Pasalnya, surat tersebut lebih dulu beredar di dunia maya ketimbang sampai ke kantor DPD Golkar Sumut. Sejumlah pengurus Golkar malah mengaku mendapat kabar itu terlebih dahulu dari jaringan grup WhatsApp.
“Harusnyakan surat ini sampai ke DPD Golkar dulu, baru beredar kabar ke public. Kok ini terbalik, bahkan DPD sampai sekarang belum menerima surat itu secara resmi,” kata Ilhamsyah, Sekretaris DPD Golkar Sumut.
Tapi melihat bentuk suratnya yang dilengkapi tandatangan ketua Umum Bahlil Lahadalia dan Sekretaris Jenderal Muhammad Sarmuji. Ilhamsyah menilai surat itu benar-benar asli. Ia pun mengaku sangat kecewa.
Begitu kecewanya, sehingga Ilhamsyah langsung mengirim kabar ke DPP Golkar di Jakarta menyatakan mengundurkan diri dari partai itu.
"begitu saya tahu surat itu beredar ke public, maka terhitung sejak ]17 Desember, saya sudah mengundurkan diri dari Sekretaris Golkar Sumut. Sudah saya sampaikan langsung melalui chat WhatsApp ke Sekjen DPP Golkar, saya mengundurkan diri," sebut Ilhamsyah.
Berbeda dengan Ilhamsyah yang begitu cepat emosi, Ijeck bersikap lebih tenang meski ia juga cukup marah. Sebagai ketua DPD Golkar Sumut, Ijeck seharusnya orang pertama yang menerima surat itu. Nyatanya, ia pun belum menerima.
Makanya, Ijeck berinisiatif langsung terbang ke Jakarta untuk bertemu Bahlil Lahadalia memastikan soal surat itu. Sebelum ada kepastian dari Bahlil, Ijeck tetap berkeyakinan bahwa surat itu bisa saja palsu.
“Sampai hari ini Ijeck masih terus berusaha mencari waktu untuk bisa bertemu ketua Umum Golkar itu. Ia ingin mempertanyakan soal keputusan pemberhentian itu langsung dari Bahlil. Sekaligus mau tahu apa alasannya ia diganti,” ujar salah seorang pengurus Golkar Sumut yang dihubungi Kajianberita.com.
Ijeck tidak sendirian terbang ke Jakarta. Beberapa pengurus Golkar Sumut lainnya juga dikabarkan sedang berada di Jakarta. Siang ini menyusul bendahara Golkar Ikhwan Habib Nasution yang tiba di Jakarta.
Misi mereka sama, ingin bertanya langsung kepada Bahlil soal surat pemberhentian ketua DPD Golkar Sumut.
Sebagaimana yang sedang diberitakan, Bahlil bersama Sekjen Golkar Muhammad Sarmuji telah menerbitkan Surat Pemberhentian Ijeck dari jabatan ketua Golkar Sumut sehubungan dengan berakhirnya masa jabatan pengurus yang sekarang. Surat pemberhentian itu berlaku terhitung sejak ditandatangani pada 14 Desember 2025.
Sebagai penggantinya, Bahlil menunjuk Ahmad Doli Kurnia Tanjung, anggota DPR RI, sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua DPD Golkar Sumut. Ahmad Doli akan mengemban jabatan itu sampai dilaksanakannya musyawarah daerah (Musda) yang rencananya berlangsung awal tahun depan.
Ijeck sendiri kabarnya tidak pernah diberitahu soal pemberhentian itu. Malah dalam pertemuan sebelumnya dengan Bahlil, sempat mencuat janji bahwa tidak akan ada pergantian pengurus Golkar Sumut sebelum Musda dilaksanakan. Dengan kata lain, pergantian hanya dilakukan sesuai hasil Musda.
Nyatanya, Musda belum berlangsung, pergantian sudah dilakukan. Ini yang membuat Ijeck dan para pendukungnya merasa dicurangi. Mereka yakin, ada agenda khusus dibalik terbitnya surat pemberhentian itu.
Agenda pertama, surat pemberhentian sengaja disebar terlebih dahulu ke public agar Ijeck dan pendukungnya malu dan shock. Dan kedua, agar Ijeck tidak bisa bermanuver mendapatkan dukungan dari berbagai daerah pada Musda yang akan dilakukan tahun depan.
Sejak awal memang sudah tercium gelagap kalau pimpinan pusat Golkar ingin menyingkirkan Ijeck dari jabatan ketua Golkar Sumut. Mereka sudah merancang agar Hendri Yanto Sitorus yang saat ini menjabat Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) untuk menduduki jabatan itu. Hendri Yanto saat ini juga menjabat sebagai ketua Golkar Labura.
Tentu saja ada sosok lain yang bermain di balik scenario ini. Dia adalah Joko Widodo, mantan presiden RI, orang yang paling disegani Bahlil saat ini.
Jokowi diduga sengaja memberi perintah kepada Bahlil untuk menjalankan scenario pemberhentian Ijeck guna mengamankan posisi menantunya, Bobby Nasution pada Pilkada 2029 mendatang.
Saat ini Bobby memang tercatat sebagai kader Gerindra Sumut, tapi tidak ada jaminan bahwa ia akan mendapat dukungan dari partai itu untuk maju lagi pada Pilkada 2029. Apalagi posisi Bobby hanya sebagai kader biasa di partai itu, bukan pengurus teras.
Lagi pula hubungan Jokowi dan Prabowo tidak lagi semesra dulu. Bisa jadi Gerindra tidak mau lagi mencalonkan Bobby untuk maju sebagai calon gubernur kedua kalinya.
Satu-satunya
partai yang sudah pasti mendukung Bobby adalah PSI, yang memang sudah
dikendalikan oleh keluarga Jokowi. Tapi suara PSI tidak begitu kuat di Sumut,
sehingga Jokowi butuh dukungan satu partai besar. Golkar adalah pilihan utama
mengingat partai ini merupakan pemenang Pemilu di Sumut.
Sekretaris Golkar Sumut, Ilhamsyah, sudah menyatakan mundur dari partai setelah menilai adanya ketidakadilan di partai itu.
Makanya, pembersihan Golkar harus dilakukan sekarang. Ijeck sengaja disingkirkan karena ia dianggap batu besar yang akan menghalangi majunya Bobby dari partai itu. lagi pula sudah menjadi rahasia umum kalau hubungan Ijeck dan Bobby sudah retak.
Bobby cenderung membangun koalisi dengan ketua DPRD Sumut, Eri Ariyanti Sitorus yang juga musuh politik Ijeck di Golkar. Eri Ariyanti Sitorus adalah adik kandung dari Hendri Yanto Sitorus, yang digadang-gadang akan menduduki jabatan Ketua Golkar Sumut ke depan.
Bisa dikatakan Ijeck yang tadinya memiliki posisi sangat kuat di Golkar, kini justru menjadi pecundang. Semua kekuatan Golkar Pusat tidak lagi mau mendukungnya karena ia dianggap orangnya Airlangga Hartarto, ketua umum Golkar yang disingkirkan Bahlil berkat dukungan Jokowi.
Bahkan sampai-sampai Luhut Binsar Pandjaitan --- yang dulunya mendukung Ijeck maju sebagai ketua Golkar Sumut -- tidak mau lagi membelanya. Ijeck harus berjuang sendiri melawan kekuatan pusat dan pasukan pendukung Pro Jokowi. ***
