Selain Tapteng, Tujuh Kepala Daerah di Sumut dari PDIP juga Menolak Hadiri Retret Magelang

Sebarkan:

Sejumlah kepala daerah yang sudah tiba di Magelang mulai mengikuti kegiatan retret. Mereka diwajibakn menggunakan pakaian ala militer
Para kepala daerah se- Sumut yang merupakan kader PDIP  menyatakan mendukung langkah Ketua Umum Megawati Soekarno Putri untuk menolak hadir pada kegiatan retret yang berlangsung si Magelang mulai 21 – 28 Februari 2025. Dengan demikian total ada delapan kepala daerah di Sumut yang tidak hadir di acara tersebut.

Sebelumnya dikabarkan kalau Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu adalah yang pertama secara tegas menolak bergabung di acara retret itu. Belakangan sikap yang sama ditunjukkan tujuh kepala daerah lainnya, yakni Walikota Tebing Tinggi, Bupati Nias Selatan, Bupati Nias Barat, Bupati Nias, walikota Gunungsitoli, Bupati Humbang Hasundutan, dan Bupati Serdang Bedagai.

Mereka semua memilih patuh kepada instruksi Ketua Umum PDIP sebagaimana tertuang di dalam Surat Nomor 7294/IN/DPP/II/2025, yang intinya meminta kepala daerah dari PDIP membatalkan keikutsertaan dalam retreat kepala daerah di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah.

“Kami tegak lurus dengan perintah Ibu Ketua Umum. Delapan kepala daerah dari PDIP di Sumut yang sudah dalam perjalanan menuju Magelang langsung menghentikan perjalanan mereka di Yogyakarta setelah membaca surat dari Ibu Ketum,” ujar Rapidin Simbolon, Ketua DPD PDIP Sumut melalui keterangan tertulis yang disampaikan ke redaksi Kajianberita.com, Jumat, 21 Februari 2025.

Rapidin menyatakan, pihaknya telah berkomunikasi dengan para kepala daerah tersebut melalui telepon untuk memastikan bahwa mereka mengikuti arahan partai.  Malam ini Jumat (21/2/2025) pengurus DPD PDIP Sumut juga tengah melakukan zoom meeting dengan para kepala daerah itu untuk menyamakan visi terkait penolakan tersebut.

"Begitu menerima surat tersebut, mereka tanpa ragu menghentikan perjalanan dan menunggu arahan lebih lanjut dari partai. Ini menunjukkan loyalitas dan kedisiplinan mereka sebagai kader PDI Perjuangan," tambahnya.

Rapidin juga menegaskan bahwa seluruh kader PDIP Sumut akan selalu berada dalam barisan yang sama dengan keputusan partai dan siap menjalankan perintah yang diberikan.

Selain Sumut, sejumlah kepala daerah PDIP yang berasal dari provinsi lain juga menyatakan sikap yang sama. Hal itu misalnya diperlihatkan para kepala daerah dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku dan dari wilayah Papua. 

Temasuk Gubernur Jakarta Pramono Anung serta wakilnya Rano Karno juga menunjukkan sikap menolak hadir di acara retret itu.

Ketua DPD PDIP Sumut Rapidin Simbolon (kanan) tegas mengatakan bahwa kepala daerah dari PDIP di Sumut tegak lurus dengan instruksi ketua umum partai untuk menolak menghadiri retret di Magelang

Data KPU menyebutkan, total ada 177 kepala daerah di Indonesia yang berasal dari PDIP. Sebagian besar dari mereka setuju mengambil langkah untuk tidak bergabung dalam kegiatan retret di Magelang.  Dengan demikian, dari 503 kepala daerah yang diwajibkan ikut, kini tersisa sekitar 400-an kepala daerah yang sudah bergabung di Magelang.

Retret merupakan kegiatan outbond bagi kepala daerah sebagai kebijakan yang diterapkan Presiden Prabowo Subianto untuk menyatukan visi para kepala daerah tersebut agar sesuai dengan kebijakan nasional.

Kegiatan retret berlangsung di pusat Akmil, Magelang dan akan banyak diisi dengan olah fisik, ceramah, diskusi dan kegiatan yang sifatnya untuk membangun kebersamaan.

Namun kegiatan itu mengundang berbagai kritik karena dianggap tidak efektif dan terkesan hanya menghamburkan anggaran. Apalagi semua kepala daerah yang ikut kegiatan itu wajib mengeluarkan dana Rp22 dari APBD masing-masing.

Total anggaran untuk kegiatan retret itu mencapai Rp 11,5 miliar yang dikelola sebuah perusahaan milik kader Gerindra. Hal ini yang mengundang protes dari banyak pihak, sebab retret tidak jelas manfaatnya bagi pembangunan daerah.

Sebelumnya, para menteri dan jajarannya yang terpilih dalam Kabinet Indonesia Maju juga sudah menghadiri retret pada Oktober 2024 di lokasi yang sama. Toh, kegiatan itu tidak memberikan dampak yang jelas bagi jalannya program pemerintahan. 

Buktinya, baru 100 hari pemerintahan Prabowo, gonjang-ganjing politik sudah terlihat karena nyatanya ada sejumlah anggota kabinet yang mulai bersikap berbeda dari kebijakan presiden. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini