![]() |
Lima tersangka kasus korupsi proyek jalan raya di Sumut |
Di antara saksi yang dipanggil adalah Muhammad Jafar Sukhairi Nasution, mantan Bupati Mandailing Natal periode 2021–2025 yang kini menjabat sebagai Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Provinsi Sumut, serta Muhammad Syukur Nasution, anggota kepolisian.
"Hari ini Kamis (14/8), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait suap proyek pembangunan jalan di wilayah Sumatera Utara," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis yang disampaikan kepada kajianberita.com, Kamis (14/8/2025).
Saksi lainnya yang diperiksa antara lain Elpi Yanti Sari Harahap (Plt. Kepala Dinas PUPR Mandailing Natal), Dicky Anugerah (Sekretaris Bapelitbang Sumut), Satya Nugraha Akbar (wiraswasta), Chindy Miza Annida (pelajar/mahasiswa), serta sejumlah ASN lainnya. Materi pemeriksaan akan diungkap setelah pemeriksaan rampung.
"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Padang Sidempuan," ucap Budi.
Sebelumnya, pada Kamis malam, 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara. Dalam OTT tersebut, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satuan Kerja (Satker) PJN Wilayah I Sumut.
Nilai total proyek yang menjadi sorotan mencapai Rp231,8 miliar dari enam proyek jalan yang diduga telah dikondisikan. KPK menyatakan penyidikan masih terus dikembangkan terhadap proyek-proyek lain yang juga dicurigai bermasalah.
Lima tersangka yang diumumkan dan ditahan pada Sabtu (28/6/2025) malam adalah:
- Topan Obaja Putra Ginting, Kepala Dinas PUPR Sumut;
- Rasuli Efendi Siregar, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
- Heliyanto, PPK Satker PJN Wilayah I Sumut;
- M. Akhirun Efendi Siregar, Direktur Utama PT Daya Nur Global (PT DNG); dan
- M. Rayhan Dulasmi Piliang, Direktur PT Rukun Nusantara (PT RN).
KPK memperkirakan total nilai suap dalam kasus ini mencapai sekitar Rp2 miliar. Dalam OTT tersebut, penyidik mengamankan uang tunai sebesar Rp231 juta yang diduga merupakan bagian dari komitmen fee.
![]() |
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo |
Konstruksi Perkara
Kasus pertama terjadi di lingkungan Dinas PUPR Sumut. Topan Obaja Putra Ginting bersama Rasuli Efendi Siregar dan M. Akhirun Efendi Siregar diduga merekayasa pengadaan proyek pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu Selatan dan Jalan Hutalimbaru–Sipiongot senilai Rp157,8 miliar.
PT Daya Nur Global ditunjuk sebagai pelaksana proyek tanpa melalui prosedur resmi. Dalam pelaksanaannya, Akhirun bersama putranya, Rayhan, diduga memberikan sejumlah uang kepada Rasuli dan Topan sebagai imbalan pengaturan proyek tersebut.
Kasus kedua melibatkan Satker PJN Wilayah I Sumut. Heliyanto selaku PPK diduga menerima suap Rp120 juta dari Akhirun dan Rayhan sebagai imbalan pengaturan proyek melalui sistem e-katalog. Dengan pengaturan ini, PT Daya Nur Global dan PT Rukun Nusantara memenangkan sejumlah proyek sepanjang 2023 hingga 2025.
Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menyatakan kesiapannya jika dipanggil KPK terkait kasus yang menyeret Topan Obaja Putra Ginting.
"Namanya proses hukum kita bersedia saja, apalagi kalau tadi katanya ada aliran uang," ujar Bobby di Kantor Gubernur Sumut, Medan, Senin (30/6/2025).
Ia menegaskan tidak keberatan apabila KPK menelusuri aliran dana proyek tersebut. Menurutnya, seluruh pihak di lingkungan Pemprov Sumut wajib memberikan keterangan jika ditemukan adanya dana mencurigakan.
"Kita saya rasa semua di sini di Pemprov kalau ada aliran uangnya ke seluruh jajaran, bukan hanya ke sesama, apakah ke bawahan atau ke atasan, kalau ada aliran uangnya ya wajib memberikan keterangan," tegas menantu Presiden ke-7 RI itu.
Bobby memastikan proyek perbaikan jalan yang menjadi objek perkara tetap akan dilanjutkan. Ia menyebut proyek tersebut belum dimulai, sehingga bisa dikerjakan dari awal.
"Harus dilanjutkan, itu bukan karena seseorang pekerjaannya bisa batal," ucap Bobby.
"Apalagi disampaikan kemarin dalam keterangannya semua dengarnya, ini kan belum dimulai pekerjaannya, belum ada pemenangnya, belum ada ditetapkan siapa yang kerja, oleh karena itu kita lebih gampang untuk memulainya," tambahnya.
KPK Tak berani
Meski Bobby sudah menyatakan kesiapannya untuk menjalani pemeriksaan jika dipanggil KPK, tapi tampaknya lembaga anti rusuah itu masih belum berani memanggil menantu Jokowi tersebut. Terkesan kalau KPK justru ikut melindungi Bobby Nasution.
Kabarnya Jokowi sangat keberatan kalau KPK memanggil menantunya itu, walau dalam status sebagai saksi. Sikap keberatan Jokowi itu yang membuat KPK tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi Kapolri juga tidak setuju kalau kasus korupsi jalan raya itu menyeret Bobby.
Tak heran jika sampai saat ini KPK bahkan tidak berani untuk memanggil Bobby meski dalam status sebagai saksi. Tim pemeriksa KPK sudah memastikan bahwa sebenarnya Topan Ginting mendapat perintah dari atasannya untuk menerima uang gratifikasi dari kontraktor proyek jalan itu.
Namun sosok atasan ini masih dirahasiakan KPK. Mereka tidak berani mengungkap ke public.
Padahal di kalangan pejabat Pemerintah Provinsi Sumut, atasan yang bisa memerintah Topan Ginting hanya satu, Bobby Nasution. Tapi tampaknya KPK hanya akan menyetop kasus ini hingga sebatas menyeret Topan. Sedangkan atasannya yang dimaksud tidak akan pernah diungkap.
Bisa dipahami, sebab para pimpinan KPK yang menjabat sekarang adalah orang-orang pilihan Jokowi sewaktu ia menjabat presiden. Status KPK juga cenderung berada di bawah kendali Kapolri. Adapun Kapolri saat ini, Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentu saja sangat tunduk kepada Jokowi karena karirnya meningkat karena dibantu presiden ke-7 itu.
Maka itu, jangan berharap Bobby akan dilibatkan dalam kasus
ini. Inilah hukum di Indonesia. Tajam ke
bawah dan tumpul ke atas. Mau apa lagi?***