-->

Persaingan Genk Solo - Pacitan Mulai Panas setelah Gibran Enggan Menyalam AHY Saat Upacara

Sebarkan:

Menko AHY tampak melirik ke Gibran yang tak menyalaminya
Perilaku Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka benar-benar sangat mengherankan. Saat berlangsung Upacara  Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lapangan Udara Suparlan, Pusdiklatpassus, Batujajar, Bandung Barat pada Minggu (10/8/2025), ia  tampak tak mau menyalami Menteri  Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono. Ia melewati AHY dan langsung menyalam sejumlah pejabat lainnya.

AHY sempat melirik ke Gibran atas perilakunya itu. Namun suasana tetap tenang karena tidak ada reaksi apapun selanjutnya. Sementara Gibran kemudian berlalu setelah menyalami satu persatu pejabat berikutnya.

Ada apa dengan Gibran? Tentu saja pertanyaan ini langsung menjadi pembicaraan publik. Mencuat berbagai analisis bahwa aksi Gibran itu menunjukkan kalau sikap genk Solo  terhadap AHY dan keluarga Pacitan mulai menunjukkan rasa kekuatiran.

Pacitan adalah sebutan bagi keluarga Susilo Bambang Yudhoyono karena mereka berasal dari wilayah Jawa Timur itu. Sementara genk Solo sebutan bagi keluarga Jokowi, ayah Gibran.

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi menilai, sikap yang ditunjukkan Gibran itu makin memperlihatkan ketegangan antara Genk Solo (keluarga Jokowi)  dengan Genk Pacitan, yang diidentikkan dengan keluarga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Ini bukan sekadar masalah pribadi Gibran dan AHY. Ada dinamika politik yang menguat, terutama pasca Pemilu 2024 dan menjelang konsolidasi kekuasaan pemerintahan Prabowo-Gibran," kata Muslim Minggu, 10 Agustus 2025. Bagaimana pun juga, tambahnya, dalam politik, Muslim menyebut bahasa tubuh lebih tajam daripada pernyataan lisan.

Sikap Gibran itu seakan mengirim pesan bahwa hubungan politiknya dengan AHY berada pada titik dingin. Ini bisa dibaca sebagai sinyal kepada Demokrat, bahwa tidak semua pintu terbuka lebar di kabinet atau lingkar kekuasaan.

Ketegangan itu menurut Muslim, akan berdampak pada stabilitas koalisi pendukung Prabowo-Gibran.

"Bisa saja Demokrat menggalang kekuatan agar Gibran dimakzulkan," tutur Muslim.

Meski begitu kata Muslim, bahwa politik Indonesia dinamis. Sehingga, gestur dingin Gibran bisa saja hanya menjadi strategi sesaat untuk menunjukkan posisi tawar, yang kelak bisa mencair bila ada kesepakatan politik di belakang layar.

Apalagi kata Muslim, rivalitas Genk Solo vs Genk Pacitan punya akar sejarah yang lebih panjang. Sejak masa pemerintahan SBY, hubungan dengan kubu Jokowi yang kini diperpanjang melalui Gibran tidak selalu harmonis.

"Pernah ada momen hangat, tetapi juga ada persaingan pengaruh, terutama dalam memperebutkan narasi pembangunan dan basis dukungan publik," kata Muslim.

Muslim meyakini, ke depan publik akan sering melihat adu pengaruh antara kedua genk tersebut, baik di ruang kebijakan maupun dalam memperebutkan figur strategis di lembaga negara.

Sosok Gibran dan AHY memang kerap menjadi sorotan belakangan ini karena mereka menampilkan dua figure yang berbeda karakter.

AHY digambarkan sebagai anak muda yang cerdas dan berwibawa serta memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Ia juga memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. 

Kiprah politiknya sangat jelas. Presiden Prabowo terkesan sangat dekat dengan AHY karena ia kerap menunjuk AHY hadir mewakili presiden di acara penting.

Berbeda dengan Gibran  yang tidak memiliki kemampuan komunikasi yang bagus. Malah ia cenderung enggan bertemu dengan mahasiswa karena takut tidak mampu menjawab berbagai pertanyaan kritis dari anak muda. Belum lagi latar belakang pendidikan Gibran yang banyak dipertanyakan orang.

Naiknya Gibran ke jenjang Wakil presiden juga menuai banyak kontroversi karena  ada pelanggaran etika yang dilakukan Mahkamah Konstitusi. Secara hukum, seharusnya Gibran tidak pantas mengisi jabatan itu. Tapi di Indonesia, penguasa adalah pengendali hukum, sehingga kalau hukum itu menghalangi niat mereka, maka hukumnya yang dikoreksi.

Persaingan antara Genk Solo dan Genk Pacitan ini terasa mulai memanas setelah Jokowi menuding adalah orang besar yang bermain di balik pengungkapan kasus ijazahnya.

Oleh buzzer bayarannya, pernyataan Jokowi ini kemudian dipelintir dengan mengarahkan tudingan kepada Partai Demokrat karena adanya sosok Roy Suryo si pembongkar ijazah palsu Jokowi yang pernah menjabat sebagai pengurus DPP Demokrat.

Tentu saja Demokrat membantah tudingan itu sebab Roy Suryo bukan lagi kader partai itu. Namun bola panas telah bergulir sehingga sulit untuk dihentikan lagi. Dan kondisi itu kian memanas setelah Gibran menunjukkan perilaku buruknya yang enggan menyalam AHY.

Sikap Gibran itu sangat bertolak belakang dengan sikap Presiden Prabowo yang justru memberi salam hangat kepada AHY dan para menteri  lainnya saat datang di acara yang sama.

Ada apa denganmu Gibran…! ***

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini