-->

Sistem Pilkada akan Dikembalikan ke DPRD, Sejauh ini Hanya Satu Partai yang Menolak!

Sebarkan:
penghitungan suara pada sistem pilkada langsung di mana rakyat yang memilih kepala daerah. Ke depan parta politik berencana akan mengembalikan sistem Pilkada kepada DPRD sehingga rakyat hanya menonton saja.  

Rencana mengembalikan sistem Pemilihan kepala daerah (Pilkada) dipilih lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) belakangan kembali menguat. Usulan ini ramai usai Presiden RI Prabowo Subianto menilai Pilkada langsung yang berlaku sejak 2005 tidak efisien dan banyak memakan biaya serta waktu. Sejumlah pimpinan partai juga mendukung gagasan Prabowo itu.

Dalam waktu dekat DPR RI akan menyusun rancangan undang-undang baru yang mengubah Undang-undang Pilkada yang sekarang menganut system langsung. Sangat terbuka kemungkinan aturan baru itu akan diberlakukan pada Pilkada 2029.

Saat ini semua masih beradu argumen di parlemen. Saat ini ada delapan partai yang menguasai kursi di DPR RI, yakni PDIP, Gerindra, Golkar, Demokrat, PKS, PKB, NasDem, dan PAN. 

Dari delapan partai itu, hanya PDIP yang masih kukuh bertahan agar system Pilkada tetap menerapkan pemilihan langsung, bukan melalui DPRD. Sementara enam partai lainnya kukuh ingin kembali ke pola lama.

Partai Demokrat yang tadinya bersikeras mempertahankan sistem langsung, belakangan mulai sedikit goyah. Partai itu mengaku akan mengkaji kembali secara internal system Pilkada ke depan. 

Berikut ini sikap masing-masing dari 8 partai parlemen terkait usulan perubahan system Pilkada

Golkar

Secara tegas partai Golkar paling vocal meminta agar system Pilkada kembali ke pola lama. Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia sudah bersepakat dengan Presiden Prabowo agar pemilihan dikembalikan ke DPRD, tidak lagi ke rakyat secara langsung.

Rencana pengembalian system Pilkada ke DPRD ini juga menjadi salah satu rekomendasi yang dihasilkan Golkar dari Rapimnas partai itu yang berlangsung pada 20 Desember 2025. Alasannya, demi untuk mengurangi  tingginya biaya politik lantaran menerapkan pemilu langsung.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Zulfikar Arse mengatakan badan kelengkapan DPR yang membidangi pemerintahan daerah siap membahas usulan itu dalam revisi UU Pemilu yang dimulai pada 2026. 

RUU Pemilu telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2026 dan akan dibahas secara kodifikasi atau omnibus law dengan sejumlah RUU politik lain. Hingga saat ini, ada dua RUU yang masuk di dalamnya, yakni RUU Pilkada dan RUU Partai Politik.

PDIP

Boleh dikatakan hanya partai PDIP yang tegas menolak mengembalikan system Pilkada ke pola yang lama. Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengatakan PDIP menolak wacana ini karena sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan bahkan ada putusan MK yang mendukung pemilihan secara langsung.

"Tapi secara prinsip bahwa Undang-Undang Dasar kita sudah mengatakan Pasal 18 dipilih secara demokratis dan ada putusan MK yang dimaksud dengan demokratis adalah pemilihan secara langsung, itu aturan yang harus kita jaga bersama-sama," kata Guntur.

Menurut pihaknya, permasalahan pilkada bukan politik uang atau money politic, melainkan soal lemahnya penegakan hukum.

"Emang ketika dipilih DPRD enggak ada money politic? Ya kan? Masalahnya kan money politic itu hanya terjadi, misalnya dalam lingkaran DPRD itu sendiri. Kalau Pilkada langsung, ya mungkin melibatkan lebih banyak. Tapi, artinya money politic itu tetap akan ada. Artinya apa? Isunya adalah soal penegakan hukum," ujarnya.

PKB

Sementara itu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan pelaksanaan pilkada langsung tidak produktif dan efektif. Cak Imin mengaku sudah mengevaluasi penyelenggaraan pilkada langsung yang sudah berjalan sejak 2005 silam. 

Ia menilai system itu banyak kelemahan.

"Pilkada langsung tidak produktif dan banyak sistem demokrasi yang tidak efektif, kita akan evaluasi," kata Cak Imin. Oleh karena itu ia bersama partainya mengaku akan mendukung sikap DPR RI yang akan Menyusun Undang-undang Pilkada baru yang menerapkan Kembali Pilkada ke pola yang lama.

PAN

Kalau ini kan partai yang berada di bawah ketiak penguasa. Apa kata penguasa, mereka akan menuruti saja. Siapapun penguasa, partai ini cenderung manut. Makanya, ketiga Prabowo mendukung Pilkada Kembali ke system lama, PAN langsung setuju.

Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi menyatakan pihaknya mendukung usul Partai Golkar dan Gerindra soal mengembalikan pilkada dilakukan lewat DPRD saja. Lagi pula, kata Viva,  UUD selama ini tidak mengatur pilkada harus dipilih secara langsung. Dia bilang UUD hanya memerintahkan bahwa pilkada harus dipilih secara demokratis.

PKS

Sikap partai ini cenderung mengambang. Tidak jelas. Namun secara umum PKS tetap setuju kalau Pilkada dikembalikan ke DPRD.  

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera menyarankan Pilkada lewat DPRD hanya untuk tingkat kabupaten. Sementara bagi walikota, Pilkada tetap dipilih secara langsung. Menurut dia, Pilkada lewat DPRD untuk kabupaten bisa dilakukan untuk menyeimbangkan antara popularitas dan kapasitas.

Sikap plin plan PKS ini dipastikan berubah kalau nanti mayoritas suara di DPR RI sepakat mendukung perubahan Pilkada itu. Saat ini kecenderungannya PKS malu untuk bersikap tapi sebenarnya mereka juga setuju Pilkada Kembali ke pola yang lama.

Demokrat

Semula Partai Demokrat punya sikap yang sama dengan PDIP, menolak tegas pengembalian Pilkada ke sistem lama yang dikendalikan DPRD.  Ketua Dewan Pakar Demokrat, Andi Mallarangeng mengatakan wacana pengembalian ke DPRD sama saja dengan mengambil hak rakyat dan memberikannya kepada elite politik.

"Kalau tiba-tiba diubah lagi menjadi oleh DPRD, sama saja mengambil hak rakyat untuk memilih pemimpinnya, diberikan kepada elit politik, yang namanya DPRD," katanya di acara Inside Politics with Diana Valencia yang disiarkan CNNIndonesia TV, 23 Desember 2025.

Namun setelah Prabowo mendukung pengembalian Pilkada ke DPRD, Demokrat mulai melakukan kajian ulang. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Syahrial Nasution mengatakan, Demokrat belum mengambil keputusan apapun mengenai wacana perubahan system Pilkada itu.

“Di internal Demokrat, diskursus mengenai pilihan pilkada langsung atau melalui DPRD terus berlangsung, meski tidak terbuka ke publik," kata Syahrial, Selasa (30/12/2025).

Syahrial  menuturkan, masing-masing partai memiliki argumentasi kritis terkait wacana mengembalikan pilkada langsung menjadi dipilih lewat DPRD. Ia meyakini, argumentasi yang dikemukakan oleh partai-partai politik, termasuk yang ada di koalisi, diniatkan demi demokrasi yang lebih baik.

"Di mana tujuan akhirnya membangun pemerintahan yang mampu mensejahterakan rakyat. Situasi dan kondisi 10 tahun terakhir memang menunjukkan penurunan indikator indeks demokrasi. Yang mengemuka justru aktivitas oligarki membajak demokrasi dengan membeli suara rakyat," ujar Syahrial.

Meski demikian, Syahrial tidak memungkiri bahwa pilkada via DPRD punya kelemahan.

"Pengalaman di masa Orde Baru menunjukkan bahwa sistem tersebut telah melahirkan pemerintahan otoriter Soeharto yang kala itu memimpin," ucap Syahrial.  Oleh sebab itu, Syahrial menekankan, internal Demokrat masih membahas usulan pilkada lewat DPRD tersebut.

Gerindra

Sekretaris Jendera Gerindra Sugiono menegaskan kembali dukungan partainya untuk mengubah sistem pilkada, agar kembali dilakukan via DPRD.

"Gerindra ada dalam posisi mendukung upaya ataupun rencana untuk melaksanakan pemilukada ini oleh DPRD di tingkat bupati, wali kota ataupun di tingkat gubernur," kata Sugiono dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/12).

Dia mengatakan Partai Gerindra melihat pemilihan kepala daerah melalui DPRD bisa lebih efisien daripada yang selama ini diterapkan. Menurut pihaknya pilkada melalui DPRD bisa lebih efisien mulai dari proses atau waktu penjaringan kandidat, mekanisme, anggaran, dan ongkos politik.

Pihaknya menilai pemilihan kepala daerah melalui DPRD juga tidak menghilangkan esensi demokrasi, karena calon dipilih oleh anggota legislatif yang merupakan pilihan masyarakat dalam pemilihan umum. Bahkan, pemilihan kepala daerah oleh DPRD bisa diawasi langsung oleh masyarakat dengan lebih ketat.

"Kalau misalnya partai politik itu ingin bertahan atau tetap hadir di daerah-daerah tersebut, tentu saja mereka harus mengikuti apa yang menjadi kehendak konstituennya," kata dia yang juga Menteri Luar Negeri RI saat ini.

Selain itu, dia yakin bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD juga turut mengurangi potensi polarisasi yang kerap terjadi di masyarakat. Gerindra pun mendukung rencana pemilihan melalui DPRD dibahas dan dikaji mendalam dengan melibatkan semua unsur dan elemen dalam menentukan mekanisme terbaik.

Masyarakat, kata dia, tetap harus mendapat akses untuk mengawal aspirasi yang disalurkan oleh perwakilannya di lembaga legislatif. "Jangan sampai kemudian ini berkembang menjadi sesuatu yang sifatnya tertutup," katanya.

Nasdem

Nasdem tegas mendukung pemilihan Pilkada kembali dipilih melalui mekanisme perwakilan di DPRD. Ketua Fraksi NasDem, Viktor Bungtilu Laiskodat, menyatakan transisi mekanisme pilkada melalui DPRD memiliki landasan konstitusional yang kokoh dan sejalan dengan nafas UUD 1945.

Menurut Viktor, demokrasi di Indonesia tidak seharusnya dipandang secara kaku hanya pada satu model pemilihan langsung saja. Sebaliknya, konstitusi memberikan ruang bagi fleksibilitas model elektoral selama tetap memegang teguh prinsip kedaulatan rakyat.

Viktor Bungtilu Laiskodat menjelaskan, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, tidak ada pasal yang secara eksplisit mengunci model demokrasi elektoral di tingkat lokal hanya pada satu metode tunggal. Hal ini memberikan ruang bagi negara untuk mengadaptasi sistem yang paling sesuai dengan kebutuhan zaman dan stabilitas nasional.

Lebih lanjut, ia menekankan gagasan untuk mengembalikan mandat pemilihan kepada DPRD, bukanlah sebuah langkah mundur atau upaya untuk mencederai hak politik rakyat. Fraksi NasDem melihat hal ini sebagai bentuk penguatan demokrasi perwakilan yang juga diakui secara sah dalam struktur hukum Indonesia.

 

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini