabar kalau Bang Faisal Basri Batubara kembali ke pangkuan Allah SWT di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta.
Innalillahi wa innalilahi rajiun. Telah berpulang satu orang cerdas, jujur dan baik hati di negeri ini. Faisal dikenal sebagai ekonom yang idealis dan terpercaya. Semua analisisinya selalu dilengkapi dengan data.
Ia merupakan dosen ekonomi yang cukup disegani di Universitas Indonesia, sekaligus salah satu pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), lembaga riset independen dan otonom yang berdiri pada Agustus 1995 di Jakarta.
Faisal Basri lahir di Bandung pada 6 November 1959. Istrinya Syahfitri Nasution adalah boru tulangnya (pariban) yang juga sama-sama berasal dari Bandung. Faisal meninggalkan tiga anak yang kesemuanya sudah dewasa. Anak tertuanya tengah berkarir di Singapura.
Selamat Jalan bang Faisal. Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik untukmu.
Ahmady