![]() |
Gibran Rakabuming, Luhut Binsar Pandjaitan, Bobby Nasution dan sejumlah pejabat lainnya saat berkunjung ke Kabupaten Toba pada Mei 2025. |
Pertemuan Toba yang dihadiri Gibran Rakabuming, Muryanto Amin, Bobby Nasution, Luhut Pandjaitan dan sejumlah tokoh pada 17 Mei lalu adalah cikal bakal membangun kerjasama antara kelompok pendukung Joko Widodo dengan dunia kampus. Salah satu poin penting dalam pertemuan itu adalah mendorong agar semua perguruan tinggi negeri di Indonesia berada di bawah kendali Gibran yang bakal maju sebagai calon Presiden pada Pemilu 2029.
Caranya, tentu saja dengan memastikan agar rektor dan Majelis Wali Amanat yang terpilih harus orang-orang yang merupakan pendukung keluarga Joko Widodo. Bagaimanapun juga perguruan tinggi negeri salah satu kekuatan strategis untuk penggalangan opini pada pemilu nanti.
Kampus USU termasuk salah satu prioritas karena sangat penting untuk mengawal keberadaan Bobby Nasution sebagai gubernur Sumut. Pada Pilkada 2029 mendatang Bobby dipastikan kembali mencalonkan diri. Jika status Bobby aman, maka obsesi Gibran menguasai suara pada Pilpres 2029 di Sumut tentu akan mulus.
Untuk mengamankan USU agar tetap dalam kendali Bobby, Muryanto Amin selalu rektor 2020-2025 meminta agar didukung untuk terpilih lagi pada September 2025 guna menjabat rektor USU lima tahun berikutnya.
Guna memuluskan rencana itu, Muryanto sejak awal sudah mengatur scenario agar Jenderal Pol (purn) Agus Andrianto -- mantan Kapolda Sumut dan mantan Wakapolri yang kini menjabat Menteri Imigrasi dan Lembaga Pemasyarakatan – duduk sebagai Ketua Majelis Wali Amanat USU.
Kebetulan pada Juni 2025 harus ada pemilihan Majelis Wali Amanat (MWA) karena masa jabatan pengurus MWA sebelumnya sudah berakhir.
Agus pun mulus terpilih secara aklamasi. Agus sendiri adalah pejabat yang dikenal sebagai loyalis Joko Widodo. Dialah sosok yang berperan menggerakkan ‘Partai Coklat’ untuk aktif membantu kampanye Bobby Nasution pada dua Pilkada di Sumut, yakni Pilkada Medan 2020 dan Pilkada Gubernur 2024.
Adapun Majelis Wali Amanat (MWA) adalah organ tertinggi perguruan tinggi yang memiliki fungsi penetapan dan pertimbangan kebijakan umum, serta pengawasan bidang akademik dan non-akademik. Anggota MWA terdiri dari perwakilan pemerintah, masyarakat, dan pihak perguruan tinggi sendiri, termasuk rektor, senat akademik, dosen, dan tenaga kependidikan lainnya.
Untuk USU, total ada 20 anggota MWA. Bobby Nasution sebagai gubernur juga termasuk di dalamnya. Ada pula nama Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang merupakan pemegang kendali utama karena memiliki 35 persen suara dalam pemilihan rektor.
Namun sebelum sampai ke tahap pemungutan suara di tingkat Majelis Wali Amanat (MWA), proses pemilihan rektor terlebih dahulu harus melalui pemungutan suara di tingkat anggota senat. Total ada sebanyak 112 anggota Senat USU yang masing-masing memiliki satu hak suara.
Muryanto sejak awal sudah mengatur agar semua anggota senat ini adalah orang-orang yang loyal kepadanya. Jika ia bisa menguasai suara mayoritas anggota senat itu dan kemudian mampu meraih dukungan dari MWA, bisa dipastikan tidak akan ada lagi yang mampu membendung dirinya untuk kembali duduk sebagai rektor periode 2025-2030.
“Pokoknya jika Muryanto terpilih, Bobby akan mendapat dukungan penuh untuk menang pada Pilkada Gubernur 2029. Muryanto berjanji akan menjalin kerjasama dengan ‘Partai Coklat’ dan penyelenggara Pilkada untuk memenangkan Bobby. Jika Bobby terjamin, Gibran pun pasti aman di Pilpres,” kata sumber Kajianberita.com yang mengetahui tentang Pertemuan Toba.
Cikal Bakal Dana ke Muryanto
Untuk menjalankan semua scenario ini, tentu saja Muryanto membutuhkan dana tidak sedikit. Oleh karena itu Bobby sudah berkomitmen menyalurkan dana kepada Muryanto demi kepentingan mengatur siasat politik tersebut.
Ada dua jalur pengucuran dana itu, pertama melalui proyek yang diberikan langsung kepada USU sehingga Muryanto sebagai rektor leluasa memainkan anggaran proyek itu.
Sejauh ini Bobby sudah memberikan dua proyek besar bagi USU, yakni dari APBD Medan 2023 berupa pembangunan kolam retensi USU untuk penanggulangan banjir senilai Rp 20 miliar, dan pembangunan Plaza UMKM dengan total anggaran Rp 105 miliar. Dari dua proyek ini saja, Muryanto diperkirakan sudah meraih untung tidak sedikit.
Belakangan kedua proyek ini mendapat sorotan dari Badan Pemeriksa Keuangan RI setelah mencium ada aroma korupsi di dalamnya. Tapi aroma itu belum mencuat kepermukaan. Baru semacam hasil audit awal.
Kedua proyek ini disebut-sebut turut berkontribusi menambah kekayaan Muryanto Amin sehingga hartanya meningkat Rp6,6 miliar dalam empat tahun terakhir sebagaimana dilaporkan kepada Lembaga Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).
Jalur kedua adalah pemberian dana dari hasil gratifikasi proyek-proyek konstruksi kepada Muryanto. Di sinilah Topan Ginting -- yang kala itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut -- berperan sebagai penyalur anggaran tersebut. Topan Ginting menjalankan perintah itu sesuai arahan dari atasannya, Bobby Nasution.
Dengan kerjasama itu, tak heran jika hubungan Muryanto Amin dan Topan Ginting juga sangat dekat. Uang sebesar Rp2,8 miliar yang disita KPK dari rumah Topan Ginting di Royal Sumatera Medan beberapa waktu lalu, kabarnya merupakan anggaran tambahan yang nantinya diberikan kepada USU.
Semua dana yang disalurkan ke USU merupakan biaya untuk mengatur system yang ada di kampus itu sehingga nantinya berada dalam kendali Muryanto dan Agus Andrianto. Sehingga nantinya USU akan satu suara mendukung apapun kebijakan Bobby Nasution. Tak heran jika pemberian dana itu rencananya berlanjut secara berkala.
KPK belum menjelaskan berapa jumlah uang yang telah diberikan kelompok Topan Ginting dan Bobby Nasution kepada Muryanto Amin.
“Tapi penyaluran itu ada dalam temuan kita. Karena indikasi itu, makanya KPK harus memeriksa Rektor USU. Sejauh ini status rektor masih sebagai saksi. Tapi kita lihat perkembangan berikutnya,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo.
![]() |
Muryanto Amin dan Bobby Nasution serta proyek kolan retensi USU yang bermasalah dalam audit BPK |
Muryanto semestinya menjalani pemeriksaan pada Jumat 15 Agustus lalu di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), Padangsidimpuan, bersamaan dengan pemeriksaan Dedy Iskandar Rangkuti, sepupu Bobby yang juga disebut-sebut turut bermain dalam mengelola sejumlah proyek APBD Medan dan APBD Sumut. Namun ia mangkir.
Untuk pemeriksa Muryanto, tim penyidik KPK tidak bermaksud hanya membongkar aliran uang dari Topan Ginting dan Bobby Nasution, tapi juga mempertanyakan kekayaan Muryanto yang bertambah hingga Rp6,6 miliar dalam empat tahun terakhir.
Dengan rencana periksaan Muryanto, maka citranya sebagai seorang pendidik semakin ternoda. Sebelumnya ia sempat disorot dalam kasus self plagiarism karena menulis laporan penelitian secara berulang di berbagai jurnal dengan mengatakan bahwa penelitian itu merupakan hal yang baru. Namun Muryanto berhasil lolos dari tuduhan self plagiarism ini.
Kini muncul lagi kasus yang lebih mengejutkan, yakni terlibat menerima aliran dana korupsi untuk kepentingan politik 2029.
Ironisnya, korupsi yang melibatkan Muryanto ini adalah kasus yang terjadi di luar kampus. Hal ini yang dianggap sangat memalukan sehingga mencuat tuntutan agar Muryanto segera diberhentikan dari jabatan Rektor USU.
Tapi Muryanto bergeming. Tekadnya untuk tetap maju pada pemilihan rektor USU September mendatang sangat kuat. Ia begitu yakin akan terpilih kembali karena sejak awal sudah mengatur para anggota senat USU untuk tunduk kepadanya.
Jika mayoritas dari suara 112 anggota senat itu bisa dikuasainya, suara Majelis Wali Amanat USU akan lebih mudah dikendalikan. Semua mereka itu adalah orang-orang yang telah di-setting Muryanto sejak awal.
Keputusannya tentu ada pada internal USU. Apakah tetap berpihak kepada Muryanto dengan konsekuensi merelakan USU berada di bawah kendali keluarga Jokowi, atau memilih rektor lain yang independen demi menjadikan USU lebih maju sebagai lembaga akademik yang berkelas. Kalian para senat dan MWA yang memutuskan.
Yang jelas, citra USU selama di bawah kepemimpinan Muryanto Amin telah melorot tajam. Sampai-sampai kampus ini mendapat predikat sebagai perguruan tinggi dengan karya penelitian yang kurang dipercaya. Bahkan masuk zona merah. Ini yang sangat memprihatinkan sekali.…***