-->

Dakwaan Topan Ginting Tanpa Menyebut Keterlibatan Bobby, Dewas akan Panggil Jaksa KPK

Sebarkan:
Topan Ginting (kanan) mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, pejabat yang dikenal merupakan kesayangan Gubernur Bobby Nasution tampil bersama Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut Rasuli Effendi Siregar dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan pada Rabu 19 November 2025
Untuk pertama kalinya Topan Obaja Putra Ginting alias  Topan Ginting dihadirkan di persidangan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Medan sebagai terdakwa pada Rabu 19 November 2025. Jaksa KPK yang membacakan dakwaan menyebut kalau Topan merupakan salah satu pelaku utama yang menerima uang suap untuk proyek jalan yang ada di Tapanuli Selatan.

Namun KPK menyembunyikan nama Bobby Nasution dalam dakwaan itu. Padahal dalam sidang sebelumnya yang menghadirkan dua terdakwa dari pihak kontraktor, majelis hakim menyebut  kalau kasus korupsi itu berawal dari pergeseran APBD yang dilakukan Gubernur Bobby Nasution bersama timnya. Hal itu yang mendorong hakim meminta  Bobby dihadirkan di persidangan, sebab bagaimanapun juga korupsi tersebut tidak lepas dari langkah Bobby yang mengutak atik APBD tanpa berdialog dengan DPRD Sumut.

Dalam dakwaan jaksa KPK yang disampaikan di persidangan, masalah itu sama sekali tidak diungkap. Terlihat jelas kalau jaksa KPK benar-benar ingin melindungi Bobby sehingga menyembunyikan fakta tentang pergeseran APBD tersebut di persidangan.

Jaksa hanya fokus menyebutkan bahwa Topan adalah elit tertinggi di Pemprovsu yang melakukan korupsi itu. Topan memerintahkan Rasuli Efendi Siregar, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut untuk memastikan bahwa  PT Dalihan Natolu Group (DNG), perusahaan milik Akhirun adalah pemenang tender dari proyek jalan yang akan dibangun. 

Lantas  Akhirun bersama Rasuli mengatur proses e-catalog agar PT DNG dapat memenangkan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel.

Langkah yang sama juga terjadi di lingkup Satuan Kerja (Satker) Proyek Jalan Nasional (PJN) di mana Heliyanto sebagai pimpinan Satker yang mengendalikan pelaksanaan kontrak pengadaan serta mengambil Keputusan, juga memberikan proyek kepada Akhirun.

Dengan demikian Akhirun sebagai kontraktor  berhasil memenangkan pengerjaan proyek jalan, masing-masing empat proyek dalam klaster pertama di lingkungan Dinas PUPR Sumut, dan dua proyek lainnya berada di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total semua proyek itu berkisar Rp 231,8 miliar.

Dengan memenangkan perusahaan Akhirun, Topan dan semua jaringan yang terlibat dalam permainan tender proyek itu mendapatkan uang suap dari pihak kontraktor.

"Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana dan atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," pungkas jaksa.

Topan disebut sudah sempat menerima sekitar Rp2 miliar dari rencana kesemuanya yang mencapai 20 persen dari nilai proyek. Uang ini kabarnya sudah dibagi ke berbagai pihak.  Sementara sisanya akan menyusul secara bertahap.   

Jika saja kasus ini tidak diungkap KPK,  bakal ada uang suap mencapai Rp46 miliar kepada para pejabat di Sumut.

Apakah hanya Topan yang menerima uang suap sebesar itu? Ini yang menjadi pertanyaan banyak orang.

Sementara penyidik KPK sempat mengatakan bahwa Topan menerima uang suap itu berdasarkan perintah dari atasannya. Namun tidak disebutkan siapa atasan tersebut. Sementara di kantor Gubernur, semua orang tahu kalau atasan Topan Ginting adalah Bobby Nasution. Bukan rahasia lagi kalau Topan merupakan pejabat kesayangan Bobby.

Anehnya, nama Bobby terkesan dihilangkan dari dakwaan tersebut. Dakwaan jaksa hanya menekankan pada perbuatan Topan Ginting dan anak buahnya Rasuli Effendi Siregar. Kedua orang ini yang mulai menjalani sidang pada Rabu pekan ini dalam satu berkas yang sama.

Diadukan ke Badan Pengawas

Sikap Jaksa KPK yang menyembunyikan nama Bobby dalam dakwaan itu sudah dicurigai para aktivitas anti korupsi sejak awal. Oleh karena itu sejumlah pegiat anti korupsi di Jakarta beberapa kali melakukan aksi demonstrasi di halaman kantor KPK menuntut sikap transparansi lembaga tersebut.

Tidak hanya itu, mereka juga telah mengadukan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti, karena pejabat ini yang dianggap berusaha melindungi nama Bobby Nasution. Perlindungan itu diberikan karena KPK tidak mau menyentuh keluarga Jokowi dalam kasus korupsi di manapun terjadi.

Adapun dakwaan yang disampaikan jaksa KPK pada persidangan Topan dan Rasuli tidak lepas dari pemeriksaan yang dilakukan Rossa.

Terkait dengan pengaduan pegiat anti korupsi itu,  Dewan Pengawas (Dewas) KPK mempertimbangkan untuk memanggil Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara dugaan suap proyek jalan di Sumatera Utara untuk dimintai klarifikasi.

Langkah pemanggilan itu berkaitan dengan tidak pernahnya tim penyidik KPK menghadirkan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, selama pemeriksaan dan persidangan. Malah Ketua Majelis Hakim Tipikor PN Medan, Khamozaro Waruwu, sudah pernah memerintahkan jaksa KPK untuk menghadirkan Bobby sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Akhirun, selaku pemberi suap. Tapi jaksa tetap menolak.

Hal ini yang mendorong Dewan Pengawas KPK mulai curiga. Oleh karena itu pengusutan kasus ini akan dilakukan segera.

"Masalah pemanggilan Bobby, kita akan musyawarahkan dulu. Apakah perlu dipanggil yang bersangkutan (JPU) untuk minta klarifikasi atau bagaimana?," kata Ketua Dewas KPK, Gusrizal kepada wartawan di Padi Resort, Bogor, Jawa Barat, Selasa (18/11/2025).

Lebih dulu, kata Gusrizal, Dewas KPK akan memproses laporan masyarakat terhadap terlapor dugaan pelanggaran etik Kasatgas Penyidikan KPK, Rossa sesuai SOP dalam rentang waktu 15 hari.

"SOP-nya ada. 15 hari harus kita tindak lanjuti," ucapnya.

Tidak hanya JPU, Dewas KPK juga bakal mengklarifikasi Rossa. Hal itu dilakukan setelah mengklarifikasi pelapor maupun internal KPK, dan hasil pemeriksaannya dianalisis, barulah Dewas akan memanggil Rossa.

"Kita lihat hasil klarifikasi tersebut," kata Gusrizal ketika dihubungi wartawan, Selasa (18/11/2025). ***

  

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini