Tidak bisa dibantah pengaruh Joko Widodo masih kuat dalam sistemn hukum di Indonesia. Bahkan KPK masih takut kepada mantan presiden itu karena pimpinan KPK yang sekarang adalah orang-orang pilihan Jokowi. Makanya, ketika Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan meminta jaksa menghadirkan Gubernur Sumut Bobby Nasution di persidangan korupsi, KPK mulai kecut. Ini bukti bahwa KPK masih belum berani menyentuh menantu Jokowi.
Untuk bisa menghadirkan Bobby di pengadilan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu analisis jaksa penuntut umum (JPU) yang merupakan kepanjangan tangan mereka di pengadilan.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan analisis ini penting dugaan suap proyek jalan di Provinsi Sumatera Utara tersebut terbagi dalam beberapa klaster, yakni pemberi dan penerima. Karenanya, kehadiran menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu perlu dipelajari lagi keperluannya.
“Kita nanti lihat hasil analisis dari tim JPU. Karena dalam perkara ini kan ada beberapa kluster ya, kluster penerima, kluster pemberi, nah, saat ini yang sudah bersidang, kluster pemberi,” kata Budi kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 30 September.
Meski begitu, Budi menegaskan setiap perintah majelis hakim harus dipenuhi. Namun, sikap akhir lembaganya belum diputuskan hingga hari ini.
“Nanti kalau sudah ada keputusan, kami tentu nanti akan sampaikan,” tegasnya.
Majelis Hakim PN Medan beberapa waktu lalu minta jaksa KPK menghadirkan Bobby Nasution sebagai saksi. Perintah ini disampaikan setelah Muhammad Haldun selaku Sekretaris Dinas PUPR Sumut yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan mengungkap pergeseran anggaran melalui Peraturan Gubernur (Pergub) untuk pelaksanaan proyek pembangunan jalan.
Ketika itu, Haldun menerangkan anggaran dua jalan yang menjadi objek korupsi, yakni ruas Sipiongot–Batas Labuhan Batu dan Sipiongot–Hutaimbaru di Padang Lawas Utara dengan total nilai Rp165 miliar tak dialokasikan dalam APBD murni 2025. Proyek ini dibiayai dari dana sejumlah dinas yang dilegalkan melalui Pergub.
Mendengar kesaksian ini, Hakim Khamozaro Waruwu minta Bobby dihadirkan.
“Kalau ada risiko terhadap pergeseran anggaran, siapa yang bertanggung jawab? Ketika mekanisme pergeseran anggaran tidak berjalan maka gubernur harus bertanggung jawab,” ujarnya.
Selain Bobby, hakim juga meminta jaksa menghadirkan Pj Sekretaris Daerah Sumut saat itu, Effendy Pohan, untuk dimintai keterangan mengenai dasar hukum Pergub yang disebut telah diubah hingga enam kali.
Adapun itu, hakim mengadili dua terdakwa dari pihak swasta, yaitu Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.
Kasus ini juga menjerat eks Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting yang disebut sebagai orang dekat Bobby Nasution. Hanya saja, dia belum disidangkan karena berkas belum dilimpahkan ke pengadilan. ***