Agus telah melayangkan surat kepada 21 orang pemegang hak suara dalam pemilihan di lingkup Majelis Wali Amanat. Ia minta pemilihan segera dilakukan karena tahu bahwa situasi Muryanto Amin saat ini dalam keadaan terjepit.
Betapa tidak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memastikan kalau Muryanto akan dihadirkan di sidang guna memberikan kesaksian terkait perannya dalam kasus korupsi proyek jalan di Sumut yang menempatkan eks Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Ginting sebagai terdakwa. Persidangan itu sendiri bakal digelar dalam waktu dekat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan.
“Jadi sebelum borok Muryanto terbongkar dalam kasus korupsi itu, Agus buru-buru melayangkan undangan agar pemilihan rektor segera dilaksanakan. Padahal Mendikti Saintek telah meminta agar pemilihan itu ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” ujar salah seorang dosen senior di USU.
Semua dosen di USU dan elit politik di Sumut sudah paham bahwa Agus Andrianto, Muryanto Amin dan Bobby Nasution berada dalam satu cyrcle. Ketiganya telah lama bekerjasama dalam kegiatan politik.
Yang paling menonjol, Agus dan Muryanto saling bahu membahu mendukung kemenangan Bobby Nasution pada dua pilkada di Sumut, yakni Pilkada Medan 2020 dan Pilkada Gubernur 2024.
Kala itu Muryanto berperan sebagai konsultan politik bagi Bobby untuk mengatur strategi kampanye, sedangkan Agus Andrianto yang kala itu menjabat Wakapolri, berperan mengerahkan kekuatan polisi di akar rumput. Peran Agus ini yang kemudian memunculkan istilah permainan “Partai Coklat’ pada Pilkada yang lalu.
Tak heran, setelah Pilkada 2024 selesai, Agus pun mendapat posisi bergengsi sebagai salah satu menteri di Kabinet Prabowo atas rekomendasi dari Joko Widodo sebagai jasa telah membantu menantunya di Pilkada Sumut. Agus mendapat jabatan sebagai Menteri Imgrasi dan Lembaga Pemasyarakatan.
Tak hanya sampai di situ, Muryanto Amin sebagai rektor USU lantas mendapuk Agus Andrianto untuk menjabat sebagai Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) USU.
MWA adalah lembaga yang berperan mengawasi system kerja universitas. Lembaga ini tak ubahnya sebagai superviser bagi proses belajar dan manajerial kampus. MWA juga sangat menentukan dalam pemilihan rektor.
Total ada 19 anggota MWA yang terdiri dari 10 internal kampus dan 9 perwakilan masyarakat, plus dua suara istimewa, yakni Gubernur dan Mendikti Saintek. Dalam pemilihan rektor itu, semua anggota MWA memiliki satu hak suara, kecuali Mendikti Saintek yang memiliki 35 persen hak suara.
Dengan demikian, dari 21 pemegang hak suara di tingkat Majelis Wali Amanat (MWA), Mendikti Saintek merupakan pemegang hak suara terbesar, sementara yang lainnya hanya punya hak 1 suara. Jadi bisa dipahami bahwa pengaruh Mendikti Saintek dalam pemilihan rektor sangatlah vital.
Proses pemilihan rektor USU sendiri berlangsung dalam dua tahap, yakni tahap pertama di tingkat Senat Akademi di mana ada 112 anggota senat kampus yang berhak memberikan suara. Tiga besar kandidat yang terpilih di tahap itu selanjutkan akan dipilih lagi di tingkat MWA.
Adapun tahap pemilihan rektor USU di tingkat Senat Akademik telah berlangsung 25 September lalu. Media ini sejak awal sudah menebak bahwa posisi tiga besar kandidat rektor terpilih pasti dikuasai oleh orang-orang Muryanto Amin. Sudah pasti Muryanto tetap memperoleh suara terbanyak, sedangkan dua kandidat lainnya menyusul di bawahnya.
Analisi itu terbukti nyata. Selengkapnyan berikut ini posisi tiga besar Rektor USU hasil pemilihan di Tingkat Senat Akademik 25 September 2025.
- Prof. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si ( Rektor petahana, guru besar Fisip) meraih 53 suara
- Prof. Poppy Anjelisa Z Hasibuan (Wakil Rektor III, guru besar ilmu Farmasi) 18 suara
- Prof. Isfenti Sadalia (Dekan Fakultas Vokasi, Guru Besar Ilmu Manajemen) sebanyak 16 suara.
Komposisi tiga besar ini pada dasarnya berada dalam satu koalisi sebab ketiganya merupakan anggota genk Muryanti Amin juga. Sebagai rektor petahana, Muryanto sudah merancang sistem pemilihan itu sehingga hanya orang-orangnya yang masuk posisi tiga besar.
Saat pemilihan di tingkat MWA nanti, dua nama lainnya pasti akan tersingkir, sementara Muryanto dipastikan unggul dominan. Tak pelak lagi, ia pasti akan kembali memimpin USU lima tahun ke depan.
Semua scenario ini dapat dibaca dengan mudah oleh siapapun di lingkup kampus USU. Apalagi Agus Adrianto sebagai sahabat dekat Muryanto dalam dunia politik, sudah bermain sejak awal. Gubernur Bobby Nasution sebagai salah seorang pemegang suara juga turut bermain pada pemilihan itu sehingga tidak mungkin ada yang bisa menghambat Muryanto kembali duduk sebagai rektor.
Jika rencana ini berhasil, maka kubu Bobby Nasution, Agus Andrianto dan Muryanto Amin bakal total menguasai USU. Tiga orang ini adalah inti dari gerakan pendukung Joko Widodo di Sumatera Utara.
Sudah pasti Agus Andrianto dan Muryanto Amin nantinya akan memanfaatkan posisi mereka untuk mendukung kemenangan Bobby Nasution pada Pilkada Gubernur 2029. Sedangkan di tingkat nasional, Agus, Bobby dan Muryanto adalah bermain untuk kepentingan keluarga Jokowi, khususnya Gibran Rakabumking Raka.
Tak bisa dibantah bahwa kekuatan genk Solo turut bermain dalam pemilihan rektor USU. Agus Andrianto, Bobby Nasution dan Muryanto Amin adalah tiga jaringan politik yang tidak bisa terpisahkan dalam barisan Jokowi di Sumatera. Mereka juga sudah bertekad akan menguasai Sumut pada Pemilu 2029 mendatang.
Masalah muncul, sebab kerjasama Muryanto Amin dan Bobby Nasution tidak hanya sebatas politik, tapi juga di pemerintahan. Muryanto bahkan terlibat dalam mengotak-ngatik APBD Sumut 2025 sehingga ia turut berperan memperbesar anggaran proyek insfrastruktur jalan, dari semula Rp669,9 miliar melonjak menjadi Rp1,2 triliun. Perubahan itu sama sekali tidak melibatkan pembahasan dengan DPRD Sumut.
Belakangan terungkap kalau semua proyek jalan ini berbau korupsi. Setidaknya KPK telah membongkar kasus korupsi proyek jalan senilai Rp 238,1 miliar di Tapanuli Selatan yang menyeret Topan Ginting, mantan Kepala Dinas PUPR Sumut, sebagai tersangka.
Belakangan mencuat kalau Muryanto Amin juga turut menikmati kucuran dana itu. Muncul kabar kalau dana hasil korupsi yang mengalir kepada Muryanto digunakan untuk memperlancar proses terpilihnya dia kembali sebagai rektor. Sejumlah media mensinyalir sudah ada uang yang beredar sejak pemilihan di tingkat senat akademik.
Rupanya Mendikti Saintek juga sejak awal telah mencium adanya aroma busuk di balik pemilihan rector itu. Apalagi Muryanto Amin sudah pernah dipanggil KPK untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus korupsi proyek jalan di Tapanuli Selatan, tapi ia mangkir. Dua kali dipanggil, dua kalinya Muryanto menolak datang.
Sebagai pejabat yang bertanggungjawab di bidang pendidikan, tentu saja Mendikti Saintek Brian Yuliarto sangat keberatan dengan permainan Muryanto itu. Kalau orang seperti ini terus dibiarkan berkuasa di kampus, sistem pendidikan akan rusak. Kualitas Pendidikan di Sumut pasti akan hancur-hancuran.
Apalagi selama lima tahun memimpin USU, Muryanto gagal mendongkrak citra kampus USU di tingkat nasional. Malah kondisinya semakin buruk karena sejumlah jurnal terpandang justru memberi nilai buruk kepada hasil karya akademisi USU. Memalukan..!
Brian Yuliarto tidak ingin membiarkan semua kebusukan ini terus terjadi. Menjelang dilaksanakan pemilihan rektor USU di tingkat Majelis Wali Amanat yang berlangsung di Kantor Kementerian Imigrasi dan Lembaga Pemasyarakatan Jakarta pada 2 Oktober lalu, Brian langsung bersuara tegas. Ia langsung mengeluarkan keputusan untuk menunda pemilihan itu sampai batas yang tidak ditentukan.
Kebijakan penundaan itu dipertegas melalui Surat Keputusan Nomor 2354/A/HM.00.00/2025 pada 30 September 2025 yang ditandatangani Sekretaris Jenderal Togar Mangihut Simatupang atas nama Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Tidak hanya itu, Brian lantas mengirim tim auditor dari Kemendikti Saintek untuk melakukan investigasi mendalam guna mengorek permainan Muryanto selama memimpin kampus USU.
Apa boleh buat, Agus Andrianto dan kawan-kawannya harus gigit jari. Impian mereka untuk mendudukkan kembali Muryanto Amin sebagai rektor terhalang. Parahnya lagi, sampai batas waktu yang tidak jelas.
Belakangan
ini Agus Andrianto mungkin semakin gelisah karena KPK berencana untuk menghadirkan
Muryanto dalam persidangan eks kepala Dinas PUPR, Topan Ginting yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan. Tentu saja ini
membuat Agus Andrianto kalang kabut. Bukan tidak mungkin belang Muryanto akan
semakin terungkap. 
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto
Oleh karena itu, Agus lantas buru-buru segera memaksakan untuk berlangsungnya pemilihan rector di Tingkat Wali Amanat. Ia sama sekali tidak peduli dengan SK penundaan dari Brian Yuliarto. Agus telah mengirim undangan kepada semua pemegang hak suara agar hadir di kantornya di Kementerian Imigrasi dan Lapas Jakarta pada 18 November mendatang.
Bisa dipastikan, langkah Agus itu akan mendapat perlawanan dari Mendikti Saintek. Konflik pertarungan merebut kursi rektor USU setidaknya telah bergeser menjadi persaingan di tingkat menteri, antara Agus Andrianto dan Brian Yuliarto.
Apakah pemilihan itu akan tetap berlangsung pada 18 November mendatang? Ini yang menjadi pertanyaan besar. Sementara persidangan kasus korupsi jalan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Medan semakin memanas. Akan lebih memanas lagi manakala Topan Ginting bakal duduk sebagai terdakwa dan Muryanto Amin sebagai saksi.
Persidangan itu pasti akan membongkar bagaimana kaitan korupsi proyek tersebut dengan peran Muryanto di dalam pemerintahan Bobby Nasution. Dari situ akan terungkap pula posisi Muryanto dalam kasus korupsi proyek jalan di Sumut.
Lebih jauh lagi, pengadilan bukan tidak mungkin akan menguak jaringan politik yang dibangun antara Agus Andrianto, Bobby Nasution dan Muryanto Amin.
Semua ini adalah drama politik yang menarik untuk disimak. Drama yang pastinya akan mendebarkan bagi penguasa local, dan memalukan bagi kalangan akademis..!***

