Hadir di Medan, Marwan Batubara Ungkap Sejumlah Alasan Pemakzulan Gibran Sangat Mendesak

Sebarkan:

 

Marwan Batubara
Simposium membahas 8 tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit (FPP) TNI yang berlangsung di Ballroom, Hotel Madina, Minggu (27/7/2025) berlangsung seru karena membahas berbagai hal yang sangat sensitif di negeri ini. Selain dihadiri tiga jenderal purnawirawan, sejumlah aktivis pro demokrasi juga turut memanaskan pertemuan itu. Salah satunya, Marwan Batubara yang mendukung penuh tuntutan itu.

Marwan bukanlah tokoh sembarangan. Aktivis kelahiran Delitua, Medan, pada 6 Juli 1955 ini adalah anggota DPR RI periode 2004–2009 dan anggota DPD RI (Senator) mewakili Provinsi DKI Jakarta (2004-2009). Ia pernah pula bekerja di PT Telkom (1975-1981) dan PT Indosat (1981-2003) sebelum terjun ke dunia politik.

Pada akhir 2009 Marwan mendirikan lembaga swadaya masyarakat bernama Indonesian Resources Studies (IRESS) yang fokus pada kajian dan advokasi kebijakan dan pengaturan sumber daya alam (SDA) dan energi. Karena itu dalam symposium tersebut, Marwan lebih banyak membahas masalah kerusakan negara terkait banyaknya kebijakan yang salah selama 10 tahun masa kepemimpinan Jokowi.

Dari 8 tuntutan FPP yang sudah disampaikan secara terbuka kepada DPR/MPR RI, Marwan mengaku yang paling mendesak adalah poin ke delapan, yaitu pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan sebagai wakil presiden. Setidaknya ada enam hal yang menurut Marwan bisa menjadi landasan pemakzulan itu.

Yang paling utama dan cukup mengejutkan, Marwan Batubara menduga kalau Gibran pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Ia sendiri belum memastikan kabar ini, namun informasi soal penyalahgunaan narkoba ini sudah menjadi isu yang berkembang di Jakarta.

“Ini memang masih dugaan, perlu pengusutan lebih lanjut,” katanya. Setidaknya kabar ini,kata Marwan,  sudah bisa menjadi sebuah pintu awal untuk mengindikasi adanya pelanggaran etika sehingga Gibran sangat layak untuk dimakzulkan.

Alasan lain, soal pelanggaran etika ketika majunya Gibran sebagai wakil presiden. Secara hukum semestinya Gibran tidak layak maju sebagai calon wakil presiden karena belum mencukupi umur. Namun UU tentang ketentuan umur itu kemudian diubah oleh MK sehingga Gibran mulus maju pada Pilpres 2024.

“Semua orang tahu ada peran pamannya yang kala itu menjabat Ketua MK. Buktinya, Anwar Usman, ketua MK yang mengubah UU itu sudah mendapat sanksi etika,” kata Marwan.

Alasan ketiga, adalah pelanggaran etika ketika Gibran sangat aktif merusak citra presiden Prabowo dengan menyebarkan berbagai fitnah melalui akun Fufufafa. Masalah akun Fufufafa ini sebenarnya sudah berkali-kali diadukan ke polisi, namun tidak pernah diproses sehingga kepemilikan akun itu tidak pernah diungkap sama sekali.

“Padahal banyak ahli yang meyakini kalau akun itu adalah milik Gibran. Inikan pelanggaran etika berat, apalagi dalam statusnya, Fufufafa kerap menyebarkan fitnah kepada Prabowo,” kata Marwan.

Adapun pelanggaran lainnya adalah soal pornografi yang pernah ditampilkan Gibran dalam akun media sosialnya. Belum lagi saat akun media social Gibran ketahuan memiliki jaringan dengan salah satu website judi online.

Dengan prilaku seperti itu, Marwan punya keyakinan kalau Gibran memiliki kelainan jiwa.

”Bayangkan, kalau saja Prabowo berhalangan sebagai presiden, dan kemudian orang seperti ini yang menggantikan sebagai presiden kita. Apa jadinya negara ini..!” kata Marwan.

Dengan berbagai alasan ini, Marwan sangat yakin,  pemakzulan Gibran sangat mendesak untuk dilakukan. Sebagai warga asal Sumut, Marwan mengajak masyarakat Sumut mendukung tuntutan dari Forum Purnawirawan TNI ini.

“Kita harus menyelamatkan bangsa. Kita berharap Presiden Prabowo menyadari langkah ini dan mau memberi dukungan kepada tuntutan ini,” katanya.

Pernyataan ini diperkuat oleh  Brigjen TNI (Purn) Hidayat Purnomo, Ketua Gerakan Bela Negara, yang menilai Gibran sama sekali tidak memiliki kecakapan yang memadai dalam membantu presiden.

“Memang benar bahwa saat maju pada Pilpres, Gibran dan Prabowo itu satu paket. Tapi setelah menjabat, harusnya kita melihat secara personal keduanya. Maka itu, kita berharap Gibran ini segera dilengserkan,” kata Hidayat Purnowo. 

Simposium membedah 8 tuntutan FPP TNI tidak hanya diselenggarakan di Medan, tapi juga berlangsung di berbagai kota besar di Indonesia. Sebelumnya simposium yang sama sudah digelar di Jakarta dan Bandung. Berikutnya akan menyusul di kota-kota besar lainnya. 

Harapannya, agar masyarakat paham dengan kondisi negara yang hancur karena kepemimpinan Jokowi selama 10 tahun, dan mau bergerak untuk menuntut adanya perubahan di bawah komando Presiden Prabowo. ***

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini