-->

Dari 10 Provinsi di Sumatera, Sumut Urutan ke-7 dalam Pertumbuhan Ekonomi, Kok Gini Bob?

Sebarkan:

Bobby Nasution, gubernur dengan kepemimpinan yang buruk sehingga menempatkan Sumut sebagai daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yanjg tinggi.
Di masa lalu Provinsi Sumut adalah pemantik bagi tumbuhnya perekonomian di wilayah Sumatera. Sampai-sampai Sumut dianggap sebagai provinsi induk di kota-kota di pulau ini. Namun sekarang posisinya berbeda.  Sejak di bawah kepemimpinan Bobby Nasution, Provinsi Sumut berstatus terbelakang dalam bidang pertumbuhan ekonomi.

Lihat saja, dari 10 provinsi di Sumatera, Sumut berada di urutan ke -7 dalam bidang pertumbuhan ekonomi. Rekor terbaik dipegang oleh Kepulauan Riau yang pada triwulan II/2025 mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 7,14%, disusul  Sumatera Selatan 5,39% dan Lampung 5,09%.

Adapun Sumut yang katanya merupakan provinsi terbesar di Sumatera tercatat hanya memiliki pertumbuhan ekonomi  4,69% atau di urutan ke-7. Pertumbuhan ekonomi daerah ini masih di bawah Aceh yang sebesar 4,94 persen. Padahal banyak kebutuhan Aceh yang justru didatangkan dari Sumut.  Anehnya, kok bisa bisanya pertumbuhan ekonomi Aceh lebih tinggi.

Lebih ironis lagi, rendahnya pertumbuhan ekonomi Sumut disertai pula dengan tingginya angka inflasi di daerah ini. Lihat saja, selama tiga bulan terakhir tingkatt inflasi di Sumut tercatat yang tertinggi di Indonesia. Pada September 2025 misalnya,  inflasi di Sumut mencapai  5,32 persen (yoy), sedangkan pada oktober ini berkisar 4,097 persen.

Benar, ada penurunan inflasi di Sumut pada Oktober dibanding September 2025. Tapi jangan bangga dulu, sebab daerah lain justru mengalami penurunan inflasin yang lebih tinggi. Jadi secara statistic, Sumut tetap tercatat sebagai daerah dengan tingkat inflasi di Indonesia pada Oktober ini.

Kondisi tersebut, menurut pengamat ekonomi Gunawan Benjamin, menunjukkan pendapatan masyarakat tidak mampu mengimbangi laju kenaikan harga barang kebutuhan pokok.

“Kasarnya, dalam setahun terakhir pengeluaran masyarakat naik 5,32 persen, tapi pendapatan mereka hanya naik 4,69 persen. Masyarakat jelas dirugikan,” ujar Gunawan Benyaim  kepada wartawan.

Rendahnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya tingkat inflasi di Sumut menjadi bukti kalau pemerintah daerah gagal mengantisipasi tekanan harga yang terus meningkat. Tentu saja Gubernur Bobby Nasuton adalah orang yang bertanggungjawab atas kondisi buruk ini.

Bobby memang bukan pemimpin yang paham dengan masalah rakyat sebab ia adalah pemimpin yang merupakan titipan  Joko Widodo saat sang mertua masih berkuasa. Jadi, jangan berharap banyak dari pemimpin yang tidak teruji seperti itu.

Bobby sendiri sudah mendapat peringatan dari Kemendagri soal buruknya kondisi ekonomi di Sumatera Utara belakangan ini. Apalagi tingkat inflasi juga sangat tinggi. Inflasi di atas 5 persen seharusnya merupakan sinyal bahaya bagi kehidupan rakyat karena menunjukkan meroketnya harga kebutuhan pokok.

Bobby memang sempat malu dengan teguran dari Kemendagri itu. Ia kemudian bergerak cepat  dengan mendatangkan 50 ton cabai dari Jawa Timur. Ia menganggap langkanya cabai di pasaran menjadi penyebab utama tingginya inflasi di daerah ini.

Namun tahu hasilnya? Semuanya gagal.

Cabai sudah disebar di pasaran, tapi inflasi tetap tinggi. Bahkan Sumut masih bercokol sebagai daerah dengan inflasi tertinggi di Indonesia. Semua ini menunjukkan betapa bodohnya Bobby dalam menerapkan kebijakan. Ia tidak tahu bahwa mendatangkan cabai bukanlah solusi utama sebab cabai juga banyak dihasilnya dari berbagai daerah di Sumut.

Ngapain pula ia harus mendatangkannya dari Jawa Timur. Seharusnya rantai pasok yang harus ditangai dengan cepat sehingga komodisi itu tidak langka di pasaran, bukan mendatangkan komoditi dari luar. Kalau hanya mendatangkan cabai, itu hanya sementara.

Lagi pula Bobby tidak akan bisa menyebarkan cabai itu secara merata. Penurunan harga hanya terjadi di pasar yang mendapat sebaran, tapi di pasar- pasar lain,  tetap saja harga cabai akan  mahal. Apakah Bobby pernah terpikir masalah ini?

Tak heran jika pengamat anggaran, Elfenda Ananda, menilai Bobby tidak cakap dalam mengambil keputusan. Bobby kelihatan gagap dan terburu-buru dalam mengambil langkah pengendalian inflasi dengan membeli cabai merah dari Jember, dengan kualitas pasokan buruk.

"Sebagian besar cabai yang datang dilaporkan rusak atau tidak layak konsumsi, sehingga gagal menambah pasokan di pasar secara nyata," ujar Elfenda kepada wartawan. Toh pada akhirnya cabai yang disebar itu tidak bisa mengatasi inflasi.

Bandingkan dengan daerah lain yang sama sekali tidak mendatangkan komoditi apapun  ke daerahnya. Mereka tetap mengandalkan produksi lokal. Hasilnya, inflasi di daerah itu turun signifikan.  Sementara Sumut terus merana.

Sampai kapan Sumut akan terus seperti ini? Selama Bobby masih menjabat gubernur, ya, harus tahankan lah. Makanya kalau memilih pemimpin itu, pilih yang sudah teruji, yang tahu kondisi rakyat, dan cerdas dalam membangun tim. Bukan pemimpin yang bermodal pernikahan. 

Berikut ini urutan pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatera berdasarkan data BPS Triwulan II 2025:

  1. Kepulauan Riau – 7,14% 
  2. Sumatera Selatan – 5,39% 
  3. Lampung – 5,09% 
  4. Jambi – 4,99%
  5. Bengkulu – 4,99%
  6. Aceh – 4,94%
  7. Sumatera Utara – 4,69%
  8. Riau – 4,59%
  9. Kepulauan Bangka Belitung – 4,09%
  10. Sumatera Barat – 3,94% ****

 

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini