KPK Kaji Pergeseran APBD yang dilakukan Bobby, Biaya Proyek Jalan Disorot karena Membengkak

Sebarkan:
Gubernur Bobby Nasution saat meninjau proyek jalan di Sumut. Anggaran diperbesarnya sehingga dicurigai nilai gratifikasi akan meningkat

Baru lima bulan menjabat gubernur Sumut, Bobby Nasution ternyata sudah berkali-kali melakukan pergeseran APBD tanpa berkomunikasi dengan DPRD. Pergeseran itu mulanya  berdalih untuk efisiensi. Namun belakangan Bobby justru memaksa agar APBD kian membengkak. Anggaran untuk proyek jalan ia naikkan lebih dari dua kali lipat.

Beberapa anggota DPRD Sumut curiga kalau pembengkakan itu merupakan modus Bobby untuk melakukan korupsi. Lagi pula sudah menjadi tradisi dalam proyek kontruksi, di setiap proses lelang proyek jalan biasanya tersedia anggaran hingga 20 persen untuk memuluskan proses tender.

“Ini yang membuat tingkat korupsi di Sumut semakin menggila di era Bobby,” kata salah seorang anggota DPRD.

Kasus tertangkapnya Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Topan Ginting terkait dengan gratifikasi (uang pelicin) untuk proyek jalan ini. Anggota DPRD Sumut mencurigai, langkah Bobby meningkatkan anggaran proyek jalan bisa jadi dilakukan untuk mendapatkan dana gratifikasi yang lebih tinggi.

“Dia tentu tahu betul transaksi bisnis dalam dunia kontruksi karena dia pernah menjadi kontraktor,” kata salah seorang anggota DPRD Sumut yang partainya turut mendukung Bobby pada Pilkada yang lalu. “Dengan meningkatkan anggaran untuk proyek jalan, uang gratifiksi  yang diperoleh tentu  lebih banyak,” tambahnya.

Dalam pembahasan APBD 2025 di masa Pj Gubernur Agus Fatoni pada 27 Desember 2024, DPRD dan Gubernur Sumut sempat menyetujui alokasi anggaran sebesar Rp1,25 triliun untuk proyek pembangunan jalan.

Namun seiring adanya instruksi presiden yang meminta seluruh sektor melakukan efisiensi, maka pada 4 Februari 2025  Agus Fatoni menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 6 Tahun 2025 di mana salah satunya memotong anggaran proyek konstruksi. Ia menurunkan alokasi untuk proyek jalan menjadi Rp818 miliar.

Belakangan Agus Fatoni menyadari bahwa anggaran Rp818 miliar itu ternyata masih terlalu besar. Alhasil,  sepekan kemudian ia kembali menerbitkan Pergub Nomor 7 Tahun 2025 yang menekan anggaran proyek jalan turun menjadi Rp669,9  miliar.

Anehnya, Bobby Nasution yang kemudian duduk sebagai Gubernur Sumut sejak 21 Februari 2025 menilai anggaran untuk proyek jalan itu terlalu kecil. Bersama Kepala Dinas PUPR Topan Ginting yang dilantiknya empat  hari kemudian, mereka lantas bersepakat untuk menaikkan anggaran proyek jalan itu.

Hasilnya, pada 13 Maret 2025 Bobby Nasution menerbitkan Pergub Nomor 16 tahun 2025 yang salah satu isinya menaikkan lagi anggaran proyek jalan hingga Rp1,20 triliun.  Di sinilah Topan dan Bobby kemudian merancang scenario untuk menentukan kontraktor mana yang akan menangani proyek itu.

Bayangkan saja, jika 20% persen dari nilai proyek itu sebagai uang pelicin untuk memuluskan proses tender, berarti anggaran negara yang dikorupsi mencapai Rp 240  miliar.

Grafik pelonjakan anggaran pembangunan jalanan di Sumut semasa kepemimpinan Bobby Nasution
“Itu baru besaran gratifikasi dari proyek jalan. Bagaimana lagi dengan proyek konstruksi lainnya. Jadi jangan heran kalau Topan Ginting hidup bergelimang harta sejak menjabat sebagai kepala Dinas PUPR di Pemko Medan, dan berlanjut pada posisi yang sama di Tingkat provinsi. Keduanya itu di masa Pemerintahan Bobby Nasution,” ujar salah seorang pejabat senior  di Provinsi Sumut.

Topan disebut-sebut memiliki 12 rumah di Kota Medan, 5 rumah di Tanah Karo, dan dua unit rumah di Jakarta. Ia juga memiliki sejumlah tanah dan asset yang tidak dilaporkan ke Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Sumber itu sangat yakin kalau pola yang dilakukan Bobby Nasution dalam mengotak-atik APBD untuk anggaran proyek jalan itu tidak lepas dari konspirasinya dengan Topan Ginting.

“Mereka berdua adalah otak dari semua permainan ini. Saya tidak percaya kalau Topan bermain sendiri. Dan tidak mungkin Bobby tidak tahu permainan ini,” tegasnya.  

Yang mengejutkan lagi, anggota DPRD Sumut sama sekali tidak tahu soal kebijakan Bobby yang melakukan pergeseran anggaran ini. Belakangan semakin ketahuan bahwa sejak Bobby menjabat Gubernur, ternyata ia telah empat kali melakukan pergeseran anggaran.

Pergeseran itu mengarah pada pola yang sama, yakni meningkatkan anggaran untuk proyek konstruksi, terutama pembangunan jalan. Proyek jalan seakan menjadi prioritas dalam pemerintahan Bobby karena nilai gratifikasinya cukup tinggi.

Salah satu yang dihebohkan belakangan ini adalah langkah Bobby yang akan mengalokasikan anggaran Rp350 miliar untuk pembangunan jalan dan jembatan di Nias. Gagasan itu awalnya terkesan bagus karena bertujuan untuk pemerataan pembangunan.

Namun di balik rencana itu, terbesit tujuan untuk mendapatkan gratifikasi sebesar 20 persen dari nilai proyek. Para anggota DPRD Sumut sudah mewanti-wanti agar pergeseran itu jangan sampai dilakukan.

“Kita sudah mengingatkan Bobby agar tidak melakukan pergeseran postur APBD tanpa membahasnya dengan badan anggaran DPRD Sumut,” kata Muhammad Subandi dari Fraksi Gerindra.

Ketua Komisi E ini menekankan bahwa setiap perubahan postur APBD semestinya harus sejalan dengan hasil Musrenbang. Nyatanya Bobby tetap saja mengabaikan peran DPRD sehingga ia merasa bebas menerbitkan Pergub untuk pergeseran anggaran itu.

Kebijakan sepihak Bobby ini telah mendapat sorotan dari tim KPK yang sejak Senin (14/7/2025)  menurunkan tim khusus untuk menjalankan tugas di Sumut guna mengembangkan kasus korupsi Topan Ginting. Mereka juga telah mengonfirmasi pergeseran anggaran itu dengan sejumlah saksi.

Kabarnya sejumlah data baru telah diperoleh KPK terkait korupsi tersebut. Topan kemungkinan tidak hanya disalahkan dalam kasus gratifikasi proyek jalan di Tapanuli Bagian Selatan, tapi juga ada sejumlah gratifikasi lain yang pernah dilakukannya.

"Kita juga usut kasus-kasus lainnnya. Tim kami sudah di Sumut selama sepekan ini," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo. 

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo
Sejauh ini KPK belum mau berspekulasi soal keterkaitan Bobby dalam kasus tersebut. Namun data soal pelonjakan alokasi APBD untuk konstruksi akan mereka kaji lebih dalam.

Secara hukum, sebenarnya sulit bagi Bobby untuk mengatakan tidak terlibat dalam permainan gratifikasi ini. Namun  kabar yang beredar, petinggi Polri telah meminta KPK untuk tidak menyentuh  Bobby. Hal ini sesuai pesanan dari Joko Widodo, mertua Bobby.

Sudah bukan rahasia lagi kalau Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merupakan orang dekat Jokowi. Karirnya melonjak sebagai Kapolri tidak lepas dari peran Jokowi sewaktu menjabat presiden. Bisa jadi ini sebagai tuntutan balas jasa itu. ***

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini