![]() |
PT Toba Pulp Lestari |
Karena kasusnya terus berlarut, akhirnya Komisi XIII DPR memutuskan membawa konflik PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan warga di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara untuk jadi pembahasan di dalam Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Konflik Agraria. Keputusan itu merupakan hasil rekomendasi yang diambil dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Medan pada Jumat.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi XIII DPR Sugiat Santoso itu dihadiri perwakilan masyarakat, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta manajemen PT TPL.
"Hasil RDPU Komisi XIII kemarin di Medan, rekomendasinya Komisi XIII akan membawa kasus konflik TPL vs rakyat kawasan Danau Toba ke Pansus Penyelesaian Konflik Agraria yang sudah dibentuk DPR," ujar Sugiat kepada wartawan, Jumat, 10 Oktober.
Sugiat menjelaskan, dalam rapat tersebut Komisi XIII DPR juga mendorong agar sejumlah kementerian dan lembaga terkait terlibat dalam penyelesaian konflik tersebut dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Ia mengatakan, TGPF itu dipimpin langsung Kementerian Hukum dan HAM RI yang melakukan koordinasi lintas lembaga bersama Komnas HAM, LPSK, dan aparat penegak hukum. Tim tersebut bertugas memverifikasi dugaan pelanggaran HAM yang dinilai bersifat struktural dan sistematis dalam pelaksanaan konsesi PT TPL.
"Komisi XIII DPR juga mendorong Kementerian HAM, Komnas HAM, dan LPSK segera membentuk TGPF untuk menindak lanjutkan dugaan pelanggaran ham di kasus tersebut," jelasnya.
Di sisi lain, Sugiat menuturkan, Komisi XIII DPR mengimbau seluruh pihak, khususnya aparat kepolisian dan pemerintah daerah agar mengedepankan penyelesaian sengketa dengan pendekatan non-represif dan berbasis HAM. Paling penting, kata dia, menghindari penggunaan kekuatan berlebihan.
"Komisi XIII menekankan pentingnya pembukaan kembali akses jalan yang ditutup di area konsesi PT TPL untuk menjamin hak masyarakat atas pendidikan, layanan kesehatan, dan penghidupan yang layak," kata legislator Gerindra ini.
Sugiat menegaskan DPR berkomitmen memperjuangkan keadilan bagi masyarakat terdampak konflik agraria di kawasan Danau Toba. Ia memastikan, pihaknya akan mengawal persoalan ini hingga tuntas.
"Komisi XIII akan mengawal penyelesaian kasus ini hingga ke tingkat nasional melalui Panitia Khusus (Pansus) Agraria. Ini merupakan bentuk nyata kehadiran negara bagi rakyat di Danau Toba," tegasnya.
Konflik terus berlarut
PT Toba Pulp Lestari (TPL), perusahaan yang memproduksi bubur kertas (pulp) dan rayon memiliki sejarah yang panjang dan kontroversial sejak berdiri di kawasan Toba. Awalnya perusahaan ini dikenal dengan nama PT Inti Indorayon Utama.
Perusahaan yang didirikan oleh konglomerat Sukanto Tanoto pada 26 April 1983 dengan nama PT Inti Indorayon Utama (IIU) ini telah bermasalah dengan masyarakat lokal sejak awal terkait kepemilikan lahan dan pencemaran lingkungan. Keberadaan perusahaan ini juga dituding berperan mencemari Danau Toba. Akibatnya, berkali-kali terjadi bentrok antara masyarakat lokal dan petugas PT IIU yang diujung aparat keamanan.
![]() |
Aksi masyarakat menuntut penutupan PT TPL |
Pada penghujung tahun 2000, PT IIU hadir kembali dengan nama baru, yakni PT Toba Pulp Lestari. Nama baru ini diharapkan merefleksikan upaya perusahaan untuk membangun citra yang lebih ramah lingkungan. Salah satu tokoh yang memback-up kehadiran PT TPL ini adalah Luhut Binsar Pandjaitan.
Namun perubahan nama itu tidak membuat konflik selesai. Konflik lahan dan pencemaran lingkungan kembali terjadi sehingga aksi protes terhadap kehadiran perusahaan itu menggema lagi. Bahkan konflik kekerasan antara pekerja PT TPL dan masyarakat juga mencuat. Aparat keamanan kembali dituding berpihak kepada perusahaan itu.
Masyarakat akhirnya mengadukan masalah ini kepada Ephorus HKBP sebagai pimpinan agama yang disegani di wilayah Toba. Setelah melalui beberapa pertimbangan, Ephorus HKBP, Victor Tinambunan bersama sejumlah tokoh Kristen lainnya menyampaikan permintaan kepada pemerintah untuk segera menutup operasional PT TPL.
Permintaan ini yang menjadi polemic sampai sekarang. Masyarakat dan para tokoh HKBP memutuskan bahwa penutupan PT TPL adalah keputusan final. Sedangkan pemerintah harus mempertimbangkan aspek ekonomi dan investasi.
Tapi kalau kasus ini terus dibiarkan berlarut, konflik kekerasan pasti akan terjadi. Hal ini yang membuat masalah ini segera diambilalih oleh DPR RI untuk dibahas di Pansus Agraris.
Apakah nanti hasilnya putusan Pansus sesuai permintaan masyarakat dan HKBP, atau sebaliknya PT TPL akan terus dibiarkan beroperasi? Masalah ini yang akan diputuskan di Pansus Agraria DPR RI. ***