Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution menargetkan realisasi nilai investasi yang masuk ke kabupaten/kota di Sumut sebesar Rp100 triliun per tahun. Ia begitu yakin dengan target ini karena melihat perkembangan ekonomi Sumut yang dianggapnya berkembang pesat belakangan ini.
Target itu disampaikan Bobby saat menyampaikan sambutan di acara Musrenbang 2026 di Kantor Gubernur Sumut, Senin (5/5/2025).
Boleh jadi Bobby begitu berani menyampaikan target ini, karena ia merasa yakin ekonomi Sumut akan berkembang pesat di masa kepemimpinannya, sehingga ia pun dengan yakni kalau target investasi Rp100 triliun per tahun bisa dicapai. Apakah target ini masuk diakal?
Tidak jelas bagaimana Bobby membuat perhitungan seperti itu. Yang harus diingat, bahwa semasa menjabat Walikota Medan, Bobby pernah mengumbar janji untuk meningkatkan target Pendapatan Asli Daerah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada kenyataannya, selama empat tahun memimpin Kota Medan, ia selalu gagal memenuhi target PAD. Kegagalan mencapai target PAD menjadi gambaran akan kegagalan dalam meningkat investasi.
Pada 2021, pencapaian PAD Kota Medan hanya berkisar 90 persen dari target, yakni Rp 4,2 triliun. Padahal target ini sebenarnya relatif kecil mengingat pada masa itu pandemi Covid-19 masih terjadi. Di tahun-tahun berikutnya Bobby juga gagal mencapai target PAD sebagaimana yang diharapkan.
Pada 2023, PAD Medan hanya bisa tercapai 65,11 persen. Lalu pada 2024, tercapai sekitar 70 persen. Dan Bobby selalu berdalih bahwa kegagalan mencapai target itu tidak lepas dari kondisi ekonomi nasional yang masih memburuk.
Tidak beda dengan mertuanya, Joko Widodo, Bobby juga sangat mahir dalam menebar janji kepada masyarakat. Lihat saja bagaimana ia berjanji soal stadion Teladan, Lapangan Merdeka, Bendungan besar penangkal banjir di Medan utara, dan Pembangunan Islamic Center di Labuhan Deli.
Sekarang Bobby kembali menebar janji yang cukup mengejutkan bagi masyarakat Sumut, yakni target investasi sebesar Rp 100 trilun per tahun. Mungkinkah itu realistis?
Sebagai gambaran, investasi yang masuk ke Sumut pada 2023 mencapai Rp39,057 triliun. Lalu pada 2024 meningkat menjadi Rp 48,271 triliun atau naik sekitar 44 persen. Lantas Bobby kemudian menjanjikan pada 2025 dan seterusnya, invetasi di Sumut akan naik mencapai Rp100 triliun per tahun atau berkisar 120 persen.
Tidak jelas bagaimana Bobby mencapai target ini. Yang harus dipahami, bahwa kemenangan Bobby pada Pilkada Gubernur Sumut bukanlah karena ia sukses membangun Kota Medan, tapi lebih karena dukungan kekuasaan.
Setelah terpilih sebagai gubernur, tentu semuanya harus berhitung secara realistis. Realitanya, menaikkan investasi hingga lebih dari 100 persen, tentu bukan hal yang mudah.
Pandangan ini bukan bermaksud untuk mengajak masyarakat Sumut bersikap pesimis, tapi untuk mendorong agar semua orang berpikir realistis. Dengan demikian, masyarakat tidak mudah lagi tertipu dengan janji-janji manis para pemimpin negara.
Ingat, betapa banyaknya janji manis yang ditebarkan kepada rakyat Indonesia saat Jokowi memimpin selama 10 tahun di negeri ini. Janji soal mobil ESEMKa, janji lapangan kerja pasca pengesahan UU Cipta Kerja, Janji investasi di IKN, janji penguatan KPK, janji ini dan itu. Semuanya omong kosong.
Pada akhirnya Jokowi pun diberi gelar The King of Lip service, atau si Raja Bohong.
Janjinya hanya untuk menyenangkan masyarakat sesaat. Setelah itu, semua orang menyesal dan merasa tertipu. Begitu mudahnya rakyat tertipu lebih disebabkan cara berpikir yang tidak realistis. Pada akhirnya masyarakat selalu menjadi korban janji dari si mulut besar.
Tentu saja kita sangat mendukung kalau Bobby mampu mencapai target investasi di Sumut sebesar Rp100 triliun per tahun. Kalau saja target itu tercapai, lapangan kerja pasti akan banyak tersedia.
Namun jika gagal, masyarakat harusnya lebih peka lagi terhadap janji-janji manis pejabat seperti itu. Ingat, 10 tahun masyarakat Indonesia terbuai dengan janji manis presiden sebelumnya. Semoga kita tidak terbuai dengan janji menantunya.
Kalau nanti Bobby tidak bisa mencapai target itu, kira-kira apa ya alasannya? ***