Keputusan Memilukan dalam Kasus Ijazah Jokowi

Sebarkan:

Oke, katakanlah ijazah Jokowi itu palsu. Total palsu..! Apakah Anda yakin pengadilan atau Bareskrim akan mengakui kepalsuan itu? Geger dunia kalau itu  terjadi. Bayangkan, negeri ini 10 tahun dipimpin oleh presiden yang menggunakan ijazah palsu. Itu berarti semua kebijakannya berbasis pada keilmuan yang palsu.

Jokowi tentu akan menjadi bulan-bulanan semua orang. Sejarah negeri akan tercoreng dengan aroma kotoran yang teramat busuk. Dampak politiknya menjalar ke mana-mana, ya, kepada para penjilatnya, pendukungnya, kepada para pejabat yang diangkatnya, kepada kebijakannya, dan semua yang di bawah kendali Jokowi selama periode itu. Dan Indonesia akan menjadi sorotan dunia karena kebodohan yang teramat sangat.

Siapa yang merasakan dampak ini? Jangan katakan hanya Jokowi dan penjilatnya. Semua elemen negeri akan tertusuk tombak kebodohan yang menembus hingga ulu hati. Besar sekali dampaknya.

Maka itu, para pengendali negeri akan berupaya menghindarkan dampak buruk itu. Kalaupun ijazah itu palsu, mereka akan bungkam. Mereka berupaya melindungi kebusukan itu agar dampaknya tidak sampai menerpa ke seluruh mata angin.

Dari sini kita bisa pahami bahwa semangat  Roy Suryo dan Rismon membongkar ijazah palsu itu bukanlah untuk memojokkan Jokowi, tapi membongkar kebusukan system yang selama ini terlindungi rapi. Yang mereka lawan adalah irama Paduan suara yang terorkestrasi sangat apik.

Dalam teori kebajikan, ada sikap pengambilan keputusan yang merujuk pada istilah how to maximize the truth and minimize harm, yang berarti mengoptimalkan sisi positif (kebenaran subjectif) dan meminimalisir kerugian.

Filosofis ini bermakna bahwa penguasa bisa saja harus membenarkan sebuah fakta yang salah kalau dampak yang dihadirkannnya lebih kecil, ketimbang menyalahkan fakta yang benar tapi  dampaknya bisa menghadirkan efek sangat hebat.

Maka itu katakanlah Jokowi selama ini bernar-benar menggunakan ijazah palsu. Kalau Polri atau pengadilan membenarkan fakta itu, dampaknya bagaikan bola salju yang kemudian membesar setelah menggelinding kesana kemari. Bahkan dunia pun tertawa geli melihat kebodohan di negeri ini. Ini jelas aib yang teramat sangat memilukan.

Bandingkan kalau Polri mengatakan bahwa ijazah Jokowi asli dan kemudian memenjarakan Roy Suryo cs, tentu dampaknya lebih minim sebab yang menerima hukuman hanya dua atau tiga orang. Negeri aman, terlindungi dari tuduhan kebodohan, Jokowi senang, penguasa tertawa lebar, sejarah tak ternoda dengan aib memalukan, dan dunia pun tidak akan melontarkan olok-olok kepada bangsa ini.

Karena itu jangan salah kalau opsi kedua ini yang akan dipilih. Walau di dalam hati, mereka mengakui ijazah itu adalah palsu, tapi mereka tetap memilih menyalahkan pihak yang membongkar kepalsuan itu.

Ingat, di negeri ini, keputusan hukum tidak sepenuhnya lepas dari pengaruh politik.  Kalau hukum benar-benar tegak, Jokowi pada dasarnya sudah meringkuk di penjara. Menantunya Bobby sudah  hidup dibalik jeruji  besi dengan setumpuk berkas korupsi yang diadukan sejak dulu. Anaknya Gibran bakal menunjukkan wajah  sambil menunggu pisang matang dalam gorengan di kuala. Adapun Kaesang, tetap asyik bermain mobil-mobilan  bersama rekan sebayanya.

Oleh karena itu, bagaimana pun kuatnya keyakinan orang-orang terhadap ijazah palsu Jokowi, tetap saja Roy Suryo, Rismon, dr Tifa dan Eggy Sudjana yang disalahkan. Para BuzzerRp tetap berpesta pora mengklaim kemenangan diri.

Sedih, tapi inilah scenario yang tidak bisa dihindari.  Di negeri ini, hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah adalah realita yang tak terbantahkan. *** Ahmady

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini