Ada banyak kerusakan infrastruktur akibat bencana banjir dan longsor yang melanda Tapanuli Tengah, Sibolga dan Tapanuli Selatan pada penghujung November 2025 ini. Jaringan komunikasi dan listrik PLN tidak berfungsi. Ribuan warga mengungsi. Lantas, apa saja yang dilakukan Gubernur Bobby Nasution dalam menangani bencana itu?
Sejauh ini Bobby Nasution lebih banyak berperan bak sebagai relawan yang bagi-bagi bantuan. Dalam sebuah sorotan kamera, Ia tampak turut membagikan bantuan dari udara bersama pasukan TNI-AU. Selain itu, tak ada terobosan apapun untuk mengani para korban dan mencari solusi yang lebih komprehensif. Bahkan upaya untuk menangai akses menembus lokasi terisolasi juga tidak bisa dilakukan.
Pemerintah Provinsi Sumut sama sekali tidak mampu menangani kerusakan jalan dan jembatan, sehingga mau tidak mau, pemerintah pusat harus turun. Padahal bencana yang terjadi di wilayah itu bukanlah kategori bencana nasional.
Masih bencana skala daerah. Harusnya Pemerintah provinsi yang aktif bergerak menangani distribusi makanan, perbaikan infrastruktur dan bantuan untuk para korban.
Nyatanya, Bobby sebagai gubernur tidak mampu melakukan langkah konkrit, selain membagikan sembako dari udara. Tak ubahnya relawan biasa. Tak ada gagasan konkrit untuk menembus lokasi-lokasi yang terkena bencana. Bobby berharap semua itu ditangani pemerintah pusat.
Oleh karena itu ia turut mendorong agar Pemerintah pusat segera menyatakan bencana banjir dan longsor yang melanda Tapanuli Tengah, Sibolga dan Tapanuli Selatan dinyatakan sebagai bencana nasional. Jika status itu bisa ditetapkan, system dan biaya penanganan bencana akan ditanggulangi anggaran nasional. Sementara Pemerintah provinsi hanya sebagai back-up saja.
Tapi pemerintah pusat tegas menolak. Menurut mereka, bencana yang terjadi di Sumut masih dalam skala kecil. Belum pantas dinyatakan sebagai bencana nasional. Karena skala kecil, Pemerintah provinsi seharusnya tampil sebagai leading sector untuk bergerak di lapangan. Jangan hanya berharap dari Pemerintah pusat.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto yang turun langsung ke lokasi bencana menyebutkan bahwa bencana di Sumut itu belum layak dinyatakan sebagai bencana nasional.
"Bencana yang terjadi di Sumut yang berat cuma di Tapanuli Tengah. Daerah lainnya relatif bisa diatasi. Jadi saya tidak perlu menyampaikan apakah perlu tidaknya status darurat bencana nasional atau daerah tapi sekarang statusnya masih bencana daerah tingkat provinsi," ujar Suharyanto.
Pernyataan itu sekaligus menandakan bahwa bencana itu harusnya dapat ditangani Pemerintah provinsi. Jangan semuanya harus bergantung kepada pusat.
Tapi sepertinya Bobby tidak mampu melakukan tindakan nyata selain hanya bertindak bak relawan yang membagi-bagikan sembako. Hal ini yang membuat Pemerintah pusat terpaksa turun tangan. Jadi, meski statusnya bencana provinsi, sikap pemerintah pusat seakan menjadikan bencana itu sebagai bencana nasional.
Lihat saja bagaimana Kepala BNPB bersama timnya harus turun langsung untuk memimpin evakuasi para korban bencana. Semestinya langkah itu dipimpin Gubernur Bobby Nasution dengan mengerahkan tim Badan penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bersama sejumlah organisasi relawan yang ada di Sumut. Tapi itu pun tidak bisa dilakukan.
Bisa dipahami, sebab Bobby memang sangat tidak terbiasa menangani kasus seperti ini. Ia bukanlah pemimpin yang diasah dari bawah, melainkan pemimpin yang muncul tiba-tiba dari hasil pernikahan dengan putri seorang presiden.
Bobby tidak pernah terjun dalam dunia politik sebelumnya dan tidak berpengalaman luas dalam berorganisasi. Jadi kalau harus dihadapkan dengan bencana seperti itu, wajar jika dia kelabakan.
Bahkan sewaktu menjabat walikota, janjinya untuk membebaskan Kota Medan dari banjir sama sekali tidak bisa dibuktikan. Di masa Bobby, Kota Medan justru semakin parah diterjang banjir.
Bagaimana mungkin Bobby bisa dipaksa bekerja efektif untuk berhadapan dengan bencana yang terjadi sekarang ini. Jadi, wajar saja kalau Bobby tidak tahu harus melakukan apa di lapangan, selain membagi-bagikan sembako dari udara bersama pasukan TNI.
Ia justru berada di lokasi bencana pada hari keempat. Di saat Bobby masih di Medan, BNPB sudah turun dari pusat untuk mendirikan pos di Tarutung, Tapanuli Utara.
Sementara untuk mengatasi infrastruktur yang rusak, Presiden harus memerintahkan Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terjun langsung ke Medan. Menteri Sosial Syaifullah Yusuf juga turut bergerak menyebarkan bantuan. Ada lagi Menteri Transmigrasi yang membantu menerobos wilayah-wilayah terisolasi. Bobby sendiri hanya berperan mendampingi mereka.
Jadi, meski status bencana di Sumut ketegori bencana provinsi, sebenarnya penanganan yang diberikan pemerintah pusat sudah menyerupai bencana nasional. Bukan karena bencana itu sangat besar, tapi karena Pemerintah Provinsi tidak mampu menangani secara efektif. Bahkan untuk mengerahkan alat berat saja, harus AHY yang turun ke lapangan guna menembus jalan-jalan yang terkubur longsor.
Status bencana
Sejauh ini, menurut Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, baru dua bencana di Indonesia yang dikategorikan bencana nasional, yaitu tsunami di Aceh pada penghujung 2024 dan pandemi Covid-19 pada 2020. Pemerintah pusat memang harus berjibaku untuk mengani keduanya. Apalagi korban sangat banyak.
Melihat kategori bencana itu, bisa dipahami kalau bencana yang terjadi di Sumatera Utara baru-baru ini tidak bisa dikategorikan bencana nasional. Meski demikian, kita tetap prihatin dengan dampak bencana yang terjadi. Namun Pemerintah Daerah tidak boleh manja, seakan semua itu harus ditangai pemerintah pusat.
Gubernur sebagai kepala pemerintahan di tingkat provinsi harusnya bereaksi cepat menyikapi bencana itu. Ia harus sigap memimpin tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah untuk bekerja di lapangan.
Sayangnya, Bobby tidak mampu melakukannya. Tak heran, ketika Presiden Prabowo berkunjung ke lokasi bencana di Tapanuli Tengah pada 1 Desember 2025, Bobby hanya sebagai pendamping saja. Yang justru banyak berperan adalah tim dari BPBN.
Sebagai gubernur, semestinya Bobby berjalan di samping presiden menjelaskan masalah yang terjadi. Ia harus bisa saling membagi informasi bersama dengan Bupati Tapanuli Tengah.
Yang tampak, justru Bobby ada di belakang presiden. ia lebih banyak berperan mendengar informasi dari BNPB yang bekerja di lapangan. Seakan ia adalah tamu yang ikut rombongan presiden. Bukan sebagai tuan rumah yang harusnya menjelaskan masalah bencana itu kepada presiden.
Pemerintah pusat sepertinya cukup memahami masalah ini sehingga penanganan bencana Sumut secara tidak langsung sudah ditangani secara nasional. Media lebih banyak bertanya kepada Kepala BNPB soal situasi lapangan ketimbang bertanya kepada Bobby sebagai gubernur. Menantu Jokowi ini sepertinya tidak tahu apa-apa soal bencana itu.
Jadi, warga Sumut tidak perlu lagi mendesak pusat untuk menyatakan bahwa bencana yang terjadi di daerah ini sebagai bencana nasional. Menurut kategori yang berlaku, bencana ini tetap bencana provinsi. Tapi karena gubernur tidak mampu menangani situasi lapangan, sehingga penanganannya tetap dikomandoi pusat. Bisa dikatakan, inilah bencana daerah berasa bencana nasional.
![]() |
| Presiden Prabowo saat bertemu dengan salah seorang korban bencana di Tapanuli Tengan, Senin 1 Desember 2025 |
Sebagaimana dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana merupakan suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam serta mengganggu kehidupan masyarakat. Penyebabnya bisa berasal dari faktor alam, non-alam, ataupun manusia, yang secara langsung mengakibatkan adanya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa suatu peristiwa baru dapat disebut sebagai bencana jika telah memenuhi kriteria mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat secara luas.
Selain itu, dilansir dari Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana yang diunggah oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), status keadaan darurat bencana selanjutnya dapat ditetapkan bila situasi tersebut menuntut adanya respons dan tindakan segera yang memadai.
Keadaan darurat bencana terbagi menjadi 3 tingkatan, yakni keadaan darurat bencana kabupaten/kota, keadaan darurat bencana provinsi, serta keadaan darurat bencana nasional. Perbedaan antara ketiga kondisi darurat tersebut terletak pada skala dampak dan tingkat kemampuan pemerintah daerah untuk menanggulangi bencana tersebut secara mandiri.
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa bencana nasional merupakan suatu bencana yang skala dan dampaknya sangat luas secara nasional, melintasi batas kemampuan pemerintah daerah provinsi untuk mengatasi bencana tersebut.
Indikator atau syarat ditetapkannya status bencana nasional
Sebagaimana Pasal 7 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2007, penetapan status darurat bencana nasional maupun daerah tidak dapat dilakukan begitu saja, melainkan terdapat beberapa indikator yang perlu dipenuhi. Indikator tersebut meliputi:
- Jumlah korban
- Kerugian harta benda
- Kerusakan prasarana dan sarana
- Cakupan luas wilayah yang terkena bencana
- Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Selain itu, secara umum untuk menetapkan tingkatan keadaan darurat bencana, diperlukan indikator-indikator yang secara jelas menunjukkan perbedaan situasi di lapangan.
- Tingkat status darurat bencana ini dapat dinilai berdasarkan sejumlah indikator yang mencerminkan kapasitas atau kemampuan daerah dalam menangani bencana tersebut, yaitu:
- Ketersediaan sumber daya yang dapat digerakkan atau dimanfaatkan untuk menangani situasi darurat bencana, yang meliputi petugas/personil, logistik dan peralatan, serta pembiayaan
- Kemampuan pemerintah daerah untuk menjalankan sistem komando tanggap darurat bencana, yang sekurang-kurangnya meliputi Pos Komando Penanganan Darurat Bencana dan Pos Lapangan Penanganan Darurat Bencana
- Kemampuan daerah dalam melakukan tindakan awal keadaan darurat bencana, yang meliputi:
- Penyelamatan dan evakuasi korban atau penduduk yang terancam.
- Pemenuhan kebutuhan pokok, seperti air bersih, pangan, sandang, layanan kesehatan, sanitasi, psikososial, dan tempat tinggal sementara.
- Perlindungan terhadap kelompok rentan.
- Pemulihan fungsi infrastruktur dan fasilitas vital.
Adapun secara khusus, status bencana nasional dapat ditetapkan jika pemerintah provinsi yang terdampak dinilai tidak mampu dalam satu atau lebih hal berikut:
- Mengerahkan sumber daya manusia untuk penanganan darurat.
- Mengoperasikan sistem komando penanganan bencana.
- Melakukan respons awal bencana, seperti penyelamatan dan evakuasi korban atau penduduk terancam serta pemenuhan kebutuhan dasar warga.
Diketahui, status bencana nasional sangat jarang ditetapkan. Status ini pernah diberlakukan saat peristiwa Covid-19 dan Tsunami Aceh 2004. Saat terjadi gempa di Palu dan Cianjur, pemerintah pun tidak menetapkannya sebagai bencana nasional. Pemerintah daerah tetap mampu mengatasinya dengan dukungan nasional.
Tapi yang terjadi di Sumut, Pemerintah Provinsi seakan tidak tahu melakukan apa-apa. Gubernurnya hanya bisa rapat dan membagikan sembako seperti relawan biasa. Tapi untuk Solusi yang lebih besar, tidak tahu harus melakukan apa-apa. Ujungnya, pusat yang harus turun tangan. ***

