Jadi Episentrum Korupsi di Indonesia dan Jual Pertamax Oplosan, Pertamina Minta Maaf

Sebarkan:
Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri menyampaikan permintaan maaf pada Senin hari ini di Jakarta terkait kasus korupsi dan pengoplosan Pertamax

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri akhirnya muncul ke publik. Dia meminta maaf kepada masyarakat Indonesia terkait kasus impor minyak mentah yang menyasar anak perusahaan Pertamina. Kasu situ menjadi heboh karena ada unsur korupsi di dalamnya. Yang lebih parah lagi, Pertamina telah menjual Pertamax oplosan kepada masyarakat Indonesia selama ini.

Menurut Simon kejadian ini menjadi ujian bagi Pertamina. Pertamina mengaku siap bekerjasama dengan Kejaksaan Agung untuk membongkar kasus ini.

"Saya Simon Aloysius sebagai Dirut Pertamina menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini," ucap Simon Aloysius dalam konferensi persnya di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin (3/3).

Dikatakannya, Pertamina (Persero) sangat mengapresiasi tindakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung menyangkut tata kelola impor minyak mentah periode 2018-2023. Simon mendukung penuh apabila diperlukan data-data atau keterangan tambahan terkait kasus ini.

"Kami menyampaikan komitmen kami untuk berkomitmen menyelenggarakan perusahaan Good Corporate Governance, ini kesempatan kami untuk memperbaiki diri, kami meyakini dan menyadari bahwa kejadian yang kemarin sangat resah di masyarakat," lanjut dia.

Pertamina bakal bekerja lebih keras lagi untuk menghadirkan produk BBM Pertamina yang telah ditetapkan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas) Kementerian ESDM.

Simon juga menyinggung, melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi/LEMIGAS Kementerian ESDM, telah memastikan seluruh sampel Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin yang diuji memenuhi spesifikasi yang ditetapkan Pemerintah.

Hasil ini diperoleh dari serangkaian pengujian yang dilakukan di laboratorium LEMIGAS setelah melakukan pengambilan sampel di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang serta berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang Selatan, termasuk sampel yang diambil bersamaan dengan kunjungan Komisi XII DPR RI pada SPBU di area Cibubur, Depok.

"Hasil dari uji lab, kualitas BBM pertamina sudah sesuai dengan standar spesifikasi yang disyaratkan Ditjen Migas ESDM, namun itu mendorong kami untuk melakukan pendampingan atau uji di seluruh SPBU seluruh Indonesia," kata Simon.

Namun pernyataan Simon ini mengundang perdebatan sebab kasus pengoplosan pertamax yang dibongkar Kejaksaan Agung sudah berjalan sejak 2018 sedangkan Pertamax itu dijual secara bebas kepada masyarakat melalui SPBU yang ada. kejaksaan Agung memperkirakan, kasus pengoplosan itu telah merugikan negara Rp193,7 triliun per tahun. 

Jika kerugian diurut sejak kasus pengoplosan dilakukan, kerugian negara bisa mencapai Rp 1000 triliun. Tidak heran jika kasus ini menjadi bukti kalau Pertamian merupakan pusat korupsi terbesar dalam sejarah di Indonesia.

Gugatan Class action LBH

Secara teori, Pertamax harusnya memiliki kandungan RON 92, sedangkan Pertalite 90. Pertamax oplosan tidak akan bisa dioplos agar kader RON yang dimilikinya naik menjadi 92. Maka itu kuat dugaan kalau Pertamax yang beredar selama ini sebenarnya memiliki RON 90. Artinya, konsumen yang selama ini membeli Pertamax pada dasarnya mereka membeli Pertalite. Dengan kata lain, Pertamina selama ini telah menipu rakyat.

Kalaupun belakangan ini muncul pernyataan dari Pertamina bahwa Pertamax yang mereka jual sesuatu standar yang berlaku, semua itu sangat layak untuk tidak dipercaya, sebab upaya itu hanya untuk menutupi malu penguasa. Lagi pula hasil penelitian itu diterbitkan oleh lembaga negara yang sudah pasti akan berupaya membela mati-matian Pertamina.

Oleh karena itu  LBH Jakarta berencana mengajukan gugatan class action dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, subholding, dan KKKS tahun 2018-2023 yang diungkap Kejaksaan Agung.

Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan menyampaikan, BBM oplosan tersebut telah merugikan masyarakat Indonesia. LBH telah membuka Pos Pengaduan bagi masyarakat yang merasa dirugikan, nantinya akan dilakukan langkah hukum.

"Pertama kalau problemnya ada di tata kelola atau di kebijakan, kita bisa mengajukan gugatan warga negara atau citizen law suit," ujar Fadhil di Kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2025).

Fadhil menjelaskan, pos pengaduan akan memverifikasi secara berlapis tentang benar tidaknya ada dampak yang dialami masyarakat. LBH mengajukan gugatan class action atas kasus tersebut karena adanya dampak kerugian dari masyarakat Indonesia, seperti gugatan warga atau citizen law suit. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini