-->

Bareskrim Polri Turun Tangan Selidiki Asal Usul Kayu Gelondongan di Banjir Tapanuli

Sebarkan:
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol. Moh. Irhamni

Kasus hanyutnya ribuan kayu gelondongan yang terbawa arus banjir bandang di Tapanuli Selatan mengundang keheranan banyak pihak. Asal usul kayu itu dipastikan berasal dari aksi penebangan hutan yang dilakukan di bagian hulu. Begitu banyaknya gelondongan kayu yang hanyut sehingga mendorong  Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri turun tangan menyelidiki asal kayu kayu itu.

 “ Ya, asal usulnya sedang penyelidikan,” kata Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol. Moh. Irhamni di Jakarta, Selasa (2/12/2025).

Ia mengatakan, sejauh ini asal kayu gelondongan tersebut belum diketahui. Namun, penyelidikan saat ini tengah berjalan.

Sementara itu, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tengah menelusuri sumber-sumber kayu yang terbawa banjir di Sumatera, termasuk potensi berasal dari pembalakan dan praktik ilegal lainnya. Terlebih sebelumnya terungkap sejumlah kasus peredaran kayu ilegal di wilayah terdampak.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut Dwi Januanto Nugroho mengatakan terkait kayu-kayu yang terbawa banjir di Sumatera dapat berasal dari beragam sumber mulai dari pohon lapuk, pohon tumbang, material bawaan sungai, area bekas penebangan legal, hingga penyalahgunaan Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) dan pembalakan liar (illegal logging).

Fokus Ditjen Gakkum, ujarnya, adalah menelusuri secara profesional setiap indikasi pelanggaran dan memproses bukti kejahatan kehutanan melalui mekanisme hukum yang berlaku.

"Terkait pemberitaan yang berkembang, saya perlu menegaskan bahwa penjelasan kami tidak pernah dimaksudkan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir, melainkan untuk memperjelas sumber-sumber kayu yang sedang kami telusuri dan memastikan setiap unsur illegal logging tetap diproses sesuai ketentuan," jelasnya.

Hal itu karena sepanjang 2025 saja, Gakkum Kemenhut sudah menangani sejumlah kasus terkait pencucian kayu ilegal di sekitar wilayah terdampak banjir di Sumatera. Termasuk di Aceh Tengah pada Juni 2025 saat penyidik mengungkap penebangan pohon secara tidak sah di luar areal PHAT dan kawasan hutan oleh pemilik PHAT dengan barang bukti sekitar 86,60 meter kubik kayu ilegal.

Tidak hanya itu, di Solok, Sumatera Barat pada Agustus 2025 berhasil diungkap kegiatan penebangan pohon di kawasan hutan di luar PHAT yang diangkut menggunakan dokumen PHAT dengan barang bukti 152 batang kayu/log, 2 unit ekskavator, dan 1 unit bulldozer.

"Kejahatan kehutanan tidak lagi bekerja secara sederhana. Kayu dari kawasan hutan bisa diseret masuk ke skema legal dengan memanfaatkan dokumen PHAT yang dipalsukan, digandakan, atau dipinjam namanya. Karena itu, kami tidak hanya menindak penebangan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, dan alur dana di belakangnya," tuturnya

Aksi penebangan kayu itu yang membuat bencana banjir di Sumut semakin parah. Walhi setidaknya meyakini ada tujuh perusahaan pengelola hutan yang mendapat izin dari Kementerian Kehutanan yang terlibat dalam penebangan kayu itu.  Oleh karena itu, selain pihak Perusahaan,  Walhi juga menuntut Menteri Kehutanan bertanggungjawab atas dampak bencana yang dimunculkan perusahaan itu. **

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini