Pemerintah mengambil langkah berani dengan menjadikan dana desa sebagai agunan pinjaman koperasi desa dalam program Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes). Meski mengakui risiko gagal bayar sangat tinggi, tapi kebijakan ini tetap dijalankan demi mempercepat terbentuknya ribuan Kopdes di seluruh Indonesia.
Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Fithra Faisal, mengatakan bahwa risiko adalah bagian tak terpisahkan dari dunia usaha, termasuk dalam operasional Kopdes Merah Putih. Oleh karena itu, diperlukan skema mitigasi yang dapat meyakinkan perbankan untuk tetap menyalurkan pembiayaan.
“Risiko itu selalu ada. Nah, kalau risiko itu ada, bagaimana cara untuk menjamin supaya perbankan ini nanti tidak meningkat rasio NPL-nya? Nah, salah satunya adalah melalui pinjaman dana desa itu,” ujar Fithra di Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Fithra menambahkan bahwa penggunaan dana desa sebagai jaminan menjadi skema yang saling menguntungkan antara pemerintah desa dan perbankan. Langkah ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025, yang memberi ruang bagi Kopdes Merah Putih untuk mengakses pinjaman dari bank-bank Himbara hingga Rp 3 miliar, dengan bunga 6 persen per tahun dan masa tenggang delapan bulan.
Namun, dana pinjaman ini tidak diterima langsung dalam bentuk uang tunai. Agar tidak mengganggu pelaksanaan program pembangunan desa, porsi dana desa yang boleh dijadikan agunan dibatasi maksimal 30 persen dari total anggaran.
Misalnya, jika sebuah desa menerima Rp 500 juta, maka hanya Rp 150 juta yang dapat dijadikan jaminan. Pengajuan pinjaman pun tidak bisa sembarangan. Proposal bisnis harus disusun terlebih dahulu dan divalidasi melalui musyawarah desa khusus (musdesus), lalu disetujui oleh kepala desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tokoh masyarakat, serta bank pemberi pinjaman.
Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, mengingatkan bahwa keberhasilan program ini akan memberikan dampak ekonomi langsung bagi desa. Ia mendorong publik untuk tidak terlalu fokus pada potensi kredit macet.
“Enggak boleh takut, kalau macet gimana. Sekarang, kalau untung gimana? Sekarang balik mikirnya adalah kalau Kopdes Merah Putih ini untung, akan diberikan kepada pemerintah desa juga. Jangan berpikir kalau macet, kalau macet. Bisnisnya itu sangat kompetitif,” ujar Budi.
Ia menegaskan bahwa Kopdes Merah Putih adalah program ekonomi yang didesain dengan dukungan menyeluruh, mulai dari pendanaan oleh BUMN, pelatihan SDM, hingga akses ke pasar. Pemerintah berharap, dengan pengawasan dan dukungan yang ketat, program ini akan menjadi tonggak baru kemandirian ekonomi desa.
Program koperasi merah putih yang baru saja diluncurkan pemerintahan memang tidak seperti dugaan awal. Tadinya dikabarkan bahwa setiap koperasi bisa mendapat bantuan hingga Rp3 miliar sebagai modal awal.
Nyatanya tidak demikian. Setiap koperasi yang dibentuk harus menyusun proposal yang lengkap dan nantinya akan dievaluasi oleh pihak bank. Setelah evaluasi itu, bank yang akan menentukan besaran dana yang pantas diberikan untuk koperasi itu. Jadi tidak benar mencapai Rp 3 miliar.
Bantuan itupun harus pakai jaminan, yaitu dana desa. Jadi kalau koperasi gagal, maka berisiko pada gagalnya pencairan dana desa berikutnya. Akibatnya Pembangunan desa juga akan terdampak. **