Citranya Mulai Menurun, Bobby Mendekat ke Basis HKBP Melalui Sekda Togap Simangunsong

Sebarkan:
Togap Simangunsong saat menghadiri salah satu kegiatan HKBP di Kalimantan. Togap yang saat ini menjabat sebagai staf ahli Mendagri akan dilantik sebagai Sekda Provinsi Sumut pada 11 Juli mendatang. Ia akan menjadi pintu masuk bagi Gubernur Bobby Nasution untuk mendekat ke basis HKBP

Munculnya tuduhan kasus korupsi yang bertubi-tubi mendera dirinya, mau tidak  mau membuat citra Bobby Nasution sebagai gubernur Sumut semakin menurun. Sebagai kepala daerah yang merupakan titipan dari atas, situasi itu pasti akan mengusiknya, apalagi mertuanya Joko Widodo tidak lagi menjabat presiden.

Bobby tentunya sadar dengan kondisi ini.  Oleh karena itu, ia perlahan-lahan mulai membangun kekuatan dari bawah, kekuatan yang selama ini ia abaikan. Sebelumnya, Bobby sama sekali tidak pernah memperhatikan kekuatan arus bawah ini karena ia percaya diri, semuanya bisa dikendalikan melalui tangan-tangan kekuasaan.

Tidak bisa dibantah, Bobby adalah pemimpin karbitan yang merebut peluang menjadi kepala daerah berkat pernikahannya dengan putri Jokowi, Kahiyang Ayu. Saat bersaing pada Pilkada Medan, Bobby sama sekali tidak mengandalkan basis massa. Dukungan dari para ASN, Partai Coklat dan aspek kekuasaan merupakan senjata utamanya.

Dalam teori kekuasaan, Pemilu akan mudah dimenangkan manakala kandidat bisa memiliki tiga hal, yakni finansial yang kuat, dukungan fasilitas negara, serta peran jaringan aparatur negara secara luas. Kalau ketiga elemen ini dikuasai, basis massa tidak perlu menjadi pertimbangan.

Sekuat apapun basis massa seorang kandidat, jika pesaingnya memiliki kekuatan dengan tiga elemen di atas, pasti tidak akan mampu bersaing. Dalam dua Pilkada yang diikutinya, Bobby selalu mengandalkan tiga elemen itu.

Dari sisi finansial, tentu saja Bobby  punya modal kuat untuk bersaing. Modal itu tidak hanya dari dirinya, tapi juga dari para sponsor. Kelompok Partai Coklat disebut-sebut ikut bermain mencarikan modal kampanye bagi Bobby.

Kabar yang beredar, modal kampanye Bobby terbesar justru berasal dari bantuan jaringan partai coklat ini. Tentu saja mereka mendapatkan modal dari para pengusaha yang selama ini dalam pembinaan mereka.

Masih ingat kasus dua oknum Polda Sumut yang ditangkap KPK pada penghujung 2024 dalam kasus pemerasan Kepala Sekolah di Nias sebesar Rp400 juta?

Kasus itu sempat menjadi sorotan public, apalagi kedua oknum itu sempat dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan Gedung KPK. Namun kemudian kasusnya hilang begitu saja.

Kabarnya KPK tidak berani membongkar kasus itu  karena uang pemerasan itu diperuntukkan bagi kampanye Bobby di Pilkada 2024. Kalau saja kasus itu dibawa ke pengadilan, masalahnya akan semakin rumit sebab ada banyak pimpinan yang terikut.

Oleh karena itu  KPK mendiamkan kasus itu. Kedua oknum itu dilepas dan kasusnya terbang bagaikan kentut. Bau sesaat, setelah itu hilang tak berbekas.

Bobby juga unggul dari state facilities atau dukungan fasilitas negara. Fasilitas yang dipakai misalnya, bagaimana sektor keuangan pemerintah daerah ikut bermain mendukung kampanyenya.

Ruang promosi outdoor pemerintah daerah juga dikerahkan untuk mendukung kampanye menantu presiden itu. Makanya jangan heran kalau  dalam setiap Pilkada yang dikutinya, alat peraga kampaye (APK) Bobby jauh lebih menonjol ketimbang APK pesaingnya.

Lihat pula dari sisi jaringan ASN, Bobby tidak terlawan. Sejak ia mengikuti Pilkada Medan 2020, Presiden Jokowi sudah memerintahkan semua elemen ASN aktif berperan mendukung menantunya itu. Tidak hanya para pimpinan organisasi pemerintah daerah, setingkat camat, kepala desa, hingga kepala lingkungan wajib memberikan dukungan.

Kalau situasinya sudah begitu, tentu saja pesaingnya tidak akan mampu melawan. Sekuat apapun basis massa para pesaingnya, Bobby tidak akan terkalahkan sebab ada banyak ‘tangan-tangan setan’ yang bermain.

Akhyar Nasution yang merupakan pesaing Bobby pada Pilkada Medan 2020 menyebut tangan-tangan setan ini dengan istilah invisible hands.  Edy Rahmayadi juga menjadi korban yang sama pada Pilkada Gubernur 2024.

Sekarang situasinya berbeda. Jokowi tidak lagi memegang kendali kekuasaan. Bahkan ia sendiri sangat repot menghadapi tuduhan ijazah palsu yang faktanya semakin terbongkar. Belum lagi sejumlah kasus korupsi yang melanda orang-orangnya di pemerintahan. Belakangan mencuat kabar kalau Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo – yang sosok merupakan binaan Jokowi – bakal diganti.

Di sisi lain, putranya Gibran Rakabuming Raka selaku wakil presiden terus mendapat hujatan di sana sini karena kemampuannya yang tidak memadai sebagai pembantu presiden. Gerakan pemakzulan Gibran berhembus kencang dari para purnawirawan TNI.

Situasi ini membuat posisi Bobby Nasution tidak aman, sebab semua kekuatan yang dirongrong di tingkat pusat itu adalah penopang bagi dirinya untuk memegang kekuasaan. Kalau peta kekuasaan di tingkat pusat bergeser dari pengaruh keluarga Jokowi, bisa dipastikan bakal berdampak pada kekuatan Bobby di Sumut.

Kalaupun ada partai Gerindra yang merupakan partai utama penyokong Bobby, itu jelas tidak bisa menjadi andalan, karena posisi Bobby di partai itu hanya kader biasa. Citra Bobby sebagai penghianat partai tampaknya masih melekat erat sehingga jabatan strategis partai Gerindra tidak akan diberikan kepadanya.

Dalam situasi ini, jalan terbaik bagi Bobby adalah menguasai semua lini kekuasaan pemerintahan. Selagi ia masih menjabat gubernur, upaya menguasai semua system harus ia perkuat. Sama seperti bagaimana ketika Jokowi menguasai semua lembaga negara agar tunduk kepadanya. Sampai-sampai Polri, Jaksa dan KPK tak berkutik.

Bobby sudah melakukan itu sejak ia menjabat gubernur.  Ia menggeser semua pejabat-pejabat lama yang kurang ia percayai, terutama bidang yang menguasai proyek besar.

Di  luar jaringan Pemerintahan, Bobby mulai berpikir untuk memperkuat dukungan basis massa dengan mendekati sejumlah organisasi yang memiliki kekuatan besar di akar rumput. Untuk wilayah Sumatera Utara, salah satu organisasi itu adalah Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).

Organisasi agama ini diperkirakan memiliki basis massa mencapai 4,5 juta jiwa. Pusatnya ada di Tarutung, Tapanuli Utara, sedangkan jemaahnya tersebar di seluruh Indonesia. Yang terbanyak tentunya ada Sumut.

Bagaimana cara Bobby mendekati basis massa itu? Salah satunya adalah memperbanyak orang-orang HKBP atau kelompok Kristen dalam lingkaran utamanya. Sebagai bukti, lihat saja jaringan pimpinan Organisasi Pemerintahan Daerah  yang ada di Sumut, sebagian besar adalah kelompok kristen dan anggota jemaah HKBP.

Bahkan jauh-jauh hari Bobby sudah  mendekati Ephorus HKBP  untuk meminta restu bahwa ia akan memilih seorang tokoh HKBP sebagai Sekda Sumut. Belakangan terungkap kalau tokoh dimaksud adalah Togap Simangunsong yang sekarang menjabat Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antarlembaga dan Pelaksana Harian (Plh) Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri.

Pria kelahiran Brastagi, 28 Oktober 1965 tercatat  sebagai salah satu pegiat utama HKBP di Jakarta. Sejak berstatus mahasiswa di IPB Bogor, Togap juga merupakan aktivis GMKI. Tidak heran jika hubungannya dengan petinggi  HKBP sangat baik. Ia adalah  symbol bagi HKBP di pemerintahan. Togap rencananya akan dilantik sebagai Sekda Sumut pada Jumat 11 Juli ini.

Peran Togap Simangunsong ini nantinya menjadi pintu masuk bagi Bobby untuk lebih dekat ke basis HKBP. Di saat bersamaan, ia juga tentu akan mencoba masuk ke organisasi etnis dan organisasi agama lainnya.

Sepertinya Bobby mulai sadar, bahwa dengan mulai redupnya pengaruh sang mertua, maka ia pun harus mengubah basis dukungan politik, yang semula mengandalkan dukungan elit, kini beralih ke dukungan arus bawah.  

Maka jangan heran kalau menjelang Pilkada 2029 mendatang, jika ia tidak tertangkap KPK,  Bobby akan terlihat seakan-akan dekat dengan rakyat. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini