![]() |
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution |
Isu korupsi terus bertubi-tubi menghantam orang-orang dekat Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. Setelah Topan Ginting, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dijadikan KPK sebagai tersangka, sejumlah orang dekat Bobby lainnya juga wajib menjalani pemeriksaan.
Di antara orang dekat Bobby itu adalah Rektor USU Muryanto Amin dan Dikki Anugerah Panjaitan, pejabat Pemprovsu yang pada Jumat 22 Agustus lalu dilantik Bobby sebagai pimpinan salah satu organisai Pemerintah Daerah.
Dikki baru saja diberi kepercayaan sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan (Bappelitbang) Sumut. Dikki dilantik bersamaan dengan pelantikan Hendra Dermawan Siregar sebagai Kepala dinas PUPR Sumut. Hendra adalah pejabat Pemprovsu yang pernah terlibat skandal perselingkuhan.
Di kalangan pejabat Pemprovsu, posisi Dikki mirip seperti Topan Ginting. Ia sangat dekat dengan Bobby karena cukup aktif mendukung kampanye menantu Jokowi itu pada Pilkada yang lalu. Harap maklum, Dikki adalah salah seorang pengurus elit KNPI Sumut. Ia banyak bermain di lingkup organisasi masyarakat.
Sedangkan Muryanto Amin dikenal sebagai konsultan politik Bobby pada dua Pilkada, yakni Pilkada Medan 2020 dan Pilkada Gubernur 2024. Muryanto juga merupakan akademisi yang sangat pro Jokowi.
Bersama Bobby, Muryanto sedang berupaya menjadikan komponen USU berada di bawah kendali pendukung Jokowi menjelang Pilpres 2029 mendatang. Fokus mereka tentu saja membantu Gibran di Pilpres 2029 dan mendukung Bobby kembali terpilih pada Pilkada Gubernur 2029. Oleh karena itu, suntikan dana politik mengalir ke Muryanto.
Aliran dana ini yang membuat Muryanto harus menerima pangggilan dari KPK sebagai pihak yang dianggap tahu tentang kasus korupsi di Sumut.
Wartawan yang meminta tanggapan Bobby Nasution perihal panggilan KPK terhadap Dikki Anugerah dan Muryanto dalam kasus korupsi proyek jalan di Sumut, awalnya berusaha menghindar. Namun setelah didesak, akhirnya Bobby buka suara.
Ia mengatakan tetap mendukung langkah KPK mengusut tuntas kasus itu, termasuk memanggil siapa saja yang dianggap perlu dimintai keterangan.
"Untuk memenuhi keterangan kan semua mau dipanggil, semua mau diminta keterangan, ya silakan saja gitu," imbuh Bobby Nasution. “Silahkan dilakukan pemeriksaan terhadap siapapun, termasuk dari pejabat jajaran Pemprov Sumut,” tambahnya.
Saat ditanya mengenai apa saja keterlibatan Dikki Anugerah dan Muryanto Amin dalam kasus korupsi itu, Bobby tak mau menjawab lebih lanjut.
"Itu bukan nanya sama saya-lah, ya," pungkasnya. Setelah itu Bobby langsung menjauh dari wartawan.
Pemanggilan dan pemeriksaan KPK terhadap Dikki dan Muryanto semestinya telah dilakukan pada Jumat 15 Agustus lalu. Dikki sudah memenuhi panggilan itu. Ia telah menjalani pemeriksaan di kantor KPPN Padangsidempuan bersama 13 saksi lainnya pada hari yang sama.
Sedangkan Muryanto Amin mangkir. Rektor USU ini disebut-sebut sangat malu karena namanya terkait dengan kasus korupsi tersebut. Padahal ia sedang merancang scenario politik bersama Bobby Nasution dan kelompok pro Jokowi lainnya untuk 2029.
Di samping itu, Muryanto pun sedang mempersiapkan diri untuk maju kembali pada Pemilihan Rektor USU yang berlangsung November ini. Ia merasa optimis terpilih lagi karena merasa yakin bisa mengendalikan 112 suara anggota Senat akademik USU, dan 21 suara pemegang hak suara di tingkat Majelis Wali Amanat.
Oleh karena itu, dengan menggunakan jaringan politiknya di Jakarta, Muryanto berharap KPK tidak lagi melibatkannya dalam kasus korupsi itu. Kalaupun dipanggil lagi, ia meminta agar KPK memeriksanya setelah pemilihan Rektor USU selesai.
Tapi KPK menampik permintaan itu. Pemanggilan kedua terhadap Muryanto kabarnya akan menyusul dalam waktu dekat.
Jadi, kalaupun nantinya Muryanto kembali mencalonkan diri pada pemilihan Rektor USU, maka para Senat Akademik USU akan dihadapkan dengan dilema untuk memilih salah seorang kandidat yang terperiksa dalam kasus korupsi.
Ironisnya, kasus korupsi yang melibatkan Muryanto tidak terjadi di lingkungan kampus, tapi di luar kampus, menyangkut proyek jalan yang seharusnya tidak melibatkan akademik. Tentu saja ini hal yang sangat memalukan. ***