Pilkada dan Pemilu 2029 masih lama. Tapi bagi Gubernur Bobby Nasution, pesta demokrasi itu sudah harus dipersiapkan mulai saat ini. Ia merasa perlu membangun kekuatan baru karena kedudukanya di partai politik belum begitu kokoh. Bobby saat ini hanya sebagai kader di Partai Gerindra. Cengkramannya tidak tajam di partai itu. Sewaktu-waktu ia bisa saja diabaikan.
Maka itu Bobby perlu merancang strategi dengan memanfaatkan kekuatan jaringan dari dunia kampus dan dari sejumlah tokoh penting di tingkat nasional.
Semua itu bukan saja untuk kepentingan merebut kembali jabatan gubernur, tapi juga untuk memperkuat dukungan politik bagi iparnya Gibran Rakabuming yang digadang-gadang maju sebagai presiden pada Pemilu 2029.
Bobby ingin Sumut menjadi bagian dari kekuatan keluarga Jokowi dalam merebut kembali supremasi politik 2029.
Ada empat kekuatan utama yang sedang diperkuat Bobby Nasution, yakni kekuatan di jaringan elit dengan menjadikan Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) sebagai motornya. Sedangkan kekuatan kedua ada di tingkat kepolisian. Dalam hal ini Bobby masih membangun kerjasama dengan mantan Wakapolri yang kini menjabat Menteri Imigrasi dan Lembaga Pemasyaratan, Agus Andrianto.
Meski Agus tidak lagi berkuasa di Polri, tapi jaringan Agus masih sangat kuat di lembaga itu, apalagi di Sumatera Utara. Ia cukup lama bertugas di daerah ini, mulai dari jabatan Kapolsek hingga Wakapolda dan terakhir sebagai Kapolda Sumut pada 2019 sebelum pindah tugas ke Mabes Polri.
Agus juga masih punya cantolan sangat kuat dengan Kapolri saat ini, Jenderal Listyo Sigit Prabowo karena keduanya sama-sama orang dekat Joko Widodo, mantan Presiden RI yang juga mertua Bobby Nasution.
Pada dua Pilkada sebelumnya, yakni Pilkada Medan 2020 dan Pilkada Gubernur 2024, Agus adalah pengendali lapangan bagi operasi ‘Partai Coklat’ -- istilah untuk tim politik Polri – dalam mendukung kemenangan Bobby Nasution dan kelompok pro Jokowi. Kapolri Listyo Sigit tentu ada di belakangnya.
Makanya Bobby sangat berhutang jasa kepada Agus. Tak heran jika Jokowi turut merekomendasikan Agus kepada Prabowo untuk diangkat sebagai Menteri di kabinet Merah Putih.
Kekuatan ketiga yang sedang dibangun Bobby Nasution adalah dukungan dari perguruan tinggi atau akademisi. USU menjadi salah satu target utamanya. Selanjutnya melalui jaringan di tingkat pusat, para pendukung Jokowi nantinya akan berupaya menguasai kampus-kampus PTN di Jawa dan Indonesia Timur.
Adapun kekuatan keempat adalah dari lingkup tokoh agama. Dengan dukungan modal yang dimilikinya, Bobby sangat yakin bakal bisa menguasai jaringan Islam. Ia percaya semua jaringan itu akan mudah dikuasainya dengan bermodal asupan cuan.
Tapi ia tidak puas sampai di situ saja. Bobby berupaya menaklukkan jaringan HKBP, organisasi agama Kristen terbesar di Sumatera Utara. Dengan menarik dukungan basis HKBP, setidaknya Bobby bisa merusak konsituen PDIP sebab pendukung utama kejayaan PDIP Sumut adalah umat Kristen.
Luhut Pandjaitan turut berperan berperan bermain di lingkungan umat Kristen ini. Atas rekomendasi Luhut pula sehingga Bobby menunjuk Togap Simangunsong sebagai Sekda Provinsi saat ini. Togap adalah salah seorang pegiat HKBP yang cukup terkenal di tingkat nasional.
Cyrcle politik itu telah melakukan pertemuan khusus di Balige pada 17 Mei lalu untuk membahas persiapan menjelang Pemilu 2029. Gibran Rakabuming yang saat itu sedang melakukan kunjungan kerja ke Toba, juga hadir. Mereka menyebut pertemuan itu dengan istilah Pertemuan Toba.
Salah satu poin yang dibahas pada pertemuan itu adalah bagaimana agar jaringan Jokowi bisa menguasai semua perguruan tinggi nasional di Indonesia melalui pemilihan rektor. Jika posisi rektor sudah dikuasai, maka semua isi perut perguruan tinggi itu akan mudah dikendalikan.
USU adalah kampus pertama yang menjadi perhatian mereka demi mengamankan posisi Bobby Nasution. Apalagi pemilihan rektornya akan berlangsung tahun ini. Selanjutnya perhatian itu akan berlanjut ke UI, Undip, Unair dan kampus lainnya.
Untuk jabatan rektor USU, mereka sepakat Muryanto Amin harus kembali menduduki jabatan itu. Muryanto adalah bagian dari jaringan Bobby di perguruan tinggi. Saat Pilkada Medan 2020 dan Pilkada Sumut 2024, Muryanto, Agus Andrianto dan Luhut Binsar Pandjaitan saling bekerjasama mendukung kemenangan Bobby. Mereka ingin melanjutkan kerjasama itu pada 2029 nanti.
Makanya, sejak awal mereka menyusun scenario agar para pemilik suara pada pemilihan rektor USU haruslah orang-orang yang bisa dikendalikan. Termasuk untuk jabatan Majelis Wali Amanat (MWA) yang berjumlah 18 orang. MWA adalah lembaga yang memiliki kekuasaan tertinggi di kampus PTN karena sifatnya seperti dewan pengawas dan pengarah.
Oleh karena itu Muryanto sudah mengatur scenario agar jabatan Ketua MWA diberikan kepada Agus Andrianto. Ia pun telah memilih 18 anggota MWA lainnya yang merupakan orang-orang yang bisa dikendalikannya.
Sebut saja misalnya, Aminuddin Ma’ruf (Wakil Menteri BUMN) yang tidak lain adalah mantan stafsus Presiden Joko Widodo. Tentu saja sosok ini adalah bagian dari konspirasi Bobby Nasution yang pasti akan mendukung Muryanto Amin.
Lalu ada Mohammad Abdul Ghani (mantan Dirut PTPN III yang sekarang menjabat sebagai Direktur Danantara. Sosok ini adalah ketua panitia saat pernikahan Bobby Nasution dan Kahiyang di Medan pada 2017 lalu. Masuknya nama Ghani tidak lepas dari rekomendasi Bobby. Ghani dipastikan bakal bersuara untuk mendukung konspirasi itu..
Malah ada nama Musa Idi shah alias Dodi Shah sebagai anggota MWA USU mewakili dunia usaha. Ia adalah sahabat Bobby Nasution yang juga pendukung utama kampanyenya pada Pemilu lalu.
Nama-nama lainnya dalam 18 anggota MWA itu bisa dikatakan adalah orang-orang yang pro Bobby Nasution dan Muryanto Amin. Jadi kalau dilakukan pemilihan Rektor USU, sulit untuk percaya bahwa Muryanto Amin tidak terpilih lagi.
Dalam rangka memperkuat posisi Muryanto di USU, Bobby tidak segan utnuk mengalirkan uang ke kantong rektor itu. Di sinilah muncul perintah dari Bobby kepada Topan Ginting -- mantan Kadis PUPR Sumut– untuk mengalirkan uang dalam jumlah tidak sedikit kepada Muryanto dari dana korupsi proyek jalan di Sumut.
Topan sudah ditangkap KPK. Sekarang KPK akan mengembangkan kasus korupsi ke berbagai kasus korupsi lainnya. Muryanto Amin telah dipanggil KPK sebagai salah seorang saksi yang turut menerima aliran dana korupsi itu.
Aliran uang ke Muryanto disebut-sebut sebagai modal money politic dalam rangka memuluskan dirinya terpilih lagi sebagai rektor. Rencananya uang itu akan dialirkan kepada sejumlah senat akademik agar pada pemilihan tahap awal yang berlangsung Oktober 2025 ini, Muryanto sudah berada di rangking utama sebagai calon rektor.
Kalaupun ada dua calon lainnya, nantinya mereka toh akan tersingkir pada pemilihan di tingkat Majelis Wali Amanat. Dalam rencana konspirasi ini, yang penting Muryanto harus kembali lagi jadi Rektor USU. Dengan begitu USU akan bisa dikendalikan untuk pengembangan opini saat Pilkada dan Pemilu 2029.
Sekarang keputusannya ada di tangan para akademik USU, terutama jaringan Senat Akademik yang berjumlah 112 orang.
Senat akademik ini adalah orang dalam USU yang tahap awal akan memilih tiga besar calon rektor untuk diajukan ke Majelis Wali Amanat. Jika mereka ingin Marwah USU berada dalam kendali Bobby Nasution dan keluarga Jokowi, maka mereka tentu akan memilih Muryanto. Apalagi kalau uang sudah bermain, semuanya pasti bisa diatur.
Tapi jika Senat Akademik ingin USU lebih maju sebagai kampus berwibawa dan independen, tentunya mereka harus bisa membaca situasi. Semestinya Senat Akademik USU menyatakan perang melawan konspirasi Bobby-Muryanto-Agus Andrianto dan Luhut Pandjaitan. Senat Akademik harus bisa membawa USU keluar dari jaringan politik itu.
Sudah sepantasnya USU dipimpin rektor yang tidak mau menjual martabat kampus tunduk kepada kekuasaan.
Rektor harus independen karena ia lahir dari rahim akademik yang suci. Rektor harus jauh dari korupsi karena ia mengusung misi melahirkan para pemikir yang berhati bersih. Rektor harus peka situasi politik, tapi bukan berarti ia harus bermain dalam arena politik. Rektor yang berpolitik itu adalah akademisi busuk yang haus jabatan dan kekuasaan tertopeng dunia kampus. Rektor semestinya focus pada dunia akademik.
Saat ini, dalam daftar kualitas kampus di Indonesia, USU berada dalam rangking yang memprihatinkan. Bahkan karya penelitian dinyatakan terlarang dipublikasi di sejumlah jurnal. Sampai-sampai mendapat symbol red flag dari Research Integrity Risk Index (RI²).
RI² adalah standar riset yang dikembangkan American University of Beirut guna melihat sejauh mana risiko dan integritas riset di suatu perguruan tinggi. Inilah Lembaga yang kerap dijadikan acuan dunia untuk melihat kualitas riset akademik.
Sangat disayangkan, USU masuk dalam list merah jaringan riset ini. Semua itu ada di masa Muryanto Amin.
Masih ingin USU terus jeblok hingga berada di titik memalukan? Saatnya Senat akademik dan MWA bangkit untuk reformasi USU. Ayo, jauhkan kampus ini dalam kepentingan politik dan penjilat penguasa. !***