-->

KPK Sidangkan Kasus Korupsi Jalan di Sumut, Topan Ginting Menyusul sebagai Terdakwa

Sebarkan:
Proses sidang korupsi jalan di Tapanuli Selatan yang menyeret eks Kadis PUPR Sumut

Sidang perdana kasus korupsi proyek jalan yang menyeret eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang Sumatera Utara (PUPR Sumut) Topan Obaja Putra Ginting sudah berlangsung Rabu, 17 September 2025 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan. Untuk tahap awal, ada dua terdakwa yang lebih dulu disidangkan, yakni Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Akhirun Piliang alias Kirun dan Direktur PT Rona Mora, Rayhan Dulasmi.

Kedua orang ini adalah ayah dan anak yang dikenal sebagai pengusaha konstruksi paling besar di Tapanuli Selatan. Mereka yang dinyatakan mendapatkan proyek pengerjaan jalan yang nilainya mencapai lebih dari Rp 231 miliar. Konsekuensinya, kedua pengusaha ini memberi suap kepada pejabat daerah sebagai fee atau gratifikasi.

Ada sosok lain yang bakal hadir sebagai terdakwa dengan berkas yang berbeda. Sosok itu adalah Topan Ginting, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut yang akan disidangkan dalam waktu dekat. Berkas proses persidangan itu masih dalam persiapan untuk dilimpahkan ke pengadilan.

Humas Pengadilan Negeri Medan Soniady mengatakan, Akhirun Piliang dan Rayhan Piliang adalah terdakwa pertama yang disidang dalam kasus tersebut. Perkara keduanya teregistrasi di Pengadilan Medan dengan Nomor 120/Pid.Sus-TPK/2025/PN Medan.

"Sidang perdana agenda pembacaan dakwaan dan agenda berikutnya untuk pembuktian pada tanggal 24 September 2025." kata Soniady, Kamis 18 September 2025.

Jaksa penuntut dari KPK pada sidang perdana mendakwa Akhirun Piliang (terdakwa I) dan Rayhan Dulasmi Piliang (terdakwa II) melakukan beberapa perbuatan yang berdiri sendiri memberikan uang yang seluruhnya berjumlah Rp 4,04 miliar kepada pejabat, antara lain Topan Obaja Putra Ginting selaku Kepala Dinas PUPR Sumut.

Keduanya menjanjikan uang commitment fee hingga 5 persen dari nilai kontrak. Mereka juga memberi uang suap kepada Rasuli Efendi Siregar selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut sebesar 1 persen dari nilai kontrak.

Dalam uraian dakwaannya, Jaksa KPK mengatakan, janji dan uang commitment fee juga diberikan kepada Stanley Tuapattiraja selaku Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumut sebesar Rp 300 juta; kepada Kepala Satuan Kerja (Kasatker) PJN Wilayah I Medan Dicky Erlangga sebesar Rp 1.675.000.000, dan kepada Rahmad Parulian selaku Kepala Satuan Kerja (Kasatker) PJN Wilayah I Medan sebesar Rp 250 juta.

Adapun Munson Ponter Paulus Hutauruk selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.4 pada Satker PJN Wilayah I Medan mendapat commitment fee Rp Rp535 juta dan kepada Pejabat Pembuat Komitmen yang lain yakni Heliyanto sebesar Rp1.194.000.000.

Pemberian uang dan janji commitment fee, ujar Jaksa KPK diberikan dengan maksud agar para pejabat itu mengatur proses pelelangan dengan metode e-katalog untuk menunjuk PT Dalihan Natolu Grup mendapatkan paket pekerjaan dari Dinas PUPR Sumut atas petunjuk Topan Ginting.

Sebelum paket proyek tersebut dilelang, Topan Ginting dan Gubernur Sumut Bobby Nasution bersama Akhirun Piliang menjajaki jalan yang akan dilelang tersebut pada 22 April 2025 dengan mobil off road dan disambut warga Desa Sipingot, Kabupaten Padang Lawas Utara.

Warga membentangkan spanduk dan karton bertuliskan dukungan kepada Bobby Nasution agar jalan Sipiongot diperbaiki.  Semua itu adalah rekayasa yang sudah diatur bersama pejabat setempat.

Pada Juni 2025, Topan Ginting mengatakan, proyek pembangunan jalan akan segera dilelang dan meminta Kirun Piliang memasukkan penawaran. Pada tanggal 23 Juni sampai dengan tanggal 26 Juni 2025, Kirun Piliang memerintahkan stafnya berkoordinasi dengan staf UPTD Dinas PUPR Sumut untuk mempersiapkan hal teknis sehubungan dengan proses e-katalog.

Majelis Hakim Tipikor yang menyidangkan perkara ini Khamozaro Waruwu, Mohammad Yusafrihadi Girsang dan Fiktor Panjaitan mengatakan, sidang akan dilanjutkan, Rabu pekan depan, 24 September 2025, dengan agenda pembuktian dakwaan jaksa.

Salah satu Hakim Pengadilan Tipikor Medan mengatakan, setelah sidang kedua terdakwa ini, akan menyusul sidang untuk tersangka eks Kadis PUPR Sumut Topan Ginting. Namun berkas perkara ejabat itu belum dilimpahkan KPK ke Pengadilan Tipikor. Karenanya sidang Topan Ginting belum dijadwalkan.

Jika nanti sidang Topan digelar, maka kasus korupsi ini akan semakin menghentakkan, sebab dari Topan, yang korupsi itu mengalir lagi ke sejumlah pejabat daerah, termasuk kepada Rektor USU Muryanto Amin.

Analis anggaran dari Forum Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut Elfenda Ananda mengatakan, anggaran proyek pembangunan jalan yang menjerat Topan Ginting, belum tersedia di APBD Sumut. Uang untuk pembangunan jalan itu masih dicari dan akan digeser dari dinas-dinas lain ke Dinas PUPR.

Namun, seolah-olah anggaran proyek pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar itu sudah tersedia sehingga kontraktor tergiur dan berani memberikan imbalan alias uang muka.

"Semua itu terjadi diawali keinginan Gubernur Sumut Bobby Nasution membangun jalan meski anggaran belum tersedia." ujar Elfenda.

Ia menambahkan, pergeseran anggaran dari dinas-dinas lain ke Dinas PUPR Sumut mencapai Rp 425 miliar. Akibatnya, total anggaran Dinas PUPR Sumut melonjak menjadi Rp 1,25 triliun pada tahun 2025. Masalahnya, ujar Elfenda, pergeseran anggaran itu seharusnya dialokasikan untuk kegiatan produktif seperti alat pertanian, permodalan usaha keci, dan bukan untuk pembangunan jalan.

"Akan tetapi di usaha-usaha produktif, tidak ada fee seperti di Dinas PUPR. Dan terbukti pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar yang anggarannya masih digeser dari anggaran dinas lain malah sudah jadi bancakan. OTT Topan Ginting menjadi bukti." ujar Elfenda. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini