Gubernur Sumut Bobby Nasution juga ada di belakangnya sebab Muryanto adalah konsultan politik Bobby pada dua Pilkada sebelumnya, yakni Pilkada Medan 2020 dan Pilkada Sumut 2024.
Namun di tengah keinginannya yang sangat kuat untuk kembali berkuasa, Muryanto harus bergelut dengan sejumlah kasus korupsi yang mencuat di masa kepemimpinannya. Kasus korupsi itu ada yang ditangani olek KPK, ada yang ditangani Kejaksaan Tinggi.
Tak heran jika muncul desakan agar Muryanto didiskualifikasi dari pemilihan rektor. Apalagi ia dikenal sebagai akademisi yang aktif dalam kegiatan politik sehingga integritasnya dipertanyakan.
Muryanto telah berkali-kali dituduh menyelewengkan profesinya sebagai ASN karena terlibat membantu kampanye menantu Jokowi, Bobby Nasution. Bahkan sempat terbongkar kalau ia pernah menggelar pertemuan di ruang kerjanya di kampus USU membahas langkah memenangkan Bobby pada Pilkada Gubernur pada September 2024.
Tidak terbantahkan lagi, selama kepemimpinannya, marwah kampus USU seakan berada di bawah kendali pemerintah daerah. Kampus itu tidak lagi independen. Telah menjadi alat kekuasaan untuk mendukung kubu genk Solo, khususnya Bobby Nasution.
Selama di bawah kepemimpinan Muryanto, USU diidentikkan sebagai sarang Pro-Jokowi. Hal ini yang membuat Muryanto beberapa kali harus berhadapan dengan aksi mahasiswa. Sejumlah alumni juga mempertanyakan sikapnya yang terkesan ‘menjilat’ penguasa. Apalagi Muryanto telah dipanggil KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Berikut ini sejumlah kasus korupsi yang melanda USU selama di bawah kepemimpinan Muryanto Amin.
Aliran dana korupsi Proyek Jalan APBD Sumut
Kasus korupsi ini sama sekali tidak terjadi di USU, tapi anehnya melibatkan Muryanto sebagai salah seorang pemainnya. Bermula dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK dalam kasus korupsi proyek jalan di Tapanuli Selatan pada 26 Juni lalu.
Lima orang diseret KPK sebagai tersangka dalam kasus itu. Salah satunya Topan Ginting, mantan Kepala Dinas PUPR Sumut yang merupakan pejabat kepercayaan Gubernur Bobby Nasution.
Dalam pemeriksaan selanjutnya, KPK mengendus adanya aliran dana korupsi itu ke berbagai pihak. Salah satunya ke Muryanto Amin, Rektor USU. Uang yang dialirkan itu merupakan dana untuk membantu agar Muryanto bisa kembali terpilih sebagai rektor.
Adalah Bobby yang disebut-sebut memberi perintah kepada Topan Ginting untuk mengalirkan dana itu ke Muryanto sebab Bobby berkepentingan untuk mendukung Muryanto terpilih kembali sebagai rector.
Tersiar kabar kalau Muryanto bersama Agus Andrianto (mantan Wakapolri yang kini menjabat Menteri Imigrasi dan Lapas) sedang menyiapkan scenario mendorong kembali Bobby menang pada Pilkada 2029. Mereka juga membangun kekuatan guna mendukung majunya Gibran pada Pilpres 2029.
Kelompok ini bergabung dalam kubu Pro Jokowi di wilayah Sumatera. Kelompok ini sudah menguasai USU karena selama Muryanto memimpin, ia telah menetapkan orang-orangnya sebagai anggota Senat Akademik dan anggota Majelis Wali Amanat. Kelompok inilah yang berhak memberikan suara pada pemilihan rektor mulai September hingga awal Oktober ini.
Sebagai informasi, Muryanto telah menetapkan Agus Andrianto sebagai Ketua Majelis Wali Amanat USU. Sedangkan untuk ketua Senat Akademik, Muryanto menunjuk rekannya Budi Agustono yang merupakan dosen di Fakultas Ilmu Budaya. Keduanya adalah pendukung utamanya.
Dalam scenario politik mereka, USU sebagai kampus terbesar di Sumatera harus dikuasai kelompok Pro-Jokowi. Makanya Bobby ngotot agar Muryanto kembali jadi rektor sehingga rencana politik mereka pada 2029 dapat berjalan. Soal dana, semua beres. Sayangnya, dana yang dialirkan terindikasi kasus korupsi.
Korupsi Pengelolaan Kebun USU
Sebagai kampus besar di Sumatera, USU ternyata memeiliki lahan Perkebunan kelapa sawit yang cukup luas di dua tempat, masing-masing di Tabuyung, Mandailing Natal seluas 5.500 hektar dan di Tambunan, Langkat seluas 500 hektar.
Lahan itu sejatinya merupakan aset negara yang diamanahkan kepada USU untuk memperkuat fungsi pendidikan tinggi, menjadi penopang keuangan universitas, dan menopang penyediaan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi.
Namun alih-alih dikelola secara profesional, sejak awal pengelolaannya justru menghadirkan persoalan. Pengelola kebun itu ditangani oleh Koperasi USU. Anehnya, usaha itu terus merugi. Laporan keuangannya tidak beres. Di masa Rektor Muryanto Amin, kebun itu diagunkan untuk mendapatkan kredit Rp 228 miliar dari BNI.
Hal ini yang memperkuat adanya indikasi korupsi dalam pengelolaan kebun itu. kasus ini telah diadukan Forum Penyelamat USU kepada Kejaksaan Tinggi. Organisasi Ikatan alumni USU juga telah menyampaikan sengkarut persoalan kebun itu ke Jaksa Agung.
Penyelewengan Aset Negara soal Rumah Dinas
Sebagai Rektor USU, Muryanto tentu mendapatkan rumah dinas. Tapi ia tidak hanya menempati satu rumah dinas, tapi hingga tiga rumah dinas. Bahkan ada rumah dinas yang khusus sebagai tempat penyimpanan mobilnya.
Masalah terkait rumah dinas ini sempat muncul di tengah penyelidikan KPK terkait kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara, di mana Muryanto disebut menggunakan beberapa rumah dinas untuk berbagai keperluan pribadi. Masalah ini menjadi sorotan terkait gaya hidup serta pemanfaatan fasilitas kampus.
Penggunaan rumah dinas secara berlebihan itu dianggap sebagai penyelewengan etika dan penggunaan asset yang tidak sesuai pada tempatnya. Kasus ini dapat pula dikategorikan sebagai indikasi korupsi dalam penggunaan asset negara.
Sengkarut Proyek Kerjasama dengan Pemko Medan
Setelah turut berperan membantu Bobby pada Pilkada Walikota Medan 2020, USU mendapat dua proyek kontruksi yang merupakan hibah dari Pemko Medan. Proyek itu adalah Pembangunan kolam retensi untuk mengatasi genangan banjir senilai Rp20 miliar, dan proyek Pembangunan Gedung UMKM yang nilainya berkitar Rp97 miliar.
Belakangan untuk proyek Gedung UMKM itu, Pemko Medan memberi lagi tambahan anggaran Rp19,05 miliar untuk sarana prasarana (sarpras) di tahun 2025, sehingga total gabungan anggaran fisik dan sarpras sekitar Rp116,7 hingga Rp122 miliar.
Namun kedua proyek itu sarat masalah. Untuk proyek kolam retensi, ternyata manfaatnya sebagai penanggulangan banjir tidak efektif. Nyatanya genangan air tetap terjadi, sementara kolam retensi justru tidak bisa menjadi lokasi tampungan air.
Proyek itu dianggap sia-sia. Audit BPK juga menemukan ada kejanggalan pada proyek Pembangunan Plaza UMKM.
Penyelewengan anggaran Belanja USU
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah didesak mengusut temuan BPK terkait pengelolaan pendapatan, belanja dan aset di Universitas Sumatera Utara (USU) tahun 2022/2023 yang menemukan dugaan penyimpangan dari berbagai item kegiatan.
Antara lain soal kelebihan pemungutan UKT (Uang Kuliah Tunggal) mahasiswa program jalur mandiri dan mandiri internasional lebih dari Rp10,9 miliar.
Ada pula kasus pembayaran remunerasi tenaga kependidikan lebih dari Rp36,5 miliar diduga tidak memperhatikan ketentuan terkait disiplin pegawai tenaga kependidikan tetap PNS dan tenaga kependidikan tidak tetap non PNS. Pembayaran remunerasi sebesar Rp36,5 miliar itu tidak sepenuhnya mencerminkan pencapaian kinerja dan hak pegawai.
Pun pembayaran belanja honor tidak tetap tahun 2022 tidak sesuai standar biaya masukan lebih dari Rp1,9 miliar, yang diduga terjadi kelebihan pembayaran lebih dari Rp1,2 miliar atas honor tidak tetap.
Belanja biaya promosi Tri Dharma Perguruan Tinggi atau Dana Operasional Rektor diduga tidak sesuai ketentuan pengelolaan keuangan lebih dari Rp1,3 miliar. Hal itu mengakibatkan USU diduga terbebani lebih dari Rp 908 juta.
Ada pula sejumlah menipulasi dalam pelaksanaan pekerjaan belanja pemeliharaan kebersihan Gedung, pengadaan peralatan dan mesin, pelaksanaan pekerjaan jasa kontruksi dan lainnya. Hasil audit BPK ini telah disampaikan Republik Corruption Watch ke KPK beberapa waktu lalu. ***