KPK Berdebat soal Aktor yang Memerintahkan Topan Ginting dalam kasus Korupsi Jalan di Sumut

Sebarkan:
Topan Ginting menutup wajahnya saat ditampilkan ke publik setelah tertangkap dalam kasus korupsi proyek  jalann di Sumut. Internal KPK yakin Topan tidak bermain sendirian. Ada aktor lain yang memerintahkannya melalukan korupsi itu. Tapi ada banyak kekuatan internal yang meminta agar si pemberi perintah tidak diperiksa karena merupakan bagian dari keluarga penguasa yang harus dilindungi.

Penyidikan kasus dugaan korupsi proyek jalan raya di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumatera Utara terus berkembang. KPK semakin yakin ada pihak yang memerintahkan Kepala Dinas PUPR Topan Obaja Putra Ginting (TOP) untuk menerima suap itu.

KPK kini mendalami sosok yang diduga memberikan perintah kepada Topan Ginting, yang kini menjadi tahanan sebagai tersangka setelah OTT yang digelar pada 26 Juni 2025. Kuat dugaan, sosok itu adalah Bobby Nasution, Gubernur Sumut.

Namun KPK belum mau terbuka membongkar kasus ini. Ada kekuatan tertentu di lingkungan KPK yang justru meminta agar nama Bobby jangan disebut-sebut. Apalagi Kapolri kabarnya sudah meminta agar Bobby tidak disentuh.

Oleh sebab itu tim penyidik KPK masih sebatas memeriksa orang-orang dekat Topan saja. Sementara rencana memanggil Bobby belum jelas karena adanya perdekatan internal.

“Semuanya masih didalami dari informasi dan keterangan yang disampaikan para saksi, termasuk juga tersangka yang dilakukan pemeriksaan oleh penyidik,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada Antara di Jakarta, Selasa, 29 Juli 2025.

Selain itu, Budi mengatakan bahwa KPK juga mendalami aliran uang terkait kasus tersebut.

“KPK juga telah memanggil salah satu saksi, yaitu dari Setda Provinsi ya, dan didalami terkait dengan anggaran, khususnya pergeseran anggaran yang digunakan untuk pengerjaan proyek tersebut,” katanya.

Oleh sebab itu, dia mengatakan KPK sedang melihat secara utuh informasi yang sudah didapatkan, dan akan memberitahukan kepada publik mengenai progres penyidikan kasus tersebut.

Pada 26 Juni 2025, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.

Pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang terbagi menjadi dua klaster tersebut, yakni Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT Dalihan Natolu Group M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).

Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan klaster kedua terkait dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai enam proyek di dua klaster tersebut sekitar Rp 231,8 miliar.

Untuk peran para tersangka, KPK menduga M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang sebagai pemberi dana suap. Sementara penerima dana di klaster pertama adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan di klaster kedua adalah Heliyanto.

Bukan Aktor Utama

Dugaan Topan Obaja Putra Ginting mendapatkan perintah untuk menerima suap dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalan, sebelumnya diungkapkan oleh pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.

“Kami juga menduga-duga bahwa TOP ini bukan hanya sendirian. Oleh sebab itu, kami akan lihat ke mana yang bersangkutan berkoordinasi dengan siapa, atau mendapat perintah dari siapa,” ujar Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 25 Juli 2025.

Asep menjelaskan penelusuran tersebut dilakukan dengan menggali informasi melalui keluarga Topan.

“Misalkan yang bersangkutan sampai saat ini masih belum memberikan keterangan, kami juga tidak akan berhenti sampai di sana. Kami akan mencari keterangan dari pihak-pihak yang lain, termasuk juga informasi dari barang bukti elektronik yang saat ini masih sedang kami buka di laboratorium forensik kami,” katanya.

Oleh karena itu, Asep menjelaskan KPK saat ini sedang mendalami dua hal dalam penyidikan kasus di Sumut itu, yakni alur perintah serta aliran dana terkait tindak pidana korupsi. “Alur perintahnya tentunya mendahului dari proses tadi kan. Pasti perintahnya dulu kan awalnya, memerintahkan gini-gini, baru dieksekusi. Setelah dieksekusi, baru uangnya dibagikan,” ujarnya.

Siapa yang Memerintah Topan?

Jubir KPK Budi Prasetyo belum mengungkap siapa yang memerintahkan Topan untuk memungut fee dari proyek ratusan miliar rupiah tersebut.

Sebelumnya, KPK mengungkapkan proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara senilai Rp 231,8 miliar diduga sengaja diatur agar dimenangkan oleh PT Dalihan Natolu Group dan PT Rona Na Mora .

Asep Guntur Rahayu mengatakan jika Akhirun dan Rayhan berhasil memenangkan lelang, mereka berencana mengalokasikan sekitar 10 hingga 20 persen dari total nilai proyek untuk menyuap sejumlah pihak.

"Sekitar 10-20 persen yang akan dia bagikan, seperti itu. Jadi sekitar Rp 46 miliar kurang lebih, seperti itu. Pada siapa saja? Itu yang sedang kami dalami," kata Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu, 28 Juni 2025.

Topan sendiri bukan PNS karier di Provinsi Sumatera Utara. Ia sebelumnya menjabat Sekretaris Daerah Pemkot Medan di bawah Walikota Bobby Nasution. Ketika Bobby terpilih sebagai Gubernur Sumut, ia ikut pindah ke pemerintahan provinsi dan menjadi Kepala Dinas PUPR. Topan memang terkenal sebagai pejabat yang selalu seiring sejalan dengan Bobby.

Di kalangan aparatur sipil negara (ASN) Pemerintahan Kota Medan dan Pemerintah Provinsi, ia dikenal dengan julukan ‘ketua kelas’. Sebutan itu melekat karena kedekatannya dengan Bobby. Berkat kedekatan itu pula, kariernya bisa dibilang moncer.

Sumber media ini menyebut, Topan Ginting dipersiapkan menjadi Sekretaris Daerah Provinsi Sumut.

Bobby sendiri telah menyatakan tidak tahu menahu soal kasus yang menjerat Topan. Namun ia mengaku siap jika sewaktu-waktu dipanggil KPK sebagai saksi.

“Namanya proses hukum, ya kami bersedia saja, apalagi kalau tadi katanya ada aliran uang,” kata Bobby di Medan. Tapi sepertinya Bobby yakin, KPK tidak akan berani menyentuhnya setelah melihat posisi mertuanya Jokowi masih sangat kuat.  Lagi pula Kapolri kabarnya tetap akan melindungi Bobby.

Untuk diketahui, KPK memang bukan lembaga di bawah Polri, tapi para pimpinannnya adalah anak buah Kapolri. Jadi bisa dipahami kalau keputusan KPK juga bergantung kepada sikap Kapolri. ***

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini