![]() |
| Aksi massa di kantor Gubernur Sumut pada Senin 10 November 2025 menuntut penutupan PT TPL |
Rombongan itu tiba sekira pukul 10.30 WIB. Mereka tiba sambil bernyanyi meminta TPL ditutup. Mulai dari yang tua hingga muda ikut dalam aksi tersebut. Terlihat ada juga mahasiswa dan pendeta yang ikut berunjuk rasa.
Usai massa tiba, Jalan Pangeran Diponegoro yang berada di depan kantor Gubernur Sumut tersebut ditutup. Polisi tampak berjaga di lokasi untuk mengalihkan arus lalu lintas serta memasang pemberitahuan penutupan jalan. Hingga berita ini diturunkan, massa masih menggelar unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sumut
Konflik TPL tak Pernah Berhenti
PT Toba Pulp Lestari (TPL), perusahaan yang memproduksi bubur kertas (pulp) dan rayon memiliki sejarah yang panjang dan kontroversial sejak berdiri di kawasan Toba. Awalnya perusahaan ini dikenal dengan nama PT Inti Indorayon Utama.
Perusahaan yang didirikan oleh konglomerat Sukanto Tanoto pada 26 April 1983 dengan nama PT Inti Indorayon Utama (IIU) ini telah bermasalah dengan masyarakat lokal sejak awal terkait kepemilikan lahan dan pencemaran lingkungan. Keberadaan perusahaan ini juga dituding berperan mencemari Danau Toba. Akibat saling tuding itu, berkali-kali terjadi bentrok antara masyarakat lokal dan petugas PT IIU yang diujung aparat keamanan.
Seiring terjadinya gerakan reformasi pada 1998 di mana Pemerintah Orde baru mulai terpuruk di sana-sini, sehingga dukungan aparat keamanan kepada PT IIU mulai berkurang. Takut mendapat imbas dari gerakan reformasi itu, perusahaan ini akhirnya memutuskan tutup sejak 1998.
Pada penghujung tahun 2000, PT IIU hadir kembali dengan nama baru, yakni PT Toba Pulp Lestari. Nama baru ini diharapkan merefleksikan upaya perusahaan untuk membangun citra yang lebih ramah lingkungan. Salah satu tokoh yang memback-up kehadiran PT TPL ini adalah Luhut Binsar Pandjaitan.
Namun perubahan nama itu tidak membuat konflik selesai. Konflik lahan dan pencemaran lingkungan kembali terjadi sehingga aksi protes terhadap kehadiran perusahaan itu menggema lagi. Bahkan konflik kekerasan antara pekerja PT TPL dan masyarakat juga mencuat. Aparat keamanan kembali dituding berpihak kepada perusahaan itu.
Masyarakat akhirnya mengadukan masalah ini kepada Ephorus HKBP sebagai pimpinan agama terbesar di wilayah Toba. Setelah melalui beberapa pertimbangan, Ephorus HKBP, Victor Tinambunan bersama sejumlah tokoh Kristen lainnya menyampaikan tuntutan kepada pemerintah untuk segera menutup operasional PT TPL.
Permintaan ini yang menjadi polemic sampai sekarang. Masyarakat dan para tokoh HKBP memutuskan bahwa penutupan PT TPL adalah keputusan final, sedangkan pemerintah harus mempertimbangkan aspek ekonomi dan investasi.
Tapi kalau kasus ini terus dibiarkan berlarut, konflik kekerasan pasti akan terjadi. Hal ini yang membuat masalah ini segera diambilalih oleh DPR RI untuk dibahas di Pansus Agraris.
Apakah nanti hasilnya putusan Pansus sesuai permintaan masyarakat dan HKBP, atau sebaliknya PT TPL akan terus dibiarkan beroperasi? Masalah ini yang akan diputuskan di Pansus Agraria DPR RI. Namun sampai sekarang belum ada keputusan terkait Pansus DPR RI itu.
Sementara gejolak perlawanan terhadap keberadaan PT TPL terus memanas di lapangan. Gubernur Sumut Bobby Nasution termasuk yang mendukung operasional PT TPL. Bobby menegaskan bahwa operasional PT TPL telah sesuai aturan yang berlaku. Perusahaan itu juga punya hak untuk mengelola usahanya di Toba.
Maka itu, Bobby cenderung menolak tuntutan Masyarakat Toba
dan tuntutan Ephorus HKBP yang meminta PT TPL segera ditutup. Tak heran jika Bobby menolak bertemu dengan massa yang melakukan aksi di
kantor gubernur. ***
