Hatunggal Siregar: Mendadak Olahraga, Langsung jadi Ketua KONI Sumut

Sebarkan:

Hatunggal Siregar, mendadak olahraga langsung jadi ketua KONI Sumut
Coba tanyakan kepada para atlit atau pengurus olahraga di Sumut, apakah kenal dengan Hatunggal Siregar? Kalau kenal, sejak kapan tahu sosok itu?

Kebanyakan dari mereka pasti akan menjawab tidak kenal. Kalaupun kenal, umumnya baru tahu sosok itu dalam dua bulan belakangan ini.

Sebelumnya nama Hatunggal Siregar sangat asing dalam dunia olahraga di daerah ini. Bahkan tidak pernah terlibat sama sekali dalam pembinaan atlit.

Namun seiring tampilnya Bobby Nasution sebagai gubernur, Hatunggal mendadak peduli olahraga. Sejak awal targetnya memang ingin menjabat ketua KONI. Bobby Nasution menjadi andalannnya karena sosok gubernur itu adalah keponakan kandungnya. Hatunggal merupakan saudara kandung dari Ade Hanifah Siregar, ibu Bobby Nasution.

Lantas bagaimana ambisi itu diraihnya kalau belum pernah mengurusi cabang olahrgada daerah?

Tidak sulit bagi Hatunggal menembus jalan itu. Ia lantas mencari cabang olahraga baru yang kepengurusannya belum terbentuk di Sumut. Sebab syarat untuk bisa menjadi pengurus KONI harus pernah terlibat mengurus salah satu cabang olahraga.

Peluang didapat, yakni sebagai pengurus cabang olahraga petanque. 

Pasti warga Sumut tidak banyak yang tahu olahraga ini. Ya, olahraga ini sangat asing. Namanya pun sangat aneh.

Petanque merupakan cabang olahraga baru yang lebih banyak  berkembang di Eropa. Olahraga ini sejatinya berasal dari Perancis.

Petanque merupakan permainan dengan cara melempar bola besi ke arah bola kayu. Olahraga ini dimainkan oleh dua tim, yang masing-masing terdiri dari satu, dua, atau tiga pemain. Bola kayu kecil yang disebut "jack" (cochonnet) berfungsi sebagai sasaran lemparan pemain. Pemain melempar bola sambil berdiri dalam lingkaran yang  berdiameter 35–50 cm (14–20 inci).

Di Indonesia, olahraga ini masih dianggap bagian dari rekreasi. Meski demikian pada PON 2024 lalu, cabang pétanque telah resmi dipertandingkan.

Tidak sulit bagi Hatunggal tampil sebagai pengurus cabang olahraga itu karena tidak banyak tokoh di Sumut yang berminat menjadi pengurusnya. Dengan dukungan dari ponakanya Bobby, Hatunggal pun dilantik sebagai Ketua Federasi Olahraga Petanque Indonesia (FOPI) Sumatera Utara periode 2024-2028 pada Senin  17 Februari lalu.

Ia tidak peduli apakah masyarakat Sumut mengerti permainan pétanque. Yang jelas, dengan menjabat sebagai pengurus salah satu cabang olahraga, ia sudah bisa melanjutkan ambisi untuk merebut jabatan ketua KONI Sumut.

Peluang terpilih pasti sangat besar, sebab peran  Bobby Nasution sebagai gubernur pasti akan memuluskan impiannya itu.

Tak heran, sehari setelah dilantik sebagai Ketua FOPI, Hatunggal langsung membentuk tim untuk melobbi pengurus KONI Sumut dan pengurus KONI daerah untuk mendukungnya maju sebagai calon ketua KONI Sumut periode 2025-2030.

Hatunggal dan timnya bekerja keras melakukan pendekatan ke berbagai pihak, sebab saingan yang dihadapinya bukan orang sembarangan. Saingan itu adalah Parluatan Siregar, mantan atlit berprestasi nasional yang pernah mengharumkan nama bangsa di kancah dunia.

Parluatan Siregar adalah atlit legenda asal Sumut yang sangat dikenal para pegiat olaharaga di Indonesia.  Bisa dikatakan ia adalah legenda hidup yang sampai saat ini aktif dalam pembinaan olahraga. Prestasinya di ajang lari sudah diakui dunia.

Selama aktif sebagai atlit, setidaknya Parluatan telah meraih 10 medali emas di tingkat Asia Tenggara dan Asia. Belum lagi medali di tingkat nasional yang mencapai puluhan.  Bahkan ia pernah tercatat sebagai pemegang rekor lari 1.500 untuk SEA Games. Selain itu, Parlautan juga pernah mengukir rekor nasional 3000 meter.

Bisa dikatakan Parluatan adalan sosok atlit Sumut yang setara dengan Mardi Lestari. Keduanya sama-sama pernah sebagai atlit andalan nasional di kancah dunia dalam waktu berbeda.

Parlautan tercatat sebagai penghuni pelatnas sejak 1991 sampai 1995. Prestasi gemilang sebagai atlet mengantar Parluatan menjadi perwira Polri.  Dia terakhir menjabat pangkat Komisaris besar polisi.

Kariernya di kepolisian tak kalah cemerlang dengan prestasinya di dunia atlet. Dia pernah menjabat sebagai penyidik Kabareskrim Polri. Selain itu pernah pula menjabat Kapolres di Simeuleu dan Tabagsel. '

Sebelumnya dia juga pernah menjabat Ksb mutasi Polda jambi Kabag Dal Pers (Kabag Peberimaan Polri) di Polda Lampung.

Pengalaman di bidang reserse membuatnya ditunjuk sebagai dosen utama Akpol dan Akmil. Dia pernah bertugas sebagai Wadir Binmas Polda Sumut dan  Ketua tim sapu bersih Pungli di Sumut dan instruktur wawasan kebangsaan bela negara korupsi pungli.

Selama aktif sebagai pejabat kepolisian, Parlautan terus menunjukkan kepeduliannya pada pembinaan atlit. Setelah pensiun, dia pernah dipercaya sebagai komisi pembibitan atlet PB Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) di Jakarta. Selanjutnya sebagai Ketua Bidang Organisasi Pengprov PASI Sumut.

Dengan sederet pengalaman itu, jelas sekali kalau Parluatan Siregar sangat layak didapuk sebagai Ketua KONI Sumut. Tak heran jika para atlit dan mantan atlit Sumut beramai-ramai memberi dukungan kepadanya.

Sejumlah atlit legenda, seperti  Hendrik Simangunsong (mantan Atlet tinju di Oliampade), Mardi Lestari (mantan atlet atletik Olimpiade), Iwan karo karo dan Adi Suwarno (keduanya mantan PSMS), Ferdinand (mantan atlit tekwondo), Syawaluddin Samosir (mantan atlit gulat),  Ariani (mantan Atlet Taekwondo), Semi (Atlet Polo Air), dan puluhan atlit lainnya kompak memberikan dukungan kepada Parluatan.  Menurut mereka, Parluatan adalah sosok yang tepat untuk memimpin KONI Sumut.

“Dia lebih pantas memimpin KONI Sumut. Selain paham dunia olahraga dan sebagai mantan atlit internasional, jiwa kepemimpinannya juga sangat hebat berkat pengalaman sebagai perwira polisi,” kata Mardi Lestari atlit legenda Sumut, mantan pelari tercepat Asia Tenggara yang pernah berkompetisi di ajang Olympiade.

Namun harus dipahami bahwa  para atlit legenda itu bukanlah pemilik suara dalam menentukan ketua KONI. Pemilik suara yang sebenarnya adalah pengurus cabang olahraga dan pengurus KONI di kabupaten/kota. 

Jadi unsur lobbi sangat menentukan di sini. Nuansa politisnya sangat kental. Bisa jadi unsur money politic dan janji manis juga berperan.

Perlu dimengerti juga bahwa jabatan Ketua KONI daerah tidak ubahnya dengan jabatan gubernur. Perannya sangat besar dalam pembinaan dan penyelenggaraan event olahraga. Anggaran yang dikelola juga sangat besar, mencapai ratusan miliar per tahun. 

Jadi jangan heran kalau banyak pihak yang memburu jabatan itu. Yang tidak berpengalaman dalam olahraga juga akan tergiur untuk duduk di singgasana KONI.

Maka itu, segala cara akan dilakukan untuk meriah jabatan tersebut. Unsur promordialism, KKN, money politic, bergaing position, dan tawar menawar lainnya pasti akan menyertai. 

Gubernur Bobby Nasution, sosok di balik naiknya Hatunggal Siregar sebagai Ketua KONI Sumut
Dari dua kandidat yang bersaing, hanya Hatunggal Siregar yang memiliki semua kekuatan itu. Sementara Parluatan lebih banyak mengandalkan pengalaman, prestasi, pengetahuannya, serta jaringann di kalangan atlit. 

Masalahnya, dalam pemilihan ketua KONI, semua itu tidak laku. Intrik politik dan lobbi lebih dominan.  

Jadi jangan heran jika Parluatan kurang mendapat dukungan sebab sejak awal Hatunggal Siregar dan Bobby Nasution sudah memainkan peran menguasai para pemilik suara.  Alhasil, jangankan bersaing di babak pemilihan, Parluatan langsung tersingkir di babak penyisihan.  

 Ia dianggap kurang memenuhi persyaratan dukungan untuk bersaing. Dengan demikian, pada pemilihan Ketua KONI Sumut Rabu 16 April lalu, Hatunggal tampil sebagai calon Tunggal. Tentu saja ia  langsung mulus merebut jabatan itu.

Tidak bisa dibantah, usai pemilihan, ada banyak cibiran yang diarahkan kepada sosok lelaki berbadan tambun ini. Wajar saja, sebab ia baru sekarang mendadak peduli olahraga dan langsung menjabat ketua KONI Sumut. 

Dalam proses pemilihan yang berbau politik, cibiran seperti itu adalah hal biasa. Pada akhirnya segala permainan dalam proses pemilihan akan dilupakan orang. Akan sirna ditelan waktu. Selanjutnya, orang akan melihat kinerja dan hasil yang dicapai.

Kalau banyak orang yang menyangsikan kualitas Hatunggal memimpin KONI, sebenarnya itu hal yang wajar  sebab ia sama sekali tidak berpengalaman di bidang pembinaan olahraga. Lagi pula baru dua bulan terakhir ini ia menunjukkan ketertarikan di bidang olahraga. Terkesan jelas kalau kepedulian  Hatunggal di bidang olahraga bukanlah untuk pembinaan, melainkan untuk jabatan.

Proses naiknya Hatunggal sebagai Ketua KONI Sumut tidak ubahnya seperti saat ponakannya Bobby Nasution saat berhasil merebut jabatan walikota Medan. Sebelumnya Bobby juga tidak banyak dikenal masyarakat Medan karena hidupnya lebih lama dihabiskan tinggal di Lampung, Pontianak dan Jawa.

Setelah menikah dengan Kahiyang Ayu, putri Joko Widodo -- presiden yang dikenal sebagai sebagai sosok pendusta – Bobby lantas memanfaatkan peluang sebagai menantu untuk terjun di bidang politik. 

Ia  kemudian mendaftar sebagai kader Partai PDIP. Bebertapa minggu berikutnya, dengan mengandalkan status kader PDIP, Bobby mendaftar sebagai calon walikota Medan untuk bersaing pada Pilkada 2020. Dan tentu saja sang mertua langsung mengerahkan elemen kekuasaan untuk memenangkan sang menantu.

Jadi bisa dikatakan, Bobby juga sosok mendadak berpolitik  dan kemudian langsung terpilih sebagai kepala daerah. Mirip seperti cara yang dilakukan Hatunggal untuk merebut jabatan ketua KONI Sumut. Kalau bukan karena keberadaan keponakannya, mungkin Hatunggal tidak akan pernah mau mengurus olahraga.

Hatunggal sendiri merupakan alumni Fakultas Teknik Universitas Syiahkuala Banda Aceh angkatan 1982. Setelah lulus pada 1987, ia kemudian mendaftar sebagai perwira TNI melalui jalur sarjana.

Dalam kapasitas sebagai anggota TNI, Hatunggal lebih banyak mengurus bidang administrasi, bukan pemegang  komando. Tidak heran jika namanya pun tidak banyak dikenal masyarakat. Hatunggal pensiun pada 2021 dengan pangkat terakhir Kolonel.

Terlepas dari polemik pemilihan ketua KONI itu, kini masa depan olahraga Sumut ada di bawah kendali Hatunggal Siregar.  Kalau saja orientasinya adalah kekuasaan, maka yakinlah, Hatunggal tidak akan mampu membangun sistem pembinaan terbaik untuk atlit di daerah ini.

Prestasi Sumut yang pada PON 2024 berada di posisi ke-4 nasional, kemungkinan besatr akan melorot.

Tidak percaya? mari kita buktikan. Bersama-sama kita menantikan hasil PON 2028 yang berlangsung di NTB dan NTT. **

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini