-->

Siap-Siap, Tarif Iuran BPJS Kesehatan Dipastikan Naik Lagi

Sebarkan:

 

Rencana menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sepertinya tak terbendung lagi. Keputusan pemerintah yang telah dicantumkan dalam buku Nota Keuangan II Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2026 itu makin menguatkan bahwa kenaikan iuran BPJS kali ini bukan lagi isu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beralasan, kenaikan iuran BPJS diperlukan demi keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Terakhir, iuran BPJS naik lima tahun lalu. Dengan tarif iuran baru tahun depan, pemerintah menargetkan peningkatan jumlah penerima bantuan iuran.

Sebelum mengambil keputusan, Sri Mulyani menyatakan bakal berdiskusi lebih lanjut dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Kesehatan, dan BPJS Kesehatan. Seberapa mendesak kenaikan iuran BPJS Kesehatan?

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional, Muttaqien, menyebutkan tren rasio klaim kesehatan yang belakangan ini melampaui 100 persen menjadi alarm bagi kondisi keuangan BPJS Kesehatan. Sebab, artinya dana yang dikeluarkan untuk membayar klaim lebih besar daripada pendapatan iuran yang diterima BPJS Kesehatan.

Sedangkan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar menilai tingginya rasio klaim terjadi karena pemerintah tak kunjung menaikkan iuran sejak beberapa tahun lalu. Padahal, jika hal itu terus berlanjut tanpa dibarengi kenaikan iuran, aset bersih BPJS Kesehatan hanya akan terus tergerus.

Walhasil, BPJS Kesehatan bakal defisit dan aset bersihnya bisa-bisa berkurang drastis, dari senilai Rp 49,5, triliun pada tahun lalu diperkirakan tersisa hanya Rp 10 triliun pada akhir tahun ini.

Meski begitu, sejumlah ekonom mengingatkan pemerintah agar tak gegabah menaikkan iuran tersebut. Sebab, berdasarkan hitungan mereka, kenaikan iuran tak lantas mampu meringankan beban APBN. Apalagi, pada saat yang sama, pemerintah masih membiayai program beranggaran jumbo, seperti makan bergizi gratis dengan alokasi anggaran mencapai Rp 335 triliun pada tahun depan.

Sementara itu, pemerintah belum mengoptimalkan penerimaan negara. Walhasil, kebijakan yang dipilih adalah pemangkasan anggaran, termasuk memotong dana transfer ke daerah, demi mengamankan program prioritas presiden.

Pemerintah juga dituntut kreatif dalam meringankan beban APBN sekaligus menyelamatkan BPJS Kesehatan dengan mulai mencari alternatif pembiayaan. Terutama dalam kondisi perekonomian yang belum pulih seperti saat ini.

Hal penting lain adalah bagaimana tembok anti-fraud digital dibangun untuk mencegah kebocoran, menekan kerugian negara, dan mengembalikan kredibilitas JKN. Dengan begitu, teknologi pengawasan yang tepat akan menghemat jauh lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkan. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini