Program makan bergizi gratis (MBG) untuk pelajar di seluruh
Indonesia akan dimulai. Peluang ini tentunya
banyak diintip para pengusaha catering yang bergabung dalam Asosiasi Industri UMKM Indonesia (Akumandiri).
para siswa SD sedang menikmati makan bergizi gratis
Meski demikian, jangan pikir persyaratannya mudah. Malah ketua Akumandiri, Hermawati Setyorini menilai, hanya pengusaha yang mau bunuh diri yang terlibat dalam program itu.
Pasalnya, persyaratannya sangat berat dan rumit. Tak hanya soal persyaratan, pengusaha mikro juga harus merogoh dan menyiapkan uang lebih banyak hingga miliaran rupiah. Betapa tidak, calon mitra diharuskan menyiapkan deposit Rp300 juta kepada Badan Gizi Nasional jika mau diterima.
Hermawati menilai persyaratan itu sangat tidak mudah untuk bisa dipenuhi oleh pengusaha mikro, kalaupun ada yang berhasil menjadi mitra, maka itu tak lebih dari pemaksaan terhadap kemampuan dirinya.
Syarat berikutnya, harus memiliki dapur seluas 20 x 20 meter persegi.
“Kalau UMKM yang mikro itu atau pelaku usaha mikro itu rumahnya saja enggak sampai seluas itu, iya kan,” kata Hermawati, Jumat, 17 Januari 2024.
Kemudian, yang dirasa sangat sulit bagi pengusaha mikro adalah perkara pembiayaan dalam memproduksi makanan setiap harinya setelah ditetapkan sebagai mitra program MBG.
Mereka harus membiayai produksi dengan menggunakan uangnya sendiri terlebih dahulu, karena pemerintah tidak membayar di muka. Pemerintah menganggarkan satu porsi makanan sebesar Rp10 ribu, sementara setiap dapur ditargetkan memproduksi 3.000 hingga 3.500 porsi setiap harinya.
Hitunglah, dalam sehari mereka mengeluarkan Rp40 juta untuk belanja bahan mentah, ongkos tim teknis dan pengelola dapur, dan sebagainya. Rp40 juta x 26 hari dalam sebulan, maka hasilnya Rp1.040. 000.000 (satu miliar empat puluh juta rupiah).
Uang sebesar itulah yang harus dikeluarkan oleh pelaku UMKM dengan menggunakan uang pribadinya terlebih dahulu.
Pemerintah belum secara pasti mengungkapkan kapan jadwal pembayarannya, apakah akan dibayar mingguan, satu bulanan atau tiga bulanan. Itu hanya ongkos produksi, belum lagi dengan biaya pengadaan dapur dan semua alat masaknya, ompreng makan, dua mobil pendistribusian makanan, dan lainnya.
Hermawati masih mempertanyakan apakah pemerintah memiliki anggaran yang cukup untuk membayar pembiayaan yang besar itu kepada semua mitra MBG, jangan sampai mitra yang sudah mengeluarkan uang sedemikian besar justru sulit untuk menerima uang gantinya dari pemerintah. Hal itulah yang juga dipertimbangkan oleh pengusaha mikro untuk bergabung dalam program ini.
“Kecuali memang ada kayak kepastian dalam pembayaran gitu,” ujarnya.
Melihat persyaratan di atas, maka Hermawati meminta para pengusaha catering yang ingin bergabung sebagai mitra pemerintah dalam program itu, sebaiknya berpikir dua kali. Apalagi jalur birokrasi untuk pembayaran nantinya akan lebih rumit. Maka itu ia berpikir hanya pengusaha yang mau bunuh diri yang terlibat dalam program itu. **