![]() |
| Aksi para aktivis Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KAMAK) di gedung KPK Jakarta pada Jumat (24/10/2025) menuntut keadilan hukum dalam kasus korupsi jalan di Sumut |
Langkah KPK ini yang mendapat kritikan keras dari masyarakat anti korupsi Indonesia. Hal ini yang membuat puluhan aktivis Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KAMAK) pada Jumat (24/10/2025) beramai-ramai kembali mendatangi KPK untuk menuntut sikap adil dari lembaga itu.
Melalui Koordinator Nasionalnya KAMAK, Azmi Hadly, mereka mendesak agar KPK bersikap tegas dan berani memeriksa serta menetapkan Bobby Nasution sebagai pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban dalam kasus Operasi Tangkap Tangan kasus korupsi jalan di Sumut. Apalagi menurut Azmi, anak buah Bobby di kantor Gubernur Sumut sudah ada yang mengakui kalau mereka menerima uang suap dari kasus itu.
“Anak buahnya sudah mengakui, mana mungkin gubernur tidak dapat jatah. Yang benar saja. Hakim kan sudah meminta agar Bobby dihadirkan di persidangan, mengapa KPK masih mau melindunginya?” kata Azmi.
Sejauh ini baru Topan Ginting, mantan Kepala Dinas PUPR Sumut yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Topan adalah tangan kanan Bobby sejak keduanya masih bertugas di Pemko Medan. Ke manapun Bobby bertugas, Topan selalu ada di sampingnya. Bahkan KPK sudah mengakui kalau aksi Topan menerima uang suap dari kontraktor tidak lepas dari perintah atasannya.
Siapa atasan Topan? Tentu saja Bobby Nasution.
Maka itu, menurut Azmi Hadly, KPK tidak boleh berhenti hanya pada penetapan tersangka Topan Ginting semata.
"Kami menilai kasus ini tidak mungkin berdiri sendiri. KPK harus berani menelusuri aliran dana dan hubungan pertanggungjawaban secara struktural. Bobby Nasution sebagai atasan langsung tentu harus dimintai keterangan," tegas Azmi dalam keterangan persnya di Medan, Jumat (24/10/2025).
Azmi menambahkan, publik menanti keseriusan KPK dalam mengungkap kasus korupsi di lingkungan Pemprovsu secara utuh, tanpa pandang bulu.
"Jangan ada kesan tebang pilih. KPK harus berani memanggil Bobby Nasution bila memang ditemukan indikasi keterlibatan atau pembiaran dalam praktik suap yang menjerat bawahannya," ujarnya.
KAMAK juga mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti pada pelaku di level pelaksana teknis.
"Kita ingin hukum ditegakkan secara menyeluruh. Siapa pun yang terlibat harus diproses, termasuk bila itu seorang kepala daerah," tambah Azmi Hadly.
Lebih lanjut, KAMAK menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan meminta masyarakat sipil untuk ikut mengawasi langkah-langkah KPK ke depan.
"KPK jangan sampai kehilangan nyali dalam menegakkan keadilan. Kasus ini ujian besar bagi integritas lembaga antirasuah," pungkas Azmi.
KAMAK menduga, sikap KPK yang tidak berani menyentuh Bobby karena keterikatan mereka dengan janji dengan Jokowi. Hal ini bisa dipahami sebab semua pimpinan KPK yang menjabat saat ini adalah orang-orang pilihan Jokowi. Saat dipilih, mereka sudah berjanji tidak akan mau menyentuh keluarga Jokowi dalam kasus korupsi.
Apalagi pimpinan KPK dan ketua tim penyidiknya adalah pejabat dari kepolisian. Sementara semua orang tahu, Kapolri Jenderal Lystio Sigit Prabowo adalah orang yang sangat dekat dengan Jokowi. Karir Sigi di kepolisian melonjak cepat berkat bantuan Jokowi. Tak heran jika Kapolri juga turut melindungi keluarga Jokowi.
Janji-janji ini yang membuat KPK tak berkutik menghadapi kasus korupsi keluarga Jokowi, meski bukti dan saksi sangat kuat. Bahkan sampai-sampai KPK berani menolak permintaan hakim untuk menghadirkan Bobby di persidangan.
Kasus ini membuktikan bahwa betapa lemahnya KPK saat berhadapan dengan keluarga Jokowi. Sedangkan jika yang menjadi tersangka adalah pejabat yang tidak terkait dengan keluarga Solo, KPK seakan-akan tampak sangat garang.
Aksi KPK memang terkadang terlihat membanggakan, tapi jika menghadapi keluarga Jokowi, mereka semua kecut. Inilah bukti ketidakadilan hukum di negeri kanoha..!
