-->

Saudi Bangun Kereta Cepat 1.500 KM dengan Biaya Setara Whoosh 142 Km, Bukti Betapa Busuknya Jokowi

Sebarkan:

 

Proyek kereta cepat Arab Saudi dengan panjang jalur 1.500 km dengan biaya setara Whoose di Indonesia yang panjang jalurnya 142 km.

Belum lama ini Pemerintah Arab Saudi mengumumkan kalau negara itu baru saja membangun proyek kereta cepat yang dinamakan Saudi Landbridge dengan jalur rel sepanjang  lebih dari 1.000 kilometer. Mau tahu berapa biaya yang dibutuhkan untuk proyek itu? Ternyata hanya Rp112 triliun. Biaya itu sama besarnya dengan proyek kereta cepat  Whoosh yang digagas Jokowi sepanjang 142 km, tapi dengan biaya Rp113 triliun.

Dengan menggunakan akal sehat, siapapun pasti melihat betapa membengkaknya biaya yang dikeluarkan untuk membangun kereta cepat di Indonesia. Otak dari semua itu adalah Joko Widodo, si presiden yang terkenal dengan julukan King of Lip Service alias Raja Pendusta. 

Jokowi bekerjasama dengan Luhut Binsar Pandjaitan untuk menggagas lahirnya kereta cepat di Indonesia.

Anehnya lagi, Luhut sempat mengakui kalau ia menerima proyek itu sudah dalam keadaan busuk. Busuk bagaimana?  Luhut dan Jokowi yang menghadirkan proyek itu dari tidak ada menjadi ada. Dengan demikian alasan busuk itu sangat tidak bisa diterima. Itu hanya alasan setelah  manipulasi proyek terbongkar.

Langkah Pemerintah Saudi yang membangun kereta cepat di negara itu tentu tidak terkait dengan Indonesia.  Namun siapapun pasti akan membandingkan biaya operasional untuk proyek itu dengan yang ada di Indonesia.

Proyek Saudi Landbridge merupakan salah satu proyek strategis nasional Arab Saudi di bawah Kementerian Transportasi dan Logistik, yang dikelola oleh Saudi Arabia Railways (SAR).  Jalur ini akan menghubungkan pelabuhan Jeddah di Laut Merah dengan pelabuhan Dammam di Teluk Arab, dengan total panjang sekitar 1.300–1.500 kilometer.

Menurut laporan Railway Supply dan Argaam, biaya proyek ini ditaksir mencapai US$7 miliar atau sekitar Rp112 triliun (kurs Rp16.000/US$). Proyek ini merupakan bagian dari Saudi Vision 2030, yang bertujuan memperkuat konektivitas logistik, mempercepat transportasi barang, dan membuka jalur komersial darat lintas Saudi.

Selain Landbridge, Saudi juga telah mengoperasikan Haramain High-Speed Railway sepanjang 449 km yang menghubungkan Makkah, Jeddah, dan Madinah sejak 2018.  Nilai proyeknya mencapai SAR 60 miliar atau sekitar US$16 miliar. Jalur ini menjadi salah satu rute cepat tersibuk di dunia dengan kecepatan hingga 300 km/jam.

Sebaliknya, proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) memiliki panjang 142,3 kilometer dengan total investasi sekitar Rp113 triliun. Proyek ini dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan China.

Dari total pembiayaan tersebut, sekitar 75 persen berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), sedangkan sisanya dari ekuitas BUMN. Pemerintah Indonesia juga menanggung tambahan biaya akibat pembengkakan anggaran atau cost overrun hingga Rp18 triliun.

Whoosh diresmikan pada 2 Oktober 2023 oleh Presiden Joko Widodo dan diklaim sebagai kereta cepat pertama di Asia Tenggara. Namun, proyek ini masih menyisakan perdebatan soal efisiensi biaya, beban utang, dan manfaat ekonomi jangka panjang.

Perbandingan: Skala dan Fungsi Berbeda

Dari sisi angka, proyek Saudi terlihat lebih efisien karena membangun jaringan lebih panjang dengan biaya serupa. Namun secara fungsi, Landbridge dan Whoosh memiliki orientasi berbeda. Landbridge berfokus pada logistik antar kota dan penguatan ekonomi lintas pelabuhan, sementara Whoosh mengutamakan transportasi penumpang antarkota besar.

Analis infrastruktur menilai bahwa perbandingan langsung tanpa konteks bisa menyesatkan. Namun, proyek Arab Saudi menunjukkan bagaimana perencanaan jangka panjang, integrasi logistik, dan pengelolaan utang negara menjadi faktor penting dalam menekan biaya mega proyek.

Baik Saudi maupun Indonesia sama-sama menjadikan proyek kereta cepat sebagai simbol kemajuan teknologi transportasi.  Bedanya, Saudi menempatkan proyek itu dalam kerangka besar Vision 2030 yang fokus pada efisiensi, konektivitas, dan diversifikasi ekonomi.

Sementara di Indonesia, proyek Whoosh kini memasuki fase evaluasi pascaoperasi. Pemerintah masih menyiapkan rencana ekspansi rute ke Surabaya, sambil menghadapi kritik publik soal pembiayaan dan utang luar negeri yang terus meningkat. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini